Pernikahan di Indonesia dan Jepang memiliki tata cara dan tradisi yang berbeda. Lantaran berbeda, orang Jepang yang datang ke acara pernikahan orang Indonesia biasanya bakal kaget sekaligus terheran-heran. Walau demikian, mereka tetap menghormati dan mengikuti acara pernikahan yang diselenggarakan.
Nah, dari hasil tanya-tanya ke beberapa teman yang merupakan orang Jepang, saya mengumpulkan beberapa tradisi pernikahan orang Indonesia yang bikin orang Jepang heran. Kira-kira apa saja, ya?
#1 Akad dan resepsi nikah bisa diadakan di rumah
Di desa atau kampung, akad dan resepsi pernikahan umumnya dilakukan di rumah. Meski kadang mengganggu jalan umum atau numpang di halaman tetangga, acara pernikahan bisa berlangsung dengan khidmat di rumah salah satu mempelai.
Sementara di Jepang, hal ini nggak bisa terjadi, kecuali orang Jepang yang hendak menikah tersebut memiliki rumah yang luas dan bisa menampung tamu sekitar 60 hingga 100 orang. Sudah tahu kan kalau rumah orang Jepang kebanyakan mungil? Coba bayangkan ada resepsi pernikahan di rumah Nobita. Agak susah, kan?
#2 Gotong royong bersama tetangga
Tradisi pernikahan orang Indonesia yang kedua ini rupanya cukup bikin kaget beberapa teman Jepang saya. Pernikahan di Jepang rata-rata diatur oleh pihak wedding organizer (WO) tanpa sedikit pun melibatkan tetangga sekitar rumah.
Sebenarnya di Indonesia juga sudah banyak pasangan pengantin yang memanfaatkan jasa WO, namun di beberapa daerah, meminta tolong kepada tetangga dan orang penting di kampung sudah jadi kebiasaan yang tak bisa dihindari. Biasanya akan ada pembentukan “panitia pernikahan” sebelum hari H dan pembagian tugas ala-ala WO. Panitia pernikahan ini umumnya nggak dibayar uang, lho. Namanya juga asas gotong royong dan saling menolong antar-tetangga.
#3 Nyumbang dan ulih-ulih sebelum hari H pernikahan
Acara pernikahan di Indonesia biasanya nggak cukup hanya sehari pas hari H. Di desa saya misalnya, tiga hari sebelum pernikahan, orang yang memiliki hajat sudah “membuka” pintu untuk menerima tamu yang “nyumbang”. Jangan lupa juga ada tradisi ulih-ulih untuk para tamu yang nyumbang, biasanya berupa makanan siap santap. Di beberapa desa bahkan ada yang ditambah bahan makanan mentah juga, lho.
Sementara menurut teman saya di Jepang, orang Jepang umumnya mengadakan acara pernikahan ya cuma pas hari H. Bisa tekor katanya kalau terlalu lama.
#4 Ada acara di tempat kedua mempelai
Dalam tradisi pernikahan adat Jawa, biasanya akad nikah dan resepsi dilakukan di tempat mempelai perempuan. Pihak keluarga laki-laki biasanya akan menyelenggarakan acara ngunduh mantu setelahnya. Nggak usah tanya berapa biayanya dan gimana pembagian modal nikahnya, ya. Yang jelas butuh biaya banyak.
Sementara di Jepang, umumnya acara pernikahan diselenggarakan di satu tempat dan modal nikah ditanggung bersama oleh kedua mempelai. Kadang ada juga sih calon pengantin yang dibantu biaya oleh orang tua.
#5 Piring terbang atau prasmanan
Penyajian makanan di acara pernikahan orang Indonesia biasanya prasmanan, artinya tamu mengambil sendiri menu makanan yang telah disediakan. Namun di beberapa daerah, masih ada tradisi “piring terbang” di mana piring makanan akan diantar oleh petugas (biasanya anak muda karang taruna yang disebut sinom).
