Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Tetangga Masa Toxic?

Fanani Ipan oleh Fanani Ipan
18 Juli 2019
A A
tetangga toxic

tetangga toxic

Share on FacebookShare on Twitter

Manusia ialah makhluk sosial—oleh karena itu manusia akan selalu membutuhkan orang lain. Dalam bermasyarakat juga sangat penting untuk saling gotong royong agar tercipta suasana kekeluargaan dengan masyarakat maupun bertetangga. Bahkan dalam sebuah hadis dikatakan: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR. Bukhori Muslim)

Akan tetapi mereka ini kadang-kadang terlalu ikut campur pada hal-hal yang bersifat privasi bahkan bisa dibilang tidak penting—mereka bisa saja mengomentari dan ikut campur soal style dan jam pulang seseorang seakan punya kuasa atas segala aktivitas tetangganya. Di sisi lain mungkin hal tersebut bisa dianggap suatu bentuk kepedulian seorang terhadap tetangganya, tapi di sisi lain mereka bahkan tidak pernah tau apa yang sebenarnya terjadi kepada orang yang kerap ia cibir karena dianggap melanggar norma-norma yang berlaku.

Ketika ada seorang anak yang pulang larut malam, beberapa orangtua seringkali menasehatinya dengan menjadikan tetangga sebagai alasan utama. Semisal, “kamu kalo pulang jangan larut malam, nggak enak sama tetangga.” Padahal sang anak bisa jadi pulang terlalu larut karena memang ada suatu kegiatan, mungkin juga karena susah mencari angkutan umum atau bahkan karena memang sedang berkumpul bersama teman—pun seharusnya tidak mengganggu hidup tetangga bukan?

Kenapa harus nggak enak sama tetangga untuk hal-hal yang tidak pernah merugikan mereka sama sekali. Mungkin jika pas pulang ke rumah suara knalpot kendaraan bisa mengganggu istirahat tetangga itu baru kita boleh merasa nggak enak sama tetangga. Tapi kenyataannya tidak mengganggu istirahat tetangga pun kita yang sering pulang malam tetap dicap tidak baik oleh mereka, padahal kita nggak pernah minta untuk dijemput tetangga saat selesai beraktivitas.

Tidak hanya sampai di situ, style juga tidak boleh sembarangan, jika terlihat beda dengan masyarakat pada umumnya, bersiaplah tetangga akan menjadi polisi moral dengan segala kemahabenarannya. Perempuan yang rambutnya diberi warna akan dianggap sebagai perempuan nakal, begitu pula dengan laki-laki yang bertato dan berambut gondrong akan dilabeli sebagai berandalan. Padahal baik mewarnai rambut maupun mentato tubuh tidak meminta sumbangan para tetangga.

Dalam kasus lain seseorang bisa lebih ganas lagi untuk menggunjingkan tetangganya sendiri—dalam hal pernikahan misalnya. Seorang yang menikah tanpa resepsi pernikahan akan dituduh telah hamil di luar nikah oleh para manusia suci bernama tetangga ini. Menjadi perawan tua atau perjaka tua juga dianggap aib bagi para tetangga, padahal mereka tidak pernah ada usaha untuk membantu baik mencarikan pasangan atau bahkan memberikan modal untuk melaksanakan pernikahan—bahkan menjadi janda atau duda pun bisa sama diperlakukan demikian.

Hidup dengan adat harus sering “nggak enak” sama tetangga membuat orang lain memaksakan standarnya. Beberapa orang memilih menikah dengan resepsi yang mewah agar tidak dituduh telah hamil di luar nikah, sampai rela harus hutang kesana kemari demi menyamakan standar yang ditetapkan tetangga. Sebagian orang sampai menyombongkan diri dengan memakai banyak perhiasan dan pakaian mahal, hanya demi membuktikan bahwa pekerjaannya di luar kota terbilang sukses dan tidak malu dilihat tetangga, padahal pekerjaannya hanyalah seorang buruh bahkan (hanya) seorang Asisten Rumah Tangga.

