MOJOK.CO – Gagalnya Mahfud MD menjadi pendamping Jokowi bikin kaget banyak pihak. Berita ini datang, benar-benar di detik-detik terakhir pengumuman. Ada apa?
Banyak pihak yang terheran-heran mengapa pada akhirnya Jokowi memilih Ma’ruf Amin sebagai cawapresnya untuk Pilpres 2019. Padahal sebelumnya, nama Mahfud MD lah yang digadang-gadang bakal mendampingi Jokowi.
Mahfud pun mengaku sudah dipanggil oleh pihak istana untuk mengukur baju yang akan dipakai dalam pendaftaran ke KPU. Bahkan pihak istana sudah membuat skenario pendaftaran Jokowi-Mahfud ketika mendaftar ke KPU. Ketika berangkat dari Gedung Joeang, mereka akan naik sepeda motor dan dirinya akan bonceng Pak Jokowi.
Mahfud juga memastikan bahwa deklarasi akan berlangsung setelah diumumkan. Dirinya pun sudah menyerahkan curriculum vitae (CV). Semua sudah nampak sempurna. Tinggal cus, namun ternyata rencana berubah. Masyarakat pun kaget, ada apa?
Setelah ditunggu-tunggu dan banyak yang menduga-duga, akhirnya Mahfud MD mengungkap alasan mengapa dirinya batal menjadi bakal calon wakil presiden Jokowi untuk Pilpres 2019. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini, menceritakan dirinya batal menjadi cawapres di detik-detik akhir pengumuman cawapres yang dilakukan Presiden Jokowi beserta petinggi partai politik koalisi di Restoran Plataran Menteng, Jakarta, Kamis (9/8) lalu.
Seperti banyak dugaan dari masyarakat, Mahfud mengungkapkan, batalnya dirinya menjadi cawapres diwarnai dengan ancaman bahwa NU tidak bertanggung jawab apabila bukan kader NU yang menjadi cawapres Jokowi.
Dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC) kemarin malam (15/8), Mahfud mengungkapkan, mengenai tuduhan bahwa dirinya bukan kader NU, ia mendapatkan informasinya langsung dari Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar saat keduanya melakukan sebuah pertemuan di Jalan Empu Sendok, Kebayoran Baru, pekan lalu. Pertemuan Muhaimin-Mahfud ini atas inisiasi mantan pengurus PBNU, As’ad Ali. Kata Mahfud, di situ Muhaimin membantah menyebut Mahfud bukan kader NU.
Saat pertemuan itu, Mahfud bertanya bagaimana bisa ia dituduh bukan kader NU oleh petinggi PBNU. Muhaimin menjelaskan, Ma’ruf Amin lah yang menyuruh agar pernyataan itu dilempar ke publik.
“Enggak itu yang nyuruh Kiai Ma’ruf, gimana ceritanya, gini katanya nih,” Ungkap Mahfud menirukan perkataan Cak Imin.
Mahfud menceritakan, satu hari sebelum pengumuman cawapres, pada Rabu siang (8/8) oleh Jokowi, Said Aqil Siroj, Ma’ruf Amin, dan Muhaimin, dipanggil secara terpisah ke Istana oleh Jokowi. Jokowi meminta masukan sosok cawapres. Kata Mahfud, mereka marah karena ketiganya tidak disinggung sebagai ‘calon’ oleh Jokowi. Sebab saat dipanggil, Jokowi tidak menyebut satu pun dari mereka sebagai ‘calon pendamping’.
Setelah itu, mereka bertiga mengadakan pertemuan di Kantor PBNU. Dalam pertemuan tersebut mereka membahas tentang cawapres dan sama-sama mengetahui bahwa diantara mereka tidak ada yang disebut.
Menurut Mahfud, dari sinilah ‘ancaman’ itu keluar. Ancaman bahwa NU tidak bertanggung jawab secara moral terhadap pemerintahan jika bukan kader NU yang menjadi cawapres. Menjadikan koalisi yang sejak awal terlihat solid kemudian memunculkan lubang yang cukup lebar untuk memisah.
Berdasarkan cerita Muhaimin, Ma’ruf Amin lah yang menyuruh Said Aqil dan Ketua PBNU, Robikin Emhas yang menyatakan jika Mahfud bukan kader NU. Robikin Emhas pun merilis pernyataan jika cawapres Jokowi bukan dari NU, maka warga Nahdiyin tidak memiliki tanggung jawab dan tidak perlu bekerja keras untuk memenangkan capres petahana.
Saat itu, Robikin membantah pihaknya mendikte presiden untuk menentukan posisi cawapres. Namun kemudian dia justru mengulang pernyataan yang sama, yakni tentang warga Nahdiyin tidak memiliki tanggung jawab, dst.
Mahfud menegaskan bahwa ia lahir dan dibesarkan di tengah kultur keluarga NU. Ia juga banyak berkecimpung di organisasi yang berafiliasi secara langsung maupun tidak langsung kepada NU. Sehingga, ketika dituding tidak didukung lantaran bukan kader NU, Mahfud merasa heran. Lha kok bisa? Gimana ceritanya?
“Saya ini orang NU tapi mau berangkat bukan sebagai kader NU, tapi kader bangsa. Kenapa NU ngancam-ngancam kalau bukan NU akan bereaksi. Ini kan guyonan ntar selesai dengan ketawa-ketawa.Tapi saya bisa senang bisa mengungkap ini.” Ungkapnya.
Hadeh, yang satu katanya diawali sama mahar. Yang satunya diawali sama ancam-mengancam. Duh, jadi apa bangsa ini nanti ya? Ini kalau dibaca sama generasi muda kan ya nggak enak, toh. Nanti mereka nganggepnya hal kayak gitu wajar lagi. (A/L)