Baca halaman selanjutnya
Di Jepang, makanan biasanya sudah tertata rapi di meja masing-masing tamu…
Sementara di Jepang, makanan biasanya sudah tertata rapi di meja masing-masing tamu. Kalau ada tambahan menu, biasanya akan ada petugas yang mengantarkannya atau bisa juga tamu mengambilnya sendiri.
#6 Suvenir pernikahan yang nggak wajib
Tradisi pernikahan yang berbeda selanjutnya adalah perihal suvenir. Suvenir pernikahan biasanya disiapkan kedua mempelai untuk dibagikan pada para tamu undangan. Kalau di desa, suvenir ini nggak wajib disiapkan, sih. Kalaupun disiapkan, biasanya suvenirnya berupa barang simple yang harganya nggak terlalu mahal, misalnya kayak gantungan kunci, kipas, dll.
Sementara di Jepang, suvenir ini wajib ada dan seolah sudah ditentukan. Biasanya yang diberikan pada tamu benda-benda yang harganya nggak murah seperti set alat makan, alat minum sake, dll
#7 Tamunya banyak
Acara pernikahan di Indonesia umumnya dihadiri banyak tamu undangan. Sebagian besar tamu yang diundang biasanya adalah tamu orang tua yang kadang nggak dikenal kedua mempelai. Kalau ada seribu tamu undangan, mungkin teman kedua mempelai sekitar 20%-nya saja. Itu pun sudah cukup banyak, lho. Jangan bayangkan gimana capeknya salaman, ya.
Nah, acara pernikahan di Jepang justru kebalikannya. Di sana, tamu yang diundang sekitar 60 orang saja. Tamu-tamu ini adalah saudara dan orang yang benar-benar akrab dengan kedua mempelai. Jadi, acaranya lebih akrab, khidmat, dan intim.
#8 Pengantin ganti baju dan riasannya tebal
Untuk poin ini sebenarnya merujuk pada tradisi adat, sih, ya. Beda suku, beda pula baju adat pengantinnya. Ada baju pengantin yang kelihatan berat dan ribet, ada juga yang simple. Tapi umumnya di hari H pengantin bisa berganti baju minimal dua kali. Meski sekarang banyak mempelai yang memakai baju pengantin modern, riasannya masih terhitung tebal, lho. Setuju nggak?
Sementara di meski ada baju tradisi Shinto yang juga berlapis-lapis dengan riasan tebal, orang Jepang sekarang banyak yang memilih menikah dengan baju pengantin ala barat yang jauh lebih simple dengan riasan tipis.
#9 Bridesmaid yang berseragam
Sekarang ini banyak orang Indonesia yang menyediakan seragam untuk bridesmaid atau pengiring pengantin. Umumnya pengantin memberikan bahan kain untuk dibuatkan seragam atau menyewakan baju untuk bridesmaid.
Sementara di Jepang nggak mengenal seragam untuk bridesmaid. Bahkan suami istri dalam satu keluarga pun jarang ada yang pakai sarimbit alias seragaman, kok.
#10 Ada orang jualan balon gas dan mainan
Poin terakhir ini bukan tradisi sih, ya. Tapi ini cukup unik karena teman Jepang saya beneran kaget dong ketika melihat acara pernikahan di desa yang ada penjual balon gas dan mainan. Sebenarnya kalau di kota kebiasaan kayak gini nggak ada ya, tapi di desa saya masih sering dijumpai. Tahu kan siapa target penjual balon dan mainan ini? Ya siapa lagi kalau bukan bocil yang diajak orang tuanya kondangan. Hahaha.
Menurut teman saya yang orang Jepang asli, penjual kayak gini nggak ada di acara pernikahan sana. Selain karena acara penikahannya tertutup dan intip, pedagang kaki lima dianggap mengganggu ketertiban umum. Siap-siap saja dipolisikan kalau di sana. Waduh.
Meski sedikit kaget dan heran dengan tradisi pernikahan orang Indonesia di atas, teman saya yang orang Jepang bilang dia tetap bisa menikmati makanan di acara pernikahan sini, kok. Soalnya makanannya lumayan beragam dan enak-enak.
Penulis: Primasari N Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Tradisi Nyumbang dan Perihal Acara Pernikahan di Jepang