Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

4 Tradisi Upacara Kematian di Gunungkidul selain Tabur Uang Recehan

Jevi Adhi Nugraha oleh Jevi Adhi Nugraha
6 Februari 2022
A A
4 Tradisi Upacara Kematian di Gunungkidul selain Tabur Uang Recehan Terminal Mojok

4 Tradisi Upacara Kematian di Gunungkidul selain Tabur Uang Recehan (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Sebagai orang yang tumbuh dan berkembang di Gunungkidul, sejak kecil saya sudah terbiasa mengikuti berbagai macam upacara adat dan tradisi di kampung halaman. Beberapa tradisi khas masyarakat Jawa seperti tingkeban, rasulan, gumbregan, hingga ruwatan, pernah saya ikuti.  Dari sekian banyak tradisi di Gunungkidul, mungkin upacara kematian lah yang kerap mengingatkan saya akan kenangan masa kecil.

Saat kerabat atau tetangga sekitar ada yang meninggal, saya dan teman-teman dusun biasanya akan menunggu pemberangkatan jenazah di perempatan jalan. Setelah melihat keranda atau peti jenazah keluar dari rumah, kami bersiap berebut sawur atau uang recehan yang disebar bersama beras kuning dan bunga sampai tempat pemakaman.

Mungkin kegiatan deruk duit recehan (mencari uang receh) setelah ada orang yang meninggal sudah tidak lakukan anak-anak generasi sekarang. Namun, sebagai bocah ingusan yang belum begitu thau tentang nilai-nilai moral kepantasan, kegiatan itu sungguh seru dan menantang.

Terlepas dari cerita masa kecil yang belum tau adab dan tata ktama itu, tradisi menyebar uang recehan saat pemberangkatan jenazah masih lestari di beberapa wilayah Gunungkidul. Konon, tradisi menyebar beras dan uang recehan dijadikan pertanda bahwa orang yang sudah meninggal tidak lagi membutuhkan hal-hal bersifat keduniawian. Selain itu, masih ada beberapa upacara kematian di Gunungkidul yang hingga kini masih lestari, di antaranya seperti berikut.

#1 Surtanah

Nyaris sama seperti pesta pernikahan, ketika ada keluarga yang meninggal, tuan rumah yang dibantu warga akan menyiapkan hidangan untuk upacara selametan yang bernama surtanah atau ngesur tanah (selamatan hari kematian). Mirip seperti kenduri pada umumnya, ada beberapa hidangan yang tersaji dalam upacara adat ini. Biasanya ada ketan, kolak, jenang, apem, serta makanan kesukaan almarhum atau almarhumah saat masih hidup.

Dalam tradisi masyarakat Jawa, upacara adat surtanah menandai bergesernya kehidupan fana ke alam baka. Hal ini juga dijadikan simbol bahwa manusia sejatinya dari tanah dan akan kembali ke tanah tanah. Upacara slametan ini kemudian akan berlanjut di hari berikutnya, mulai dari nelung dina (pasaran ke tiga), nyatus dina (seratus hari), hingga nyewu (seribu hari).

Biasanya warga akan mengatur dan membantu menyiapkan berbagai keperluan hidangan, mulai dari membeli bumbu dapur, menyiapkan kayu bakar, hingga memotong daging ayam atau kambing. Tidak hanya untuk kenduri, makanan tersebut nantinya juga akan dibagikan dan disantap bersama tetangga sekitar yang ikut membantu prosesi pemakaman.

#2 Tlusupan

Setelah upacara ngesur tanah selesai, jenazah yang sudah dimasukkan ke dalam keranda akan dibawa keluar rumah. Seorang modin kemudian akan membacakan riwayat hidup jenazah, usia, silsilah keluarga, dan memimpin doa. Selama modin memimpin upacara, biasanya anggota keluarga akan saling bergantian memegang payung kematian dan memikul keranda jenazah.

Baca Juga:

3 Tempat Wisata Gunungkidul yang Layak Dikunjungi Berkali-kali

Kasihan Solo, Selalu Dibandingkan dengan Jogja, padahal Perbandingannya Kerap Tidak Adil!

Selain itu, anggota keluarga yang terdiri dari suami atau istri, anak. cucu, sampai cicit, akan berjalan di bawah keranda atau peti jenazah sebanyak tiga kali. Tradisi yang bernama tlusupan atau brobosan ini sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada jenazah.

Tradisi memikul keranda dan tlusupan sering diartikan sebagai bentuk bakti terhadap jenazah. Dalam masyarakat Jawa, tlusupan juga kerap dikaitkan dengan pepatah mikul dhuwur mendhem jero. Hal berarti seseorang harus senantiasa menjunjung tinggi martabat orang tua dan menutupi semua aib yang dimilikinya.

