Kalau kamu membaca artikel ini, kemungkinan kamu adalah orang yang senang mencari tahu soal skincare. Dan kalau kamu adalah orang yang gemar membaca artikel dari dunia per-skincare-an, kemungkinan kamu familiar dengan sejumlah kepercayaan tentang skincare yang sudah lama beredar.
Ada banyak kepercayaan dalam dunia skincare yang telah lama bersarang di dalam kepala kita. Ada yang awalnya hanya mitos, entah bagaimana awalnya, tapi orang percaya banget sama informasi itu. Ada pula yang katanya berbasis riset. Namun, ternyata, riset itu diinterpretasikan secara tidak utuh dan keliru.
Saya, sebagai seorang skincare junkies, berbekal pengetahuan yang nggak banyak-banyak amat, ingin menyajikan empat kepercayaan dalam dunia skincare yang, meski sudah begitu umum di kultur kita, ternyata keliru.
#1 Skincare khusus cowok
Tahukah kamu, produk yang katanya diformulasikan spesial untuk cowok ini bisa ditemukan dengan mudah di minimarket terdekat. Biasanya, produk yang mudah ditemukan adalah sabun pencuci muka khusus cowok. Varian yang tersedia terbilang banyak. Tapi sebenarnya skincare khusus cowok itu beneran ada nggak sih?
Jawabannya ternyata nggak loh, saudara-saudariku. Secara umum, produk perawatan wajah sebenarnya tidak diformulasikan khusus untuk gender tertentu. Dalam hal ini, berarti cowok bisa banget untuk pakai skincare yang awalnya dipasarkan untuk cewek.
Bahkan ada kepercayaan baru yang beredar, bahwa sabun muka cowok yang packaging-nya biasa didominasi warna hitam, abu-abu, dan biru itu cuma strategi marketing. Makanya, kalian mungkin tidak pernah melihat produk lain, seperti serum, essence, dan lainnya yang dilabeli khusus cowok. Alasannya, memang, produk seperti serum, essence, dan pelembab kurang familiar buat cowok, sehingga nggak cukup menjual.
Apakah skincare cowok boleh dipakai cewek? Sejujurnya saya juga belum pernah coba. Tapi ketimbang coba-coba, saran saya sih lebih baik cari sabun cuci muka yang bener aja langsung. Sabun muka yang baik secara umum memiliki pH sekitar 5-6 dan tidak menyebabkan kulit kering atau perasaan ketarik.
#2 Menunggu produk skincare sepenuhnya meresap
Sebenarnya, hal ini sudah pernah saya bahas secara singkat di salah satu artikel saya tapi biar saya bahas lagi sedikit.
Saya pernah dengar salah seorang beauty influencer bilang kalau dia selalu menunggu skincare yang dia aplikasikan untuk meresap sempurna sebelum lanjut ke produk berikutnya. Alasannya adalah supaya “kulitnya bisa memakan skincare” secara maksimal. Dulu saya juga sempat percaya mitos ini, belakangan saya baru tahu kalau anggapan ini salah.
Skincare tidak bekerja dalam hitungan detik bahkan menit, melainkan berminggu-minggu. Jadi, menunggunya sampai “terserap sempurna” selama semenit tidak membuat kerjanya lebih baik. Malah, akan lebih baik kalau diaplikasikan segera sehingga jeda antara satu produk dengan produk yang lain tidak terlalu lama.
Produk seperti toner, ampoule, essence, dan serum selalu mengandung hydrator atau bahan yang menghidrasi kulit kita, bisa berupa kandungan glycerin, allantoin dan lain sebagainya. Setelah kita memasukkan hydrator ke kulit, tugas kita adalah menjaga supaya hydrator itu tidak segera menguap lagi, makanya kita harus bekerja cepat dan “menutup” jalur keluar hydrator dengan mengaplikasikan moisturizer atau pelembab. Maka dari itu, jangan menunggu terlalu lama ya.
#3 Paraben itu selalu buruk
Bisa jadi, anggapan nomor tiga ini adalah yang paling umum dan paling banyak yang dipercaya. Saking dipercayanya, orang-orang akhirnya banyak yang mengganti produk yang bisa mereka gunakan dengan produk lain yang natural.
Label “no paraben” pada beberapa produk malah dijadikan bahan marketing. Seolah-olah, “Skincare saya lebih baik karena tanpa paraben,” padahal nyatanya tidak begitu.
Paraben itu buruk? Iya, tapi dalam kadar tertentu. Kandungan paraben itu sedikit sekali. Terlalu sedikit untuk disebut toxic ingredient. Lagi pula, gampangnya, skincare ber-paraben yang dijual di pasaran sudah melewati BPOM, jadi harusnya tergolong aman. Silakan bandingkan dengan produk dengan merkuri yang sekarang sudah dilarang oleh BPOM.
Selain itu, paraben sebenarnya adalah bahan yang dibutuhkan. Paraben berfungsi sebagai pengawet yang menjaga agar bakteri atau kuman tidak merusak kandungan. Kalau skincaremu tidak ada parabennya, justru kamu harus cari tau bagaimana produk itu bisa bertahan dalam waktu yang lama tanpa terganggu bakteri? Apakah packaging-nya dibuat sedemikian rupa sehingga bakteri tidak akan masuk?
#4 DIY dari dapur lebih baik
Waktu awal-awal menderita jerawat parah, air perasan jeruk lemon dan bawang putih adalah teman baik saya. Sampai akhirnya saya tahu kalau mereka adalah teman yang suka menusuk dari belakang.
Banyak orang tergiur oleh iming-iming “Buat sendiri aja, lebih terpercaya. Udah gitu murah lagi.” Percayalah, anggapan itu salah banget.
Mungkin kamu berpikir, kalau kandungan skincaremu ada lemonnya, apa nggak lebih baik kamu pakai lemon utuh aja untuk nyembuhin jerawat? Jawabannya tidak. Lemon, jeruk atau apa pun itu yang ada dalam skincare sudah diformulasikan sedemikian rupa supaya aman buat kulitmu. Lemon utuh yang mentah itu punya pH yang terlalu asam dan kalau kena kulitmu justru bisa menimbulkan iritasi parah.
Kuncinya ada di penelitian. Bahan dapur yang digunakan sudah melewati penelitian serius agar cocok dan tidak malah menimbulkan efek aneh-aneh ke kulitmu. Jadi jangan lagi aplikasikan jeruk nipis atau lemon mentah langsung ke jerawatmu. Meski begitu, memang ada beberapa bahan dapur yang bisa dipakai sebagai DIY, seperti madu asli mentah yang bisa kamu gunakan sebagai masker.
Nah itu tadi empat kepercayaan dalam dunia skincare yang meski sudah dipercaya oleh banyak orang selama bertahun-tahun ternyata keliru. Semoga dengan begini kita bisa semakin terjauhkan dari mitos-mitos serupa yang bukannya bermanfaat malah jadi memperburuk kondisi kulit kita!
BACA JUGA 4 Kesalahan Skincare Routine Para Selebgram dan YouTuber yang Harus Segera Dihentikan dan tulisan Devia Anggraini lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.