Awal Agustus 2022, saya pernah menulis kalau khazanah musik saya semasa sekolah itu sangat sempit. Saya hanya mendengarkan lagu dari penyanyi yang itu-itu saja. Yah, kalau sekarang, kamu bisa menganggapnya sebagai kebiasaan mendengarkan lagu lawas Indonesia. Untungnya, sekarang, sudah mendingan.
Ada beberapa sebab kenapa perbendaharaan lagu lawas Indonesia saya nggak banyak. Salah satunya, setiap kali mendengar lagu dalam bahasa yang saya pahami, alih-alih menikmati musiknya, nggak jarang saya malah jadi terlalu memikirkan liriknya dan berakhir capek sendiri.
Nah, kalau buat saya, ada 3 lagu yang kalau liriknya disimak secara serius, saya malah jadi bingung sendiri. Inilah dia:
#1 Nidji, Akhir Cinta Abadi (2007)
Lirik dari lagu “Akhir Cinta Abadi” ini selalu sukses bikin saya bingung. Saya mencoba mengingat tujuan Nidji menulis lagu ini. Kalau tidak salah, Nidji mendedikasikan “Akhir Cinta Abadi” untuk ayah dari beberapa personel mereka yang sudah meninggal.
Berikut penggalan lirik dari salah satu lagu lawas Indonesia yang bikin saya bingung kepikiran sekarang:
Akankah kau melihatku saat ‘ku jauh
Akankah kau merasakan kehilanganku
Jiwaku yang telah mati bukan cintaku
Janjiku selalu abadi hanya milikmu
Aku pergi dan takkan kembali
Akhir dari cinta yang abadi
Sejak kali pertama mendengar lagu lawas Indonesia ini, saya langsung heran. Saya langsung kepikiran bahkan sejak membaca judulnya. Kenapa sesuatu yang abadi menemui akhirnya? Bukankah hal itu saling bertentangan? Katanya abadi, kok, berakhir? Sebelumnya, si Aku bilang yang sudah mati adalah jiwanya, tapi cintanya tidak. Lha kok sebait kemudian menyatakan cintanya yang abadi tadi itu berakhir. Maunya apa….
Mungkin, waktu itu saya nggak berhasil memahaminya karena masih SD. Namun, pas sudah sebesar sekarang, kok ya juga belum ketemu jawabannya, sih.
#2 D’Masiv, Cinta Ini Membunuhku (2008)
Ternyata yang membunuh itu bukan merokok, tapi cinta. Aduh, maafkan komedi dari saya ini.
Berikut lirik intro lagu lawas Indonesia yang bikin saya gemas:
Kau membuatku berantakan
Kau membuatku tak karuan
Kau membuatku tak berdaya
Kau menolakku, acuhkan diriku
Lirik ini sangat mengandung pertentangan. Katanya si Dia bikin berantakan, nggak keruan, dan nggak berdaya. Tapi, yang menulis lirik ini pakai kata “acuh” di bagian lirik: “Kau menolakku, acuhkan diriku.” Lho, niatnya menolak kok malah peduli dan mengindahkan?
Apakah Rian, vokalis sekaligus yang menulis lirik lagu ini nggak paham arti acuh? Menurut KBBI, kata acuh itu punya arti ‘peduli’. Kan lagu lawas Indonesia ini jadi susah dipahami maksudnya. Saya jadi khawatir Uda Ivan Lanin tiba-tiba tersedak kopi waktu mendengarkan lirik ini.
#3 Agnes Monica, Matahariku (2008)
Saya jadi menaruh curiga kalau Rian D’Masiv itu menulis lirik “Cinta Ini Membunuhku” barengan sama Agnes Monica waktu nulis “Matahariku”. Eh, yang menulis liriknya itu Agnes bukan, sih? Yah, terlepas dari fakta itu, kedua lagu ini kayak janjian untuk sama-sama menghadirkan kontradiksi.
Liriknya kayak gini:
Berjuta warna pelangi di dalam hati
Sejenak luluh bergeming menjauh pergi
Tak ada lagi cahaya suci
Semua nada beranjak aku terdiam sepi
Menurut KBBI, kata bergeming itu bermakna ‘tidak bergerak sedikit juga’ atau ‘diam saja’. Namun, oleh entah siapa yang menulis lirik, kata bergeming disandingkan dengan frasa “menjauh pergi”.
Apakah si penulis lagu memang sengaja? Ya kalau kamu mau mencoba memahaminya kayak gini bisa sih: “Warna pelangi di dalam hati itu luluh. Lalu setelah luluh, warna-warni pelangi tadi diam dulu. Baru deh setelah diam, berjuta warna pelangi tadi pergi dari hati.” Lebih masuk akal? Kecuali memang yang dimaksud adalah “sekejap luluh tak bergeming, menjauh pergi”. Lain, deh.
Selingkungnya penulis lirik?
Saya nggak bermaksud jadi manusia dogmatis yang apa-apa harus baku sesuai EYD. Bahkan di tulisan ini saya nggak menyoal lirik lagu yang mengandung lema nggak baku seperti nafas disebut napas, atau embus dinyanyikan sebagai hembus. Saya menganggap itu “selingkung penulis lirik”.
Benar, bahasa di lagu lawas Indonesia ini nggak kaku dan yang penting dapat tersampaikan. Hanya, jika memang arti sebaliknya yang dimaksud, ini agak fatal. Bagaimana mau dipahami dan pesannya dapat sampai, jika kode yang dikirim bertolak belakang. Jadi gagal emosional saat menikmati lagunya.
Mungkin, problematika seperti ini kini bisa diminimalisasi karena KBBI sudah bisa diakses daring. Namun, saran saya untuk penulis lagu, nulisnya pas malam saja. Kalau siang, KBBI daring sering ngadat.
Penulis: Annisa Rakhmadini
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Kenapa sih Kangen Band Suka Pakai Kata Bintang pada Lirik Lagunya?