MOJOK.CO – Bukannya saya jadi pembenci zodiak, tapi rasa-rasanya, meyakini ramalan bintang cuma bakal membangkitkan zodiak shaming yang menyebalkan.
Saya ingin mendedikasikan tulisan ini untuk bagian dari diri saya sendiri yang tergila-gila pada ramalan bintang alias zodiak. Oh, dan juga para pembaca yang kerap menulis komentar “Ih, ini aku banget, nih!” di artikel-artikel soal zodiak. Jadi, yah, lebih baik Anda-Anda sekalian duduk dan membaca tulisan ini sampai selesai.
Sepanjang karier menulis saya di Mojok, setidaknya saya sudah pernah melahirkan beberapa tulisan soal karakter zodiak tertentu, mulai dari Gemini, Taurus, sampai Aquarius. Saya juga pernah menulis pentingnya ramalan zodiak dalam kehidupan asmara yang, saat saya baca lagi, bikin saya geleng-geleng kepala karena…
…ya ampun, kenapa sih di dunia ini harus ada yang namanya zodiak???
Jangan salah—saya bukannya mendadak berubah jadi pembenci zodiak. Hanya saja, setelah melalui beberapa hal, saya rasa ramalan-ramalan bintang ini terlalu jauh menguasai kepala saya—mungkin juga kamu.
Gara-gara mengalami kisah cinta yang tragis dengan seorang Gemini, saya pernah menjadi super-parno pada orang-orang Gemini yang berusaha masuk ke hidup saya. Di mata saya, para Gemini ini adalah orang-orang yang “sama saja” dan nggak punya masa depan cerah kalau menjadi partner seorang Taurus seperti saya. Pokoknya, di mata saya, semua Gemini adalah makhluk yang—mohon maaf—paling menyebalkan di dunia ini. Nomor satu. Titik!
Tapi, saya lupa satu hal: adik saya—orang yang paling saya cintai di muka bumi—juga lahir di bawah zodiak Gemini.
Dan, sepanjang ingatan saya, sikap menyebalkan adik selalu masih bisa saya handle—saya bahkan nggak keberatan untuk tetap nguwel-nguwel si adik meskipun dia seorang Gemini.
Tak hanya itu, saya juga mendadak teringat pada kisah cinta saya bertahun-tahun yang lalu: saya sempat jalan dengan seorang Gemini di bangku SMA. Hubungan kami kandas dalam sebulan dan saya rasa sayalah yang salah, dan saya bukan berzodiak Gemini.
Artinya? Gemini atau bukan Gemini, orang-orang tetap akan mengalami kemungkinan untuk putus atau tidak putus cinta, mylov.
Selain merasa mengkhianati bagian dari diri saya yang membenci Gemini, saya pun mengalami konflik: apakah saya selama ini sudah melakukan zodiac shaming, alias memberi penilaian terlalu cepat pada zodiak tertentu??? Apakah saya–dan mungkin juga kamu—sudah melupakan fakta bahwa karakter seseorang juga banyak dipengaruhi aspek-aspek lain???
Wow, wow, wow, paragraf di atas terdengar sangat bijaksana. Hehe.
Buku-buku soal kepribadian berdasarkan rasi bintang tentu banyak beredar di pasaran. Jangankan buku—lah wong di majalah aja ada rubrik ramalan bintang, kok. Artinya, untuk mencari tahu bagaimana karakter dan ramalan nasib kita pun jadi hal yang mudah dan menyenangkan.
Sayangnya, sebenarnya—lagi-lagi—zodiak hanyalah sepersekian dari keseluruhan kepribadian seseorang.
Yaaaah, meskipun setidaknya kita bakal mempercayai kalimat di atas terutama kalau menemukan ramalan yang “nggak-kita-banget”—ngaku aja, deh!
Saya pernah dikirimi ramalan zodiak singkat soal Taurus. Katanya, selain keras kepala dan tak mau kalah, Taurus adalah orang yang paling gampang move on dan bisa berganti pacar sesering ia berganti pakaian.
Saya, yang sedang hidup damai dan tentram, sontak terbakar semangatnya untuk membalas. Maksud saya—bisa-bisanya dibilang Taurus cepat move on dan bisa ganti pacar seperti ganti baju??? Lah wong Taurus tu kalau habis putus pasti cepet down dan butuh waktