Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

4 Stereotip Orang Jawa Ketika Merantau ke Luar Pulau

Maria Kristi oleh Maria Kristi
20 Juli 2020
A A
4 Stereotip Orang Jawa Ketika Merantau ke Luar Pulau MOJOK.CO

4 Stereotip Orang Jawa Ketika Merantau ke Luar Pulau MOJOK.CO

Share on FacebookShare on Twitter

Ada saja stereotip orang Jawa atau keturunan Jawa yang merantau ke luar pulau. Ada yang positif dan ada yang kurang menyenangkan.

Suku Jawa adalah salah satu suku terbesar di Indonesia. Pada 2010, setidaknya 40,22% penduduk Indonesia berasal dari etnis Jawa.

Sebagai salah satu suku terbesar di Indonesia, menjadi Jawa tentu saja memberi privilese tersendiri. Bahkan di sebuah skoring iseng-iseng di Twitter tentang seberapa besar privilese yang kita miliki saat hidup di Indonesia, suku Jawa (dan Sunda) memiliki nilai terbesar yaitu +75, mengalahkan blasteran dengan kulit putih yang hanya diberi nilai +50.

Berikut ini beberapa stereotip yang saya hadapi saat harus merantau ke luar pulau.

#1 Dianggap pintar memasak

Terus terang stereotip ini membuat saya besar kepala. Saya yang sama sekali tidak bisa memasak dianggap pandai memasak. Mungkin hal ini pula yang membuat saya ditempatkan di sebuah desa yang sama sekali tidak memiliki warung penjual makanan matang.

Dengan tertatih-tatih dan bermodalkan resep yang saya tanyakan pada ibu via sms, saya berhasil membuat masakan pertama saya: sayur sop. Tetangga yang mencicipi mengatakan sop buatan saya enak sekali, padahal menurut saya biasa saja.

Entah karena tetangga saya termakan stereotip orang Jawa pintar memasak sehingga masakan saya terasa enak, entah memang sop buatan mereka tidak seenak buatan saya. Masih menjadi misteri sampai sekarang.

#2 Dianggap berprofesi pedagang

Ini yang paling sering terjadi. Suku Jawa di luar pulau Jawa agaknya banyak yang berprofesi sebagai pedagang. Paling tidak pedagang barang perlengkapan rumah tangga seperti kompor, panci, dan sebagainya. Saya juga kerap dikira penjual kosmetik (atau tukang kredit) yang berkeliling dari desa ke desa ketika naik angkutan umum.

Baca Juga:

Lalu Lintas Medan Terlalu Barbar untuk Perantau Asal Surabaya seperti Saya

Cerita Orang Malang Merantau ke Semarang, Nggak Cocok dengan Kulinernya dan Berakhir Makan Pecel Lele Hampir Tiap Hari

Oya, untuk orang yang berasal dari Indonesia timur, semua orang dari Jawa terlihat serupa. Mau suku Jawa, Sunda, atau Betawi, semua dianggap Jawa. Teman saya yang bersuku Betawi, suatu ketika datang terlambat ketika salat Idul Adha. Dia minta izin seorang ibu untuk salat di sebelahnya. Ibu itu mengizinkan dan di tengah-tengah salat masih sempat menanyakan apakah teman saya adalah penjual baju keliling. Kok ya sempat-sempatnya, Bu…

#3 Dianggap “murah”

Nah, ini stereotip orang Jawa yang kurang menyenangkan. Dianggap “murah”, bukan murahan, ya, beda.

Dulu, saya dan teman-teman bersuku Jawa lainnya sering dibercandai untuk diambil sebagai menantu (atau istri) karena menikahi wanita Jawa dianggap “murah”. Maksudnya, tidak perlu membayar mas kawin dalam jumlah besar. Wajar sih karena saya sering mendengar bahwa laki-laki perlu mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk biaya belis (Sumba), uang jujuran (Banjar), uang panai’ (Bugis), dan sinamot (Batak).

Untuk orang Jawa, memang ada yang namanya seserahan, tapi nilainya dianggap tidak sebesar beberapa jenis mas kawin yang saya sebutkan tadi. Mereka belum tahu saja kalau memenuhi syarat bobot-bibit-bebet dari para sesepuh tidak mudah.

Semakin tinggi pendidikan seorang wanita Jawa, semakin besar ekspektasi akan calon menantu. Bukan besaran mas kawinnya, tapi apakah sang calon mantu kelak mampu menghidupi anak perempuannya. Misalnya, apakah punya SK PNS?

#4 Dianggap (pasti) beragama Islam

Stereotip orang Jawa terakhir ini baru saya ketahui setelah menikah. Berulang kali saya ditanya apakah saya pindah agama karena menikahi suami saya, “Dulunya Islam, ya Mbak?”

Terus terang saya heran dengan pertanyaan ini karena nama saya sangat berbau kristiani dan nama inilah yang tercantum di semua ijazah dari TK sampai kuliah. Semuanya sebelum bertemu suami.

Seperti tiga stereotip orang Jawa sebelumnya, penjelasan saya tidak diterima begitu saja. Akhirnya saya mengalah, mungkin ini seperti orang Jawa yang menganggap semua orang Batak dan Manado itu pasti beragama Kristen, keturunan Arab pasti Islam, dan keturunan Tionghoa pasti Konghucu, Buddha, atau Kristen.

Inilah beberapa stereotip orang Jawa yang harus saya hadapi sebagai orang Jawa yang merantau (dan akhirnya tinggal) di luar pulau. Mungkin tidak semua orang bersuku Jawa mengalami hal yang sama. Bisa saja mereka diterima tanpa prasangka sama sekali, namun bisa juga mereka harus menghadapi stereotip lain yang belum saya tuliskan di sini.

BACA JUGA Teori Soal Kenapa Orang Sunda Tidak Menikah dengan Orang Jawa dan tulisan Maria Kristi Widhi Handayani lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 20 Juli 2020 oleh

Tags: merantauorang jawastereotip orang Jawasuku jawa
Maria Kristi

Maria Kristi

Ibu tiga orang anak. Pecinta kopi tapi harus pakai gula yang banyak.

ArtikelTerkait

4 Hal yang Perlu Diketahui sebelum Merantau ke Jepara

4 Hal yang Perlu Diketahui sebelum Merantau ke Jepara

27 Februari 2023
Culture Shock Mahasiswa Solo yang Merantau ke Jogja, Ternyata Biaya Hidupnya Lebih Mahal  Mojok.co politik jogja

Culture Shock Mahasiswa Solo yang Merantau ke Jogja, Ternyata Biaya Hidup Lebih Mahal 

27 Oktober 2023
culture shock merantau MOJOK.CO

Culture Shock Orang Cirebon yang Merantau ke Yogyakarta Diselamatkan oleh Magelangan Warmindo

8 Juli 2020
5 Alasan Cikarang Lebih Terkenal dari (Kabupaten) Bekasi Terminal Mojok UMK

4 Alasan Orang Bekasi Merantau padahal UMK-nya Besar

4 Desember 2022
11 Kosakata Sehari-hari yang Sebenarnya Berasal dari Bahasa Belanda Mojok.co

11 Kosakata Sehari-hari yang Sebenarnya Berasal dari Bahasa Belanda

20 Desember 2023
4 Alasan Orang Cimahi Terpaksa Ngaku Asli Bandung di Perantauan terminal mojok.co

4 Alasan Orang Cimahi Terpaksa Ngaku Asli Bandung di Perantauan

27 Januari 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Video Tukang Parkir Geledah Dasbor Motor di Parkiran Matos Malang Adalah Contoh Terbaik Betapa Problematik Profesi Ini parkir kampus tukang parkir resmi mawar preman pensiun tukang parkir kafe di malang surabaya, tukang parkir liar lahan parkir

Rebutan Lahan Parkir Itu Sama Tuanya dengan Umur Peradaban, dan Mungkin Akan Tetap Ada Hingga Kiamat

2 Desember 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
Indomaret Tidak Bunuh UMKM, tapi Parkir Liar dan Pungli (Pixabay)

Yang Membunuh UMKM Itu Bukan Indomaret atau Alfamart, Tapi Parkir Liar dan Pungli

6 Desember 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.