MOJOK.CO – PA 212 berencana akan mengumpulkan ulama-ulama di seluruh Indonesia membahas capres untuk Pilpres 2019 esok. Muhammadiyah dan NU kompak merasa tidak terlibat.
Setelah Persaudaraan Alumni (PA) 212 memproklamirkan akan menenggelamkan suara PDIP berikut memutus hubungan koalisi partai yang mendukung Presiden Jokowi, muncul agenda Musyawarah Ulama untuk membahas calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 esok.
Menurut Slamet Maarif, rencananya PA 212 akan mengundang ulama-ulama dari luar Majelis Mujahidin Indonesia (MII) juga. Acara ini direncanakan akan diselenggarakan pada 5-9 Agustus 2018. Sebelumnya, Ustaz Arifin Ilham memaparkan bahwa salah satu agenda yang akan dibahas adalah mengenai siapa capres sesuai dengan fatwa ulama. Disebutkan juga ulama dari seluruh Indonesia akan hadir dalam acara tersebut.
Menanggapi hal itu Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah tidak mau mencampuri urusan musyawarah ulama tersebut. Menurut Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad, urusan politik bukan bidang yang mau dimasuki oleh Muhammadiyah.
“Kalau seperti itu (pembahasan capres) tampaknya tidak akan Muhammadiyah ya, tampaknya kebijakan Pak Ketum tapi kalau menurut saya, saya pribadi, kalau memang itu ranahnya, itu seperti politik,” kata Dadang Kahmad seperti diberitakan detik.com.
Sepengetahuan Dadang, Muhammadiyah juga merasa tidak dilibatkan dalam agenda tersebut. Apalagi Muhammadiyah tidak mau mencampuri urusan politik. “Menurut saya itu kan garapannya parpol, kita menyerahkan sepenuhnya kepada anggota, mau seperti apa, tidak ada mengarahkan kepada seseorang,” katanya.
Muhammadiyah yang memang cenderung lebih sibuk mengurusi keagamaan dan kebangsaan, tidak ambil pusing jika memang ada anggota yang mau ikut. Satu hal yang pasti, jamaah Muhammadiyah yang ikut tidak akan dilarang, meski jelas hal itu tidak bisa jadi gambaran acara tersebut didukung oleh Muhammadiyah.
Seirama dengan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) pun belum tahu-menahu soal agenda Musyawarah Ulama yang akan membahas Pilpres 2019. Hal ini muncul dari Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Marsudi Syuhud.
Menurut Marsudi, ada sedikit perbedaan mengenai tanggapan terhadap Pilpres 2019. Jika PA 212 dan MMI perlu mengadakan acara musyawarah kelas nasional, maka PBNU cukup mendengar rekomendasi kiai-kiai saja.
“Ya bagi mereka mau ngadain musyawarah mungkin mereka punya agenda sendiri, kalau NU itu kan memang aspirasi para kiai disampaikan kepada PBNU,” kata Marsudi.
NU sendiri akan mendukung siapa saja capres yang tetap komitmen terhadap persatuan dan lebih peduli dengan keberagaman. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa NU lebih condong kepada capres yang memang punya kedekatan dengan masyarakat Nahdliyin, meski pihak PBNU sendiri tidak sampai mengeluarkan fatwa “harus pilih” capres A atau capres B. Semua pilihan itu tetap dikembalikan ke masyarakat. Hal yang cukup berbeda dengan PA 212, di mana sudah condong menyebut nama yang tidak boleh dipilih.
Meski tidak seperti Muhammadiyah yang ingin lepas dari kepentingan politik, NU yang sering terbawa arus politik memang selama ini dikenal tidak mau saklek tergantung pada sosok dan nama. Biar rakyat yang menilai, jika ada nama yang muncul pun biasanya bentuknya masih sekadar rekomendasi, bukan sebagai sesuatu yang diwajibkan untuk masyarakat Nahdliyin. (K/A)