Membayangkan diri ini memakai topi toga, lalu berfoto dengan orang tua adalah hal yang menyenangkan sekali. Sayangnya, membayangkan tetaplah membayangkan. Kenyataan selalu ada di sisi lain.
Nggak terasa saya sudah hampir mencapai titik akhir perkuliahan. Dulu, saat awal masuk kuliah, saya merasa menjadi bagian dari agent of change. Saya akan menjadi bagian dari perubahan untuk negeri ini, Indonesia.
Untuk membantu mewujudkan menjadi bagian agent of change, saya banyak membeli buku-buku politik dan banyak buku-buku sejarah lainnya. Lalu, saya menjadi orang yang merasa paling tau tentang dunia politik Indonesia.
Selanjutnya, saya mengambil jalan pedang dengan terjun ke dunia aktivisme mahasiswa. Memprotes ini itu, menolak ini itu, semua demi Indonesia yang lebih baik.
Kemudian, tibalah saya di masa pertengahan. Saat dunia perkuliahan menjadi sangat menjenuhkan. Banyak mata kuliah yang diambil hanya sebagai formalitas saja. Saya nggak merasa lagi menjadi agent of change, semua tampak biasa dan membosankan.
Hingga waktu berlalu terlalu cepat, kini telah sampai di akhir masa perkuliahan. Saya melihat teman-teman saya satu persatu mulai diwisuda. Pertanyaan “kapan wisuda?” menjadi pertanyaan yang paling sering saya dengar. Hei, saya ini baru di semester akhir, bukan sudah 50 tahun kuliah.
Tetapi, demi menjaga keharmonisan pertemanan. Menjawab seorang teman yang bertanya adalah sebuah kewajiban. Mudah saja, jawablah pertanyaan dengan pertanyaan juga, “Kapan kamu mati?” Maksud saya adalah, semua ada waktunya, nggak usah tanya terus!
Dan jika kamu mulai jengah dengan teman-temanmu yang mengunggah foto wisudanya di media sosial, tanpa tau bagaimana perasaan temannya yang masih terjebak pada dosen pembimbing yang killer, sekaligus udah bosan dengan pertanyaan, “kapan kamu diwisuda?”
Saya hanya ingin mengatakan bersatulah kalian, mahasiswa yang lulus tidak tepat waktu! Bangunkan kembali jiwa-jiwa aktivisme kalian, jangan hanya bersatu-bersatu doang. Kita bikin gebrakan bersama!
Datang di Wisuda Teman
Dengan kita datang di wisuda teman, kita sama-sama membuktikan bahwa pertemanan selalu abadi, sedang wisuda hanya kefanaan. Yang penting bukan wisudanya, tapi setelah wisuda mau ngapain! Pesan ini yang harus kita sampaikan kepada teman-teman yang sudah diwisuda duluan.
Selain itu, kita harus menguatkan hati kita, karena kelas sosial akan terlihat begitu jelas. Ada hirearki yang sangat membeda-bedakan antara wisudawan dan tamu. Tetapi tenang saja, ambil celah dan memanfaatkan momen ini. Teman-teman kita yang belum wisuda akan terlihat jelas. Catat siapa saja yang belum wisuda.
Sekali lagi, catat, minta nomor WhatsApp. Kita akan buat paguyuban, gerombolan, atau apapun itu untuk bersama-sama membangun harga diri mahasiswa yang lulus tidak tepat waktu!
Gerakan Menutup Media Sosial
Gerakan ini hanya sementara, atau bisa kita sebut kebijakan jangka pendek yang kita ambil. Sebagai manusia yang mempunyai hati, pasti ada saatnya kita akan merasa rapuh. Setelah datang ke wisuda teman, menutup media sosial adalah kunci. Datang ke wisuda teman adalah perjuangan tersendiri, oleh karena itu, nggak usah nambah-nambahin dengan melihat berbagai postingan yang akan muncul di berandamu nanti. Ucapan selamat dan harapan-harapan akan tersebar, hatimu di sudut kamar semakin ambyar. Biarkan mereka berbahagia, toh, euforia pasti hanya sesaat.
Nongkrong
Menongkrong dan berjejaring adalah salah satu hal yang akan meyelamatkan kita dari bencana kesepian. Mengingat, teman-teman seangkatan mulai pergi setelah lulus kuliah. Jangan sepelekan catatan yang sudah kita buat saat di acara wisuda tadi. Kita panggil satu-satu untuk menongkrong bersama: sitting, talking, and generally doing nothing.
Baca Kisah Motivasi
Bill Gates pendiri Microsoft, Mark Zuckerberg pendiri Facebook, Jack Doersey pendiri Twitter adalah tokoh-tokoh yang harus menjadi motivasi kita. Mereka nggak lulus kuliah tetapi namanya mendunia, bahkan menjadi bagian dari orang-orang paling kaya sedunia.
Perlu contoh lain? Di Indonesia ada Bob Sadino, orang yang suka sekali memakai celana pendek dan kemeja pendek ini adalah pengusaha sukses. Lalu, ada Susi Pudjiastuti menteri kelautan dan perikanan kebanggan kita. Beliau bahkan nggak lulus SMA, tapi bisa jadi menteri.
Sadar!
Apakah tulisan di atas kurang jelas? SADAR! Adalah kalimat yang pas untuk mengakhiri tulisan ini. Terlepas dari kita akan lulus kapan, menjalani hidup memanglah harus selalu sadar. Sadar akan diri sendiri dan keadaan sekitar. Lalu mulai menata hidup kembali. Akan kemana saja saya berjalan, apa makna hidup yang akan saya dapatkan?
Bersatulah wahai mahasiswa yang lulus tidak tepat waktu, lalu sama-sama kita sadar akan hidup yang masing-masing kita jalani. Apapun itu. (*)
BACA JUGA Stroke: Susahnya Mengatur Pola Makan di Negara Kuliner Terbaik Dunia atau tulisan Siti Halwah lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.