MOJOK.CO – Masalah anggaran, sepertinya cawapres yang juga pengusaha ini memang cermat betul. Kali ini Sandiaga mengusulkan debat pilpres yang biasanya dilaksanakan sebanyak 5 kali, lebih baik dikaji ulang. Siapa tahu bisa hemat anggaran.
Setelah sebelumnya kubunya mengusulkan supaya debat capres-cawapres akan lebih baik jika dilakukan dengan menggunakan bahasa Inggris, kali ini Sandiaga Uno meminta mengkaji ulang debat capres-cawapresnya yang rencananya akan digelar 5 kali seperti proses Pemilu tahun 2014 lalu. Menurutnya, jumlah debat ini perlu dikaji agar dapat menghemat anggaran.
Padahal, debat sebanyak 5 kali ini tentu bukan tanpa alasan atau asal-asalan. Aturan ini mengacu pada peraturan KPU Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu, debat akan digelar 5 kali dengan ketentuan: dua kali debat antarcapres, satu kali antarcawapres, dan dua kali debat lengkat capres-cawapres.
Ketua KPU, Arief Budiman mengungkapkan, meski kampanye telah dimulai pada tanggal 23 September 2018, namun Arief memperkirakan debat tidak akan digelar pada tahun ini. Kemungkinan, debat akan digelar satu kali pada Januari, satu kali pada Februari, satu kali pada Maret, serta dua kali pada April.
Sandiaga menilai, KPU perlu meninjau ulang jumlah pelaksanaan debat tersebut serta kegaitan seremonial lainnya yang terkait Pilpres 2019. Usulan ini untuk tujuan yang sangat mulia, yakni menghemat anggaran.
Menurut pengalamannya ketika mengikuti debat saat Pilkada DKI 2017 lalu, ia menganggap bahwa kegiatan semacam debat perlu adanya evaluasi.
Ia mengungkapkan, saat debat Pilkada DKI ketika itu, ia merasa kurang nyaman dengan adanya saling adu dan saling provokasi. Selain itu, ketika itu Sandiaga juga merasa diganggu oleh beberapa simpatisan yang menghalang-halang timer. Hal ini tentu perlu dievaluasi.
Menurut Sandiaga, acara yang memicu perdebatan seperti itu tidak seharusnya dilaksanakan sebanyak lima kali. Bukankah akan lebih baik jika diganti dengan acara seperti seminar. Sehingga tidak perlu saling berhadap-hadapan, saling gontok-gontokan, saling mengerahkan, dan mobilisasi pendukung. Toh biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit.
Apalagi jika melihat ekonomi saat ini yang kurang baik, lapangan kerja juga sulit diperoleh, plus anggaran belanja pemerintah sekarang yang terkendala dengan utang yang tidak sedikit. Menurut Sandiaga, alangkah lebih baik jika acara semacam itu dikurangi supaya tidak menambah beban Pemerintah.
Sandiaga juga menambahkan, bahwa ia telah membicarakan usulannya tersebut kepada Jokowi. Ia pun meyakini bahwa Jokowi juga sepakat untuk melakukan penghematan terhadap kegiatan yang tidak terlalu esensial.
Sementara itu, materi debat sendiri merupakan visi nasional sebagaimana yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
- melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
- memajukan kesejahteraan umum;
- mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
- ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Jadi Pak Sandiaga, maksudnya acara yang kurang esensial itu yang bagaimana? Bukankah debat ini justru akan memberikan manfaat bagi masyarakat sebagai panduan untuk memilih siapa yang layak untuk memimpin? Untuk melihat kualitasnya, atau setidaknya memberikan gambaran umum tentang visi, misi, dan program kerja paslon (pasangan calon).
Kalau memang Bapak tidak ingin dengan adanya debat ini justru memecah belah bangsa, ya sudah, ketika debat tidak perlu lah saling mengejek satu sama lain atau saling menyalahkan gagasan lawan. Akan lebih menyenangkan jika debat tersebut justru saling mendukung gagasan lawan jika memang gagasan tersebut layak untuk didukung. Bahkan di akhir bisa dikatakan, “Wah, gagasan Anda hebat sekali. Jika nanti saya terpilih, ide tersebut mungkin dapat menjadi bahan pertimbangan untuk program-program kami.”
Bukan untuk menyontek, Pak, namun ini untuk membantu memberikan solusi bagi siapa saja yang terpilih nanti. Nggak capek apa, cari mana yang terbaik melulu, siapa tahu memang semuanya sama-sama terbaik di bidangnya masing-masing.
Nah, kalau misalnya jumlah debat itu dikurangi, maka penilaian publik untuk melihat kekonsistenan yang diucapkan oleh para paslon juga akan berkurang. Lalu, bagaimana kita bisa menilai reliabilitas dan validitasnya, Pak? Eaaak~ (A/L)