Naruto adalah sebaik-baiknya contoh untuk belajar menerima penolakan cinta.
Kamis 18 Juni lalu, warga desa Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwangu, Kudus, dihebohkan dengan penemuan sembilan bungkusan di pemakaman Sedyo Luhur, Setelah dibongkar, bungkusan berbentuk pocong itu ternyata berisi, jarum, bangkai ayam, rambut, beberapa foto wanita, serta secarik kertas bertuliskan mantra dan nama “Yulia Fera Ayu Lestari”.
Kuat dugaan benda-benda itu digunakan untuk praktek ilmu hitam berupa pelet. Menurut beberapa ahli spiritual, paket pelet dengan isi semacam itu merupakan cara untuk membalas sakit hati secara kejam.
Penolakan cinta memang menyakitkan, tapi terkadang pembalasannya lebih menyakitkan.
Masih lekat di ingatan kita, Februari lalu, di Semarang, terjadi peristiwa yang cukup menghebohkan. Seorang pria berniat memerkosa tetangganya lantaran sakit hati setelah cintanya ditolak. Untungnya tindakan bejat itu tidak kesampaian karena keburu dipergoki orang tua korban.
Di luar negeri juga ada kejadian serupa, cuma beda modus operandinya. Karena cintanya ditolak, seorang pria di India menyiram wajah seorang gadis dengan cairan asam. Nggak tahu bilang sengaja atau tidak. Selain menderita kerusakan jaringan kulit wajah permanen, si gadis pun mengalami depresi berat. Fakta yang menyayat hati adalah: hal tersebut merupakan sesuatu yang sering terjadi di sana.
Selain dua contoh di atas, masih banyak lagi kasus serupa. Walaupun berbeda-beda cara, semuanya bertujuan untuk menyakiti si korban secara psikologis. Sebuah metode pembalasan dendam yang para pelakunya anggap memuaskan, karena memberikan damage impact yang lebih besar ketimbang luka fisik atau kematian.
Gilanya lagi, para pelaku mengaku melakukan semua itu demi membela statusnya sebagai lelaki. Yah, beberapa pria amat menghayati ungkapan “lelaki pantang ditolak”. Bagi mereka, penolakan adalah sesuatu yang tak cuma melukai hati, tapi juga menginjak-injak harga diri. Dan mereka meyakini pula, jika sudah berurusan dengan harga diri, semua jalan pembalasan dendam halal ditempuh.
Nah, yang jadi pertanyaannya, apakah cara pembalasan dendam seperti itu mencerminkan sikap lelaki sejati? Ataukah tindakan amoral di atas merupakan bentuk dari ketidakdewasaan emosional yang menuntut pelampiasan?
Entahlah. Namun mengutip Kis Uriel alias Kei Savourie, sang dokter cinta dari Hitman System, menjadi pria sejati bukan perkara maskulinitas, tapi soal kualitas. Manner make it man. Penyataan itu sejalan dengan kesimpulan sejumlah hadist bahwa, lelaki sejati adalah lelaki yang memperlakukan wanita dengan baik juga sanggup mengendalikan amarahnya.
Di dunia ini ada beberapa lelaki sejati yang bisa dijadikan panutan dalam bagaimana menyikapi penolakan. Salah satunya adalah sang Hokage Ketujuh, Uzumaki Naruto.
Dikisahkan bahwa Naruto menyukai Sakura sejak hari pertama duduk di bangku Akademi Ninja–kalau di sini mungkin setara SD. Selama bertahun-tahun dia mencoba menarik perhatian gadis yang ternyata cintanya tertambat pada Sasuke itu. Setiap kali Naruto menyatakan cinta atau mengajak Sakura berkencan, dia selalu saja mendapat penolakan kasar.
Apakah Naruto menyerah lalu main dukun atau me-rasengan Sakura? Tidak. Dia tetap berusaha menyentuh hati sang gadis pujaan sesuai norma-norma yang berlaku. Bahkan sesudah dia bertempur mati-matian menyelamatkan Sakura dari sekapan Gaara tapi yang diterima kasihi malah Sasuke, Naruto tetap bersabar dalam senyuman.
Sebuah sikap yang tidak mudah untuk dipraktikkan. Itu semua karena Naruto sudah menghayati betul wejangan dari sang guru, Jiraiya, bahwa penolakan menjadikan seorang lelaki kuat. Penolakan-penolakan yang dibarengi dengan kesabaran itu benar-benar telah menjadikannya kuat dan legowo. Seperti yang dia tunjukkan dalam sebuah dialog.
“Aku mencintai seseorang. Namun jika pada akhirnya dia tidak mencintaiku … tidak apa-apa,” kata pelanggan setia ramen Ichiraku tersebut sambil tersenyum.
Sungguh, itu adalah kelegowoan yang dewasa dan tak bersyarat, yang hanya bisa dikalahkan oleh keikhlasan dipoligami. Sikap seperti itulah yang menjadikannya lelaki sejati yang patut kita teladani.
Kelegowoan itu jualah yang menjadikan sang mangaka, Masashi Kishimoto, tak ragu untuk menghadiahkan kisah cinta terapik kepada Naruto. Ketika dewasa, Naruto berhasil jadian dengan Hinata Hyuga yang berkepribadian lebih lembut dan memiliki tubuh lebih “berisi” ketimbang Sakura.
Dikisahkan lagi–entah disengaja atau tidak– keduanya menikah tepat di hari ulang tahun Sakura. Pembalasan yang sederhana, tapi elegan dan berkelas. Apalagi saat itu Sakura tengah menjomlo.
Tengoklah bagaimana ekspresi Sakura di episode itu. Senyumnya dipaksakan. Lihat pula adegan miris saat kawan-kawan seangkatan mereka larut dalam kegembiraan pernikahan Naruto. Tak ada satu pun yang ingat bahwa hari itu adalah hari ulang tahun Sakura. Setengah penggemar fanatik “Naruto” di dunia pun berteriak, “Karma is real, bitch!”
Sebuah ending yang manis. Sayangnya, terlalu manis untuk jadi kenyataan. Tidak semua manusia dianugerahi takdir istimewa semacam itu. Bisa saja kita sedang menderita dibekap kesendirian saat gadis yang pernah menolak kita tengah berbahagia di ranjang pengantin.
Meskipun memang demikian adanya, biarlah. Yang penting kita tetap tabah dan berlapang dada seperti yang Uzumaki Naruto contohkan. Kita juga harus bangga dengan jalan itu dan berlari melewatinya sambil bernyanyi lantang. “Nani mo. Nani yo. Shilluettooo!”
Sumber Gambar: Id Fanpop
BACA JUGA Belajar Kesalehan Sosial dari Naruto atau tulisan Agung Setoaji lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.