Satu hal yang menjadi momok dari sebagian besar anak laki-laki di Indonesia adalah sunat. Nggak momok amat, sih. Ini seperti love-hate relationship, gitu. Kalau sunat, nanti dapat uang dan bisa dibelikan macam-macam. Tapi, ya, rasa sakitnya itu yang kadang bikin anak-anak takut dan ngeri bukan main. Percayalah, sebagai orang yang pernah merasakan, saat biusnya hilang bagian selangkangan saya mati rasa saking sakitnya.
Soal menghadapi rasa sakit itu, kadang-kadang orang tua kita dan paman/bibi kita mesti berbohong agar kita nggak takut. Bohongnya itu macam-macam, tapi yang jelas agar supaya kita tidak merasa sakit saat dibius, lalu disunat oleh mantrinya. Sebagai orang yang pernah merasakan kebohongan tersebut, dan mungkin mewakili perasaan orang-orang yang pernah sunat, inilah kebohongan orang tua saat kita sedang sunat.
Kebohongan pertama, rasanya kaya digigit semut
Wadawww, ini kebohongan yang paling sering didapat atau disampaikan oleh para orang tua. Analogi sama dengan digigit semut ini entah kenapa manjur. Mungkin karena si anak masih polos, dan tentu saja karena minim pengalaman. Berkali-kali dulu saat saya tanya sunat itu sakit atau tidak, dijawabnya kebanyakan mesti begini.
Iya, sebenarnya benar juga kalau sunat itu seperti digigit semut. Tapi, digigit semutnya ratusan dan kebanyakan itu semut rangrang yang suka di pohon besar. Hadehhh, kacau juga. Saya tertipu dengan analogi aneh ini, wqwqwq.
Kebohongan kedua, rasanya kek dicubit
Satu lagi kebohongan yang pernah saya percayai, kalau disunat itu rasanya kaya dicubit. Sudah dijawab begitu, kadang-kadang dipraktekin juga bagaimana rasa sakit cubitnya. Yang saya rasakan saat dicubit nggak terlalu sakit, sih. Tapi, saya agak ragu waktu itu. Apa benar kalau rasanya seperti dicubit. Sisi polos saya mendorong percaya, tapi sisi realistis saya juga mendorong untuk tidak percaya.
Soalnya, saya tahu bermacam-macam cubit dan banyak cubitan yang sangat sakit sampai bisa bikin biru memar. Jangan-jangan, malah seperti itu? Saya malah tetap membandingkan dengan cubitnya, saking berusaha realistis. Ada-ada saja alasan dan pikiran polos saya waktu itu.
Kebohongan ketiga, ditinggal merem, langsung selesai
Kalau yang satu ini entah kenapa kok bisa terpikir, ya? Apakah demi menenangkan si anak yang hendak disunat, mau dengan cara apapun, dilakukannya salah satu kebohongan macam ini. Sampai-sampai, konsep waktu pun dilabrak. Ada-ada saja memang, tapi kenyataannya saya juga pernah merasakan. Dulu yang bilang begini kalau tidak salah bude saya, saat saya tanya kira-kira lama atau tidaknya sunat saya.
Agak menenangkan sih, tapi saat sudah dilakukan prakteknya saya justru sedikit kecewa sebab ternyata lama bangettt. Ya Allah, kenapa saat itu saya percaya saja, cuman ncuss ncuss ncuss, sret sret sret. Ada-ada saja pikiran polosku saat itu, hashhh.
Kebohongan keempat, kalau sudah sunat, tandanya sudah dewasa
Padahal, dalam agama Islam tanda orang sudah mulai dewasa adalah akil baligh. Saya sih nggak terlalu diomongin begini, tapi ada beberapa teman yang saat saya tanya saat disunat diimingi apa eh dia jawab katanya diimingi ‘kedewasaan’. Jiii, iming-iming macam apa itu!???
Dewasa atau tidaknya seseorang kan lagi-lagi itu masalah sikap dan sifat orang tersebut, bukan masalah kulit penis yang dipotong. Kalau semisalnya masalah dewasa standarisasinya adalah kulit penis, kasihan juga para bule-bule. Mereka nggak disunat, dan masih belum dewasa sampai sekarang wqwqwq~
Lagipula, sunat kan masalah kesehatan dan perintah agama. Kenapa jadi ke dewasa, dah?
Ya, saya sebenarnya tahu orang tua juga berbohong macam-macam kaya gitu juga bukan bermaksud jahat. Saya percaya itu, kok. Sebab, ibu saya sendiri saja mengurus saya dari sebelum sunat sampai saya sunat. Penis saya dikipasi, diganti perban dan diolesi alkohol saat diganti. Kalau sekarang diingat, malu juga ya kemaluan sendiri diurus ibu, huhuhu. Tapi, ya, sebenarnya dibohongi tak apa juga. Asal, ya dapat playstation~
BACA JUGA 30 September Sebaiknya Jadi Hari Libur Nasional dan tulisan Nasrulloh Alif Suherman lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.