Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

RUU KIA dan Bangkitnya Ibuisme Negara 

Fatimatuz Zahra oleh Fatimatuz Zahra
24 Juni 2022
A A
RUU KIA dan Bangkitnya Ibuisme Negara 

RUU KIA dan Bangkitnya Ibuisme Negara  (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Belakangan, Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak atau RUU KIA ramai jadi sorotan. Soalnya, RUU tersebut memuat sejumlah aturan terkait peran ibu. Yang paling jadi sorotan adalah aturan cuti melahirkan yang cukup panjang, yaitu sampai 6 bulan.

Tujuan dibentuknya RUU ini memang baik sekali, yaitu untuk mencegah stunting, memenuhi kebutuhan gizi anak di masa awal kehidupan, hingga mencegah postpartum syndrom pada ibu. Makanya dia diberi nama RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak. Sekilas, hal tersebut terdengar menyenangkan. Terdengar seperti negara-negara maju yang terapkan cuti melahirkan yang panjang.

Iya, sekilas.

Coba lihat argumen-argumen yang mencermati RUU tersebut dan memandangnya cukup berbahaya, bahkan untuk para ibu dan calon ibu.

RUU KIA terkesan ingin membakukan peran gender perempuan dan melimpahkan beban pengasuhan hanya kepada perempuan. Lho, kok bisa? Lihat jawaban Ibu Ketua DPR RI, Puan Maharani, saat ditanya tentang alasan kenapa tidak memberlakukan paternity leave atau cuti bagi para suami untuk mengurus anaknya. Ia menjawab begini:

“Bisa saja itu (usul cuti ayah) dibahas. Tapi kan kalau dari perspektif kami, yang melahirkan itu ibunya. Sehingga nggak mungkin dua-duanya cuti,”

Jadi, menurut ibu ketua DPR, karena ibu yang melahirkan, yang mengalami proses biologis tersebut, maka peran pengasuhannya juga tanggung jawab ibu. Sungguh pandangan khas bias gender yang tidak mampu membedakan antara fungsi biologis dan peran seseorang.

Hanya karena yang bisa mengeluarkan ASI itu perempuan, lalu dianggap segala persiapan menyusui juga jadi tanggung jawab perempuan. Mulai dari menyiapkan alat pumping, cari baju busui, dll. Padahal peranan tersebut harusnya dibantu oleh laki-laki, karena pekerjaan-pekerjaan tersebut nggak butuh rahim ataupun payudara (yang hanya ada di tubuh perempuan). Hanya butuh kemauan, kesehatan, dan kesadaran.

Baca Juga:

Konten tidak tersedia

Sejenak, kita soroti cuti 6 bulan dulu sebentar. Banyak yang berpikir seperti ini: Dengan kebijakan yang ada saat ini saja, di mana cuti melahirkan hanya diberikan maksimal 3 bulan, sudah banyak sekali pekerja perempuan yang di-PHK setelah melahirkan. Atau bahkan tidak diterima bekerja jika diketahui tengah hamil atau sedang merencanakan kehamilan.

Lalu bisa dibayangkan, seperti apa jika kebijakan cuti melahirkan selama 6 bulan ini benar-benar diterapkan?

Itulah masalahnya, cuti 6 bulan ini harusnya bukan diatur di RUU KIA, tapi di Ketenagakerjaan dengan perbaikan sistem dan pengawasan. Dan pemberlakuan cuti 6 bulan ini harus diikuti dengan seabrek aturan lain untuk mengawasi dan memastikan jalannya aturan tersebut. Saya pikir itu masalah utama di negara ini: mencoba canggih, namun tak pernah memperbaiki pondasi.

Kalau aturan yang muncul hanyalah kewajiban memberi cuti 6 bulan, tapi tak dibarengi aturan lain yang sifatnya membantu aturan tersebut, ya sama saja.

Lanjut.