#3 Pecah Kendi

Upacara pemberangkatan jenazah biasanya diawali dengan memecah kendi yang berisi air. Setelah dipecahkan, akan disusul dengan keberangkatan jenazah ke makam atau tempat penguburan. Selama pemberangkatan, ada beberapa orang yang akan menabur beragam jenis bunga, beras, dan uang recehan sepanjang jalan.

Dalam prosesi upacara kematian, kendi diartikan sebagai simbol keikhlasan keluarga melepas jenazah. Konon, memecah kendi juga perlu dilakukan agar roh jenazah tidak membawa sesuatu yang bersifat buruk pada anggota keluarga lain.

Sementara itu, menabur bunga dan beras dijadikan simbol atau sebagai bentuk permohonan keluarga untuk orang yang sudah meninggal agar dosa-dosanya diampuni oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Di sisi lain, menabur beras juga memiliki arti khusus bahwa orang yang sudah meninggal tidak membutuhkan lagi makanan.

#4 Menancapkan Gagar Mayang

Sama seperti prosesi pemakaman pada umumnya, setelah jenazah dimasukkan ke dalam liang lahat, modin akan mengumandangkan azan dan iqamah, khususnya bagi umat muslim. Setelah itu, modin juga akan membacakan telkin atau mendiktekan kata-kata tertentu agar ditirukan oleh jenazah.

Menurut Geertz dalam bukunya The Religion of Java (1983), tradisi membacakan talkin ini berkaitan dengan datangnya dua malaikat yang akan menanyakan perihal teologis kepada si mayat. Sehingga dapat diartikan bahwa talkin bertujuan mengingatkan roh orang yang sudah meninggal tersebut tentang pertanyaan-pertanyaan di dalam kubur.

Setelah dibacakan telkin, nantinya anggota keluarga terutama perempuan, akan mengawali proses penguburan dengan cara mengambil segenggam tanah, lalu dimasukkan ke dalam liang lahat. Biasanya, mereka akan melempar tanah sebanyak tiga kali.

Menimbun tanah dalam liang lahat sebanyak tiga kali ini memiliki makna mendem jero atau menutup aib orang yang sudah meninggal dunia. Selain itu, hal ini juga kerap dijadikan simbol perpisahan sebelum para tekziah meninggalkan makam.

Setelah proses menimbun tanah selesai, apabila yang meninggal adalah seorang remaja atau belum kawin, sesepuh dusun atau modin akan menancapkan gagar mayang (rangkaian bunga dari janur) pada sepotong pohon pisang. Hal ini dimaksudkan agar jenazah atau arwah orang yang meninggal dunia tidak mengganggu pemuda dan pemudi di kampung tersebut.

Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Intan Ekapratiwi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 6 Februari 2022 oleh

Tags: Gunungkidulupacara kematian
Jevi Adhi Nugraha

Jevi Adhi Nugraha

Lulusan S1 Ilmu Kesejahteraan Sosial UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berdomisili di Gunungkidul.

ArtikelTerkait

Sungai Oya, "Jalur Penghubung" Wonogiri, Gunungkidul, dan Bantul yang Jadi Surga para Pemburu Harta Karun

Sungai Oya, “Jalur Penghubung” Wonogiri, Gunungkidul, dan Bantul yang Jadi Surga para Pemburu Harta Karun

15 Mei 2025
Selamatan Orang Meninggal di Gunungkidul: Tradisi Baik yang Berubah Jadi Ajang Adu Gengsi

Selamatan Orang Meninggal di Gunungkidul: Tradisi Baik yang Berubah Jadi Ajang Adu Gengsi

1 Mei 2024
5 Warung Bakso Gunungkidul Paling Enak yang Sebaiknya Dicoba Terminal Mojok

5 Warung Bakso Gunungkidul Paling Enak yang Sebaiknya Dicoba

23 April 2022
City Branding dan Istilah Jogja Lantai Dua Patut Dipertanyakan

City Branding dan Istilah Jogja Lantai Dua yang Patut Dipertanyakan

16 Februari 2020
Kabupaten Wonogiri, Kabupaten dengan Jalan yang Amat Menantang dan Sulit Ditaklukkan, tapi Dibayar dengan Pemandangan yang Amat Menawan

Kabupaten Wonogiri, Kabupaten dengan Jalan yang Amat Menantang dan Sulit Ditaklukkan, tapi Dibayar dengan Pemandangan yang Amat Menawan

7 Juni 2025
3 Jalan di Jogja yang Tidak Boleh Dilewati Pengantin Baru Terminal Mojok

3 Jalan di Jogja yang Tidak Boleh Dilewati Pengantin Baru

24 Februari 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

16 Desember 2025
Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

16 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

18 Desember 2025
Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

15 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan
  • Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan
  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.