Mengapa ada banyak orang yang terperangkap pada nilai-nilai yang tak berdasar. Mengapa ada orang yang terpaksa menyamakan standar agar dianggap sama? Bertetangga seharusnya bisa hidup rukun dan saling membantu, bukan terus berburuk sangka bahkan punya kuasa menentukan nilai-nilai kepada orang lain.

Baca Juga:

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

Derita 3 Tahun Bertetangga dengan Pemilik Sound Horeg, Rasanya seperti Ada Hajatan Tiap Hari

Hidup kadangkala perlu menjadi apatis untuk hal-hal yang dirasa tidak perlu untuk diperhatikan atau bahkan dinilai, kita juga perlu tidak peduli dengan penilaian yang diterapkan adat terkait apapun yang sejatinya tidak pernah merugikan pihak manapun.

Perlu juga bagi siapapun untuk mengedepankan prasangka baik agar tidak menjadi beban batin perihal apapun yang dilakukan orang lain. Kita perlu tahu bahwa tidak semua orang yang jarang keluar rumah dicap sebagai orang sombong karena tidak pernah bergaul, boleh jadi orang tersebut memiliki kepribadian introvert yang sungguh susahnya merasa nyaman di tempat ramai. Atau yang sering keluar sampai larut malam juga tidak bisa dilabeli jalang, sebab bisa jadi ia begitu aktif berorganisasi atau melakukan kegiatan amal.

Sebagai tetangga kita seharusnya peduli tanpa harus memberi nillai. Jika ada seorang tetangga yang tidak mampu merayakan pernikahan sesuai adat tidak perlu dicibir, lebih baik kita bantu sebagaimana mestinya hidup bertetangga. Bahkan jika ada tetangga yang terpaksa menjadi pelacur pun tak perlu dikucilkan, apalagi kita tidak pernah tahu bahwa alasan ia menjadi pelacur demi memberi makan dan menyekolahkan anaknya. Bahkan seharusnya kita malu, sebab sebagai tetangga kita tidak pernah tahu bahwa di tiap malamnya mereka menangis menahan lapar.

Maha suci tetangga dengan segala kebenarannya.

Terakhir diperbarui pada 19 Januari 2022 oleh

Tags: Curhatekonomi masyarakathidup bermasyarakatmakhluk sosialtetangga
Fanani Ipan

Fanani Ipan

ArtikelTerkait

indomie

Menobatkan Diri Sebagai Penyuka Indomie Itu Tidak Sulit

2 Agustus 2019
saya memang begitu orangnya, keburukan orang lain. teman lama ngontak lagi, orang datang pas butuh doang sifat teman menyebalkan bikin dijauhi teman suka ngomong sendiri suka cerita tanpa ditanya nggak mau dinasihati mojok.co

Apa Salahnya Orang Datang pas Butuh Doang? Plis deh

1 Juni 2020
jurusan madesu, lulus kuliah

Sudah Lulus Kuliah, Kok Masih Harus Ikut Wisuda?

7 Agustus 2019
Derita 3 Tahun Bertetangga dengan Pemilik Sound Horeg, Rasanya seperti Ada Hajatan Tiap Hari Mojok.co

Derita 3 Tahun Bertetangga dengan Pemilik Sound Horeg, Rasanya seperti Ada Hajatan Tiap Hari

26 Oktober 2025
Kata Siapa Bapak-Bapak Itu Tak Suka Curhat?

Kata Siapa Bapak-Bapak Itu Tak Suka Curhat?

7 Januari 2020
tukang pangkas rambut

Tukang Pangkas Rambut Berpenghasilan 45 Juta Tiap Bulan: Makanya Jangan Suka Menyepelekan Pekerjaan Orang

8 Agustus 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025
4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang Mojok.co

4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang

29 November 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
Pengajar Curhat Oversharing ke Murid Itu Bikin Muak (Unsplash)

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.