#2019GantiPresiden Dihadang, Gerindra Sesalkan Polri Tak Netral, Mardani Sebut Negara Kalah oleh Preman

MOJOK.CO – Penolakan Gerakan #2019GantiPresiden di berbagai daerah di Indonesia disebut oleh Mardani Ali Sera, Politisi PKS, sebagai kekalahan negara oleh preman.

Kericuhan yang terjadi di Surabaya soal kericuhan antara massa #2019GantiPresiden dengan massa yang menolak disesalkan oleh Partai Gerindra. Menurut Andre Rosiade, Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra, kericuhan ini mengindikasikan bahwa Kepolisian Republik Indonesia sudah tidak netral.

“Indikasi ketidaknetralan Polri semakin terlihat hari ini di Surabaya. Aksi #2019GantiPresiden yang memberikan pemberitahuan ke Polri hari ini dibubarkan di Tugu Pahlawan, tapi aksi tandingannya di depan Hotel Majapahit Surabaya dibiarkan,” kata Andre.

Seperti yang diketahui sebelumnya, gerakan #2019GantiPresiden memang tidak mendapatkan izin dari keamanan di beberapa kota di Indonesia. Meski begitu kejadian kericuhan terjadi begitu keras di Surabaya.

“Bahkan massa ini dibiarkan berjalan menuju Tugu Pahlawan sehinga bertemu dengan massa aksi #2019GantiPresiden. Maksudnya apa? Apa begini caranya Polri menangani dua aksi massa yang berbeda pendapat ini?” kata Andre.

Beberapa pihak yang menolak menganggap gerakan ini merupakan kampanye terselubung karena secara otomatis mengampanyekan salah satu calon presiden dan calon wakil presiden dari kubu yang berseberangan dengan Presiden Jokowi, meski gerakan ini tidak menyebut salah satu dari pasangan capres-cawapres dalam orasinya. Sedangkan menurut pendukung gerakan #2019GantiPresiden, gerakan ini bukanlah gerakan kampanye.

Senada dengan sikap Partai Gerindra, inisiator gerakan #2019GantiPresiden, Mardani Ali Sera yang merupakan Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengelukan para penolak gerakan itu. “Kita menyaksikan, negara kalah oleh preman,” kata Mardani melalui akun Twitternya.

Bahkan Mardani memandang bagaimana lemahnya aparat keamanan di Indonesia karena menganggap demo dan persekusi dibiarkan oleh aparat.

Bahkan Mardani juga menyebut bahwa zaman sebelum Presiden Jokowi sangat mengedepankan prinsip kebebasan berpendapat, sedangkan peristiwa ini dianggapnya sebagai sebuah preseden buruk bagi kepemimpinan Jokowi.

“Jadi kangen demokrasi sebelum ini, kritik, diskusi, dan aspirasi terbuka luas. Aparat netral berdiri amankan konstitusi. Setelah rezim berganti, semua lemah dan panik. Lalu ikut bermain. Tahun depan kita perbaiki,” kata Mardani.

Mardani pun menegaskan dengan sebuah video yang pernah diunggahnya pada 7 Mei 2018 bahwa gerakan #2019GantiPresiden bukan merupakan gerakan kampanye terselubung, melainkan hanya merupakan bagian dari kebebasan berpendapat.

Nah, kalau menurutmu bagaimana? Siapa yang salah dan siapa yang benar dari kericuhan yang terjadi tersebut? (K/A)

Exit mobile version