Buat orang Solo, Jalan Slamet Riyadi itu bukan sekadar jalan raya. Ini jalan paling ikonik di Kota Solo. Bahkan kalau kalian main ke Solo tapi belum lewat sini, rasanya belum sah ke Solo. Ruas jalan satu ini cukup panjang. Di kanan kirinya berjejeran kafe, toko, rumah makan, dan segala jenis tempat nongkrong. Lengkap, deh.
Satu hal yang paling unik dan sering masuk berita dari Jalan Slamet Riyadi ini adalah rel keretanya. Ada rel kereta aktif dan berdampingan langsung dengan kendaraan di sini. Jarang sekali ada kota yang punya pemandangan seperti ini.
Saya pribadi adalah orang yang lahir dan ebsar di Solo, jadi saya tahu betul perubahan Jalan Slamet Riyadi Solo dari tahun ke tahun. Dulu, saya sering lewat sini malam hari, sekitar pukul 9-12, sambil mampir makan sate padang di pinggir jalan. Suasana di jalan ini tenang, adem, dan bikin betah orang yang melintas. Tapi itu dulu, sekarang jalan ini sudah sangat berbeda.
Dalam tulisan ini saya ingin bercerita kenapa Jalan Slamet Riyadi Solo yang dulu nyaman sekarang terasa tak seindah dulu. Saya yakin, banyak orang Solo yang merasakan hal serupa.
Jalan Slamet Riyadi Solo jadi arena ugal-ugalan pengendara
Dulu, Jalan Slamet Riyadi itu adem, nyaman, tentram. Orang lewat sini santai. Jarang saya mendengar suara knalpot yang bikin jantung kaget dan berdebar. Tapi sekarang? Beda ceritanya.
Tiap malam, apalagi sekitar jam 10 malam, jalan ini seperti sirkuit drag dadakan. Bukan cuma motor yang ugal-ugalan, tapi mobil juga ikut kebut-kebutan kayak lagi latihan balapan.
Memang dulu juga ada yang kebut-kebutan di jalan ini, tapi biasanya jam 2 pagi dan masih jarang saya temukan. Sekarang, di jam yang masih terhitung ramai pun sudah banyak yang memacu mesin seenaknya. Saya sendiri sudah sering melihatnya, bukan cuma sekali atau dua kali. Makin ke sini makin parah dan memprihatinkan.
Mulai dari tahun lalu saja sudah banyak berita kecelakaan karena kebut-kebutan di Jalan Slamet Riyadi Solo. Dan ternyata tahun ini jumlah laka lantas semakin banyak.
Sangat disayangkan jalanan yang awalnya dibuat nyaman, adem, dan tenteram, sekarang malah bikin waswas. Bukan karena takut macet, tapi takut jadi korban dari orang-orang yang berpikiran bahwa jalan ini adalah sirkuit drag race.
Banyak pengendara menerobos lampu merah
Sebenarnya kebiasaan menerobos lampu merah ini bukan cuma terjadi di Jalan Slamet Riyadi Solo. Hampir di semua jalanan Kota Solo terjadi hal seperti ini. Tapi entah kenapa di jalan inilah kejadian seperti itu terasa paling sering, bahkan kalau dibiarkan mungkin akan menjadi suatu kebiasaan.
Belakangan ini makin banyak orang yang kayaknya nggak sabar menunggu lampu hijau di Jalan Slamet Riyadi. Seolah-olah lampu merah itu nasib paling sial dalam hidup, sampai rela nekat menerobos meskipun risikonya nyawa.
Biasanya mereka ambil kesempatan waktu jalan lagi sepi. Tapi kan hari sial ngga ada di kalender. Mungkin orang seperti ini mikir, “Ah, jalannya kosong, kok”, terus tancap gas. Eh, siapa tau dari arah kanan ada mobil kenceng. Kalau ketabrak apa ngga sakit?
Jadi terkesan sempit karena kafe yang makan jalan sampai ke trotoar
Jalan Slamet Riyadi Solo memang selalu ramai, apalagi kalau musim liburan. Saya, sebagai warga Solo memaklumkan hal itu. Wajar, namanya juga kota wisata. Tapi yang bikin saya jengkel akhir-akhir ini adalah makin banyak kafe dan coffee shop yang menaruh kursi dan meja sampai ke trotoar.
Saya tahu sekarang di Solo kafe sudah menjamur di mana-mana, apalagi di sepanjang jalan ini. Tapi ya tolong, mikir juga, dong. Trotoar itu kan buat pejalan kaki, bukan buat tempat nongkrong sambil nyeruput kopi. Selain bikin orang susah jalan, pemandangan jalan pun jadi semrawut dan terkesan sempit.
Lama-lama, jalan yang dulunya lega dan rapi ini malah jadi mirip lapak dadakan, penuh kursi, dan motor parkir sembarangan. Pejalan kaki yang lewat sini harus berjalan zig-zag kayak main gim Subway Surfers.
Itulah kenapa Jalan Slamet Riyadi Solo sudah tidak seperti dahulu lagi. Tidak lagi nyaman, aman, dan tentram. Semoga saja ada tindakan tegas seperti polisi yang lebih sering berpatroli dan menindak tegas orang-orang sembrono supaya jalan ini tetap nyaman dilalui.
Penulis: Imanuel Joseph Phanata
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 4 Hal yang Tidak Akan Kita Temui di Sepanjang Jalan Slamet Riyadi Solo.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















