Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Personality

Pura-Pura Miskin Sama Sulitnya dengan Pura-Pura Kaya

Intan Kirana oleh Intan Kirana
14 Juni 2019
A A
pura-pura miskin

pura-pura miskin

Share on FacebookShare on Twitter

Beberapa waktu lalu, ketika saya mengunggah foto sebuah pemandangan di luar negeri, ada teman yang berkomentar semacam ini—wuih, jalan-jalan mulu, nih! Komentar itu kedengarannya biasa saja, ya? Namun kalau dimaknai lebih dalam lagi, kamu akan punya perasaan yang sama dengan saya—teman saya ini, entah iri atau entah menganggap bahwa saya kaya dan kasta saya sudah jauh berada di atasnya.

Padahal untuk bisa ke negara tetangga itu, saya mesti mengumpulkan uang hasil kerja berbulan-bulan. Di sana juga tidak mungkin saya memesan makan malam mewah di atap Hotel Marina Bay, atau candlelight dinner sembari menikmati putaran Singapore Flyer.

Ini bukan pertama kalinya saya mendengar komentar memuji-tetapi-nyindir. Bukan cuma buat saya—tetapi buat orang lain juga. Misalnya nih, saat membeli tas baru yang branded, beberapa orang akan cuap-cuap begini—gila, tasnya mahal banget, kayak Syahrini. Melakukan aktivitas yang dianggap mewah oleh lingkungan sosial—termasuk mengenakan barang-barang mewah—seringkali dianggap sebagai bentuk perilaku pamer.

Makanya—kalau kamu rajin membuka Instagram—kamu akan melihat betapa banyaknya hujatan yang diberikan pada para selebritas yang ke luar negeri, pakai tas branded, atau makan di restoran sushi eksklusif yang pemotongan ikannya dilakukan di depan mata pelanggan. Metode hujatannya beragam, tetapi yang paling sering saya baca kurang lebih begini—banyak orang yang susah makan/kena bencana/hidup di daerah konflik, tapi lo masih aja enak-enakan begini.

Irasional? Ya jelas. Menurut saya, tidak ada korelasi jelas antara ada konflik di daerah tertentu, sama orang yang memang punya gaya hidup mewah. Mungkin buat kalian—tas Louis Vuitton seharga dua puluh juta itu mahal harganya. Namun buat orang lain—bisa saja nilai rasanya sama seperti kamu yang beli tas di Miniso misalnya. Jadi, ketika dia menunjukkan hal itu di media sosial bahkan di depanmu sekalipun, kemungkinan besar dia tidak benar-benar berniat untuk pamer.

Menyebalkannya, masyarakat kita sulit untuk menerima hal itu di antara berbagai kesenjangan sosial yang hadir atau yang mereka rasakan. Maka, tidak heran kalau sekarang banyak sobat kaya yang mengaku sebagai sobat miskin—atau kata bekennya, misqueen.  

Pengakuan itu bisa dilakukan melalui berbagai macam cara. Pertama, dengan membandingkan diri dengan konglomerat kaya, kemudian mengklaim bahwa mereka merasa seperti ceceran kopi kekinian di lantai. Kedua, dengan mengatakan bahwa tas yang mereka beli adalah tas bekas/palsu, pura-pura mendapatkan tiket promo atau gratisan kuis liburan, atau bilang bahwa di perusahaan, posisi mereka hanyalah staf biasa. Ketiga, mengaku kalau tabungan mereka ludes karena membeli barang tertentu atau liburan ke suatu tempat. Namun, ketiga cara itu akan patah dengan kalimat ini: ah lo mah sok merendah.

Pujian itu dulu memang terdengar menyenangkan. Namun, lama-kelamaan, itu menjadi sindiran yang menunjukkan ketidakpercayaan orang terhadap kemiskinan seseorang. Prasangka itu kemudian berkembang menjadi cap sombong, rasa sakit hati, hingga tuduhan korupsi. Maka, tidak mengherankan apabila banyak orang yang justru ingin terlihat miskin. Kontradiktif memang dengan istilah BPJS alias budget pas-pasan jiwa sosialita yang memang sudah jadi sebuah fenomena masyarakat sejak lama. 

Baca Juga:

Beasiswa untuk Orang Kaya: Ironi Sistem Pendidikan Kita

Mensyukuri Tinggal di Sumenep, Kabupaten Termiskin Ketiga di Jawa Timur

Keduanya memang punya bentuk kesulitan yang berbeda. Bagi mereka yang pura-pura kaya, kesulitan terletak pada bagaimana cara untuk menyembunyikan jumlah asli tabungan dan meraih barang-barang serta gaya hidup yang mewah. Bagi mereka yang pura-pura miskin, mau tidak mau mereka harus menurunkan gaya hidup, tidak terlalu berkoar-koar saat liburan, dan juga menjaga lingkaran pertemanan. Iya, yang terakhir ini penting. Bukannya sombong, tetapi pertemanan, layaknya jodoh, akan ideal kalau selevel.

Karena kalau beda level sedikit, maka risikonya adalah, naiknya potensi sindir-sindiran antarteman ini. Teman dengan kelas sosial yang lebih rendah akan merasa bahwa kawannya terlalu sombong. Sementara itu, mereka dengan kelas sosial yang lebih tinggi akan berpikir bahwa kawannya tidak punya selera yang baik. Terlepas dari kelas sosial seperti apa, harus selalu berpura-pura untuk miskin hanya demi menjaga perasaan orang lain, memang menyebalkan. Karena, bukankah kita semua punya hak untuk menikmati apa yang sudah kita usahakan sebelumnya?

Terakhir diperbarui pada 17 Januari 2022 oleh

Tags: KayaKritik SosialMiskinPura-PuraTas Branded
Intan Kirana

Intan Kirana

Seorang manusia yang ingin berpikir secara biasa-biasa saja agar lebih bahagia.

ArtikelTerkait

akh deddy

Akh Deddy Corbuzier Masuk Islam, Emang Ukh Lucinta Luna Nggak Boleh Bersyukur Juga?

24 Juni 2019
Butuh HP Android Murah? Lirik Ponsel Zaman Old untuk Alternatif di Tengah Pandemi! Memangnya Ada Stiker Miskin Kalau Pakai HP Xiaomi dan Sepeda Motor Beat?

Memangnya Ada Stiker Miskin Kalau Pakai HP Xiaomi dan Sepeda Motor Beat?

12 November 2019
mendadak tahu bulat

Selain Tahu Bulat, Apakah yang Mendadak Itu Tetap Enak?

31 Mei 2019
resign

Bagi Para Karyawan, Semua Akan Resign Pada Waktunya

19 Juni 2019
netizen

Ngerasani Netizen, Ngerasani Diri Sendiri

12 Juni 2019
Sambat Masalah Ekonomi, Solusinya Disuruh Jadi Kaya, Logikanya di Mana?

Sambat Masalah Ekonomi, Solusinya Disuruh Jadi Kaya, Logikanya di Mana?

1 September 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting Mojok

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting

30 November 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.