Selain pola pikir pembuat RUU nya bermasalah dan risiko terhadap pekerja perempuan, RUU ini juga punya masalah lain. Yaitu pembakuan peran pengasuhan yang dibebankan kepada perempuan. Seperti yang dicermati oleh Pimpinan Umum media online, Project Multatuli melalui akun twitternya, RUU KIA mewajibkan seorang ibu melakukan sejumlah hal, mulai dari menyusui hingga mengkondisikan lingkungan tumbuh kembang anak.

Lha memang apa yang salah dari itu? Kan baik. Iya bener baik, tapi yang salah ada di perkara diwajibkan. Nggak semua ibu kondisinya sama, nggak semua ibu mampu memberikan ASI pada bayinya. Belum ada RUU KIA saja, sudah banyak ibu-ibu yang dirundung, dibanding-bandingkan, hanya karena ngasih susu formula ke anaknya. Hanya karena beli bubur instan untuk anaknya. Dan soal-soal yang seharusnya nggak perlu diributkan lainnya.

Ngerinya lagi, poin-poin kewajiban itu dapat dilaporkan oleh orang sekitarnya jika sang ibu melanggar aturan. Walaupun nggak ada sanksi penjara ataupun denda, tapi sudah barang pasti penghakiman terhadap cara ibu mengasuh bayinya.

Kalau sudah begini, bahkan jika si suami dapat hak cuti sekalipun tetap saja beban pengasuhan hanya akan jadi tanggung jawab perempuan.

Karut marut RUU KIA ini mengingatkan saya kepada sebuah era di mana terjadi yang namanya ibuisme negara. Atau upaya domestifikasi perempuan yang dilakukan sistematis oleh negara. Zaman di mana ada sebuah organisasi perempuan yang salah satu nilainya adalah “patuh dan membantu kepentingan suami”.

Ibuisme negara juga berupaya membatasi peran perempuan di ranah publik, perencanaan pembangunan serta politik. “Pokoknya kalau kamu manusia bervagina, tugasmu itu melayani kebutuhan keluarga di rumah. Titik.” Begitulah kira-kira yang dimau sama negara di zaman itu.

Nah, RUU KIA ini punya nafas yang mirip dengan ibuisme negara. Mulai dari perspektif pembuat undang-undangnya yang bias gender, risiko peminggiran perempuan, hingga pembakuan peran domestik perempuan, semua ada di sana. Masa, sih, kita mau mundur lagi?

RUU KIA yang tampak progresif tapi justru berpotensi melanggengkan perspektif patriarki ini, membuktikan bahwa tak semua yang berkelamin perempuan, mampu berperspektif perempuan, mampu memikirkan kemajuan, kemerdekaan dan kemandirian perempuan.

Ada perempuan yang dengan sangat cepat mengesahkan UU Minerba, Ciptaker, dan mungkin sebentar lagi RUU KIA ini. Tapi di waktu yang sama, pura-pura tak mendengar kebutuhan perempuan pekerja rumah tangga yang butuh segera dijamin haknya melalui RUU PPRT.

Di saat yang sama, juga butuh waktu bertahun-tahun untuk akhirnya telinganya mau mendengar jeritan perempuan korban kekerasan seksual. Anda bingung? Saya juga sama.

Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Perempuan Cuma Pengin Hidup Tenang, Bukan Dihakimi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 24 Juni 2022 oleh

Tags: cuti melahirkanibuisme negaraketenagakerjaanpengasuhanRUU KIA
Fatimatuz Zahra

Fatimatuz Zahra

Sedang belajar tentang manusia dan cara menjadi manusia.

ArtikelTerkait

Konten tidak tersedia
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025
Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang Mojok.co

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang

3 Desember 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025
Video Tukang Parkir Geledah Dasbor Motor di Parkiran Matos Malang Adalah Contoh Terbaik Betapa Problematik Profesi Ini parkir kampus tukang parkir resmi mawar preman pensiun tukang parkir kafe di malang surabaya, tukang parkir liar lahan parkir

Rebutan Lahan Parkir Itu Sama Tuanya dengan Umur Peradaban, dan Mungkin Akan Tetap Ada Hingga Kiamat

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.