Bagi orang-orang yang sudah terbiasa naik motor di jalan raya, berpapasan dengan kendaraan besar bukanlah suatu hal baru. Kadang, ada momen di mana kita mau nggak mau harus berada di belakang bus. Saat kondisi itu terjadi, rasanya seperti ada banyak kerisauan yang membuat kita ingin cepat-cepat menghindar. Entah karena sedang terburu-buru, atau karena takut mengalami kejadian yang kurang mengenakkan.
Ditambah lagi kita sering mendengar dan melihat banyak peringatan tentang pentingnya jaga jarak dengan kendaran-kendaraan besar di depan kita. Selain untuk keamanan dan keselamatan, saya rasa peringatan jaga jarak tersebut juga membuat kita waspada terhadap hal-hal tak terduga lainnya.
Hal-hal tak terduga ini nyatanya nggak hanya berarti mengancam keselamatan, tapi juga menguji kesabaran dan emosi. Kenapa begitu? Karena kalau naik motor di belakang bus adalah aktivitas yang menyenangkan, nggak mungkin dong para pemotor di belakangnya selalu menunjukkan gelagat ingin kabur—baik dengan cara mengurangi kecepatan, melipir, atau—kalau punya nyali—malah memilih ngebut meski helmnya sampai oglak-aglik terkena angin.
Pokoknya, naik motor di belakang bus adalah momen yang sangat menakutkan. Saking menegangkannya, saya sampai kepikiran untuk merangkumnya menjadi beberapa poin.
#1 Terpapar “limbah”
Gara-gara video tentang “kotoran” bus yang sempat viral di TikTok beberapa waktu lalu, saya jadi sulit ber-positive thinking pada setiap bus yang melaju di depan saya. Kini, tiap kali berdekatan dengan bus, saya langsung mencari-cari di mana letak saluran pembuangannya. Tujuannya hanya satu, supaya saya bisa mengatur jarak aman kalau harus berada di belakangnya.
Iya, sih, air-air yang terhempas dari bawah bus itu nggak selalu limbah manusia (bisa saja tetesan air AC). Tapi, dengan pikiran saya yang telanjur parno, sulit rasanya untuk bersikap biasa saja terhadap hal-hal mencurigakan. Oleh sebab itu, daripada menerka-nerka sesuatu yang nggak pasti, lebih baik cepat-cepat menjaga jarak, kan?
#2 Terkena semburan knalpot
Kadang saat lengah, bus yang ada di depan kita juga bisa mengeluarkan asap knalpot secara tiba-tiba. Kalau asapnya normal dan nggak terlalu mengganggu sih aman, ya. Yang jadi masalah itu kalau asapnya tebal, menggumpal, kotor, lalu mengarah ke wajah kita. Hiiiiii!
Bayangkan kalau kejadian apes itu menimpa saat kita baru saja keluar dari klinik perawatan kulit. Baru juga beberapa menit glowing, eh, sudah jadi upik abu lagi.
Asap knalpot yang nggak ada akhlak itu tentunya sangat menguji kesabaran dan mental para pengendara motor (yang bahkan belum sempat menutup kaca helmnya). FYI, nggak semua kaca helm bisa berfungsi dengan baik, ya. Ada yang sulit ditutup, ada juga yang buram sampai harus selalu dibuka. Intinya, nggak ada satu pun pemotor yang siap kena sembur asap knalpot.
#3 Merasa terintimidasi
Saya kira semua orang juga merasa waswas saat berada di belakang sebuah kendaraan yang lebar dan tingginya bisa menutupi keadaan di depan jalan. Terhalang bus rasanya seperti mempertaruhkan nyawa, sebab mau nggak mau kita jadi harus memercayakan penglihatan kita pada supir bus yang skill menyetirnya sering kali bikin sport jantung alias sedikit-sedikit ngegas, sedikit-sedikit ngerem. Kalau sudah begini, kita hanya bisa pasrah sampai mendapat kesempatan untuk merebut sisi kanan dan menyalip bus tersebut dengan kecepatan ala Valentino Rossi.
Di dalam penantian dan kepasrahan itu, saya sering berandai-andai bisa menggunakan cheat seperti Carl Johnson di game GTA San Andreas. Iya, cheat supaya kendaraan yang saya gunakan bisa terbang melewati bus. Kan lumayan, saya jadi nggak perlu bermacet-macetan lagi. Sayangnya, itu hanya imajinasi yang seketika buyar saat bus di depan saya menyemburkan asap knalpot. Hiks.
Naik motor di jalan raya memang keras, Bestie. Walaupun kita nggak sedang lomba cerdas cermat matematika, namun beriringan dengan bus rasanya seperti sedang bersaing dengan lawan yang kemampuan berhitungnya melebihi Jerome Polin. Artinya, daripada harus sia-sia membahayakan keselamatan, lebih baik mengalah dan menjaga jarak saja, ya.
Penulis: Farahiah Almas Madarina
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 3 Hal yang Tak Boleh Dilakukan Pengemudi Suzuki Karimun.