Sri Sultan HB IX, selain sultan Jogja yang amat dicintai rakyatnya, beliau juga termasuk salah satu sultan tersakti sekaligus raja sakti terakhir di tanah Jawa
“Lur, ada Sultan yang sakti nggak sih?” Tanya kawan saya di tongkrongan. Seketika saya langsung terbisu dan ngelamun. Mencoba mengorek sisa ingatan saya tentang sejarah Mataram sampai Yogyakarta. Dahi makin mengernyit, kepala seperti berdenyut. Berusaha membuka lembaran imajiner perpustakaan sejarah di otak ini. “Kayaknya nggak ada, Lur,” ujar saya pelan sembari kebingungan.
Saya tersadar. Ternyata tidak ada raja Jawa yang dikenang karena kesaktiannya. Terutama raja Mataram dan penerusnya. Tidak ada kisah dan babad yang menunjukkan kesaktian seorang raja. Entah bisa terbang, tangannya melar, atau mengeluarkan api saat kentut.
Tapi satu lembar memori otak saya memberi jawaban. Ada satu raja yang dikenal punya kesaktian. Uniknya, raja ini memerintah di masa modern. Raja itu adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sultan yang sampai detik ini masih dihormati oleh rakyat Jogja bahkan Indonesia. Blio boleh dibilang adalah raja terakhir Jawa yang dikenal kesaktiannya.
Kenapa raja tidak pernah dikenal sebagai orang sakti
Ini membuat banyak orang penasaran, termasuk saya. Sebagai raja, kenapa tidak ada legenda tentang kesaktian ala pendekar? Saya mencoba memahami posisi raja dan menemukan beberapa kemungkinan.
Pertama, raja memang tidak perlu kesaktian, karena kesaktian adalah milik para pengikut dan inner circlenya. Posisi ini menegaskan bahwa raja berkuasa penuh, bahkan menguasai para pendekar sakti. Kesaktian raja ada di pengaruhnya serta lidahnya. Lidah yang bisa meludah api alias apa pun yang diinginkan akan terjadi.
Kedua, raja Jawa sejak era Demak adalah raja serta pemimpin agama. Sehingga mistisme akan menodai kepemimpinan sang raja sebagai sayidin panatagama. Maka narasi yang dekat dengan urusan klenik dijauhkan dari seorang raja Mataram sampai Jogja. Termasuk kesaktian sekelas Rawarontek atau Sirep. Paling banter hanya kisah bahwa raja Mataram dan Jogja kalau salat Jum’at selalu di Mekkah.
Baca halaman selanjutnya: Sri Sultan HB IX berbeda dengan raja Jogja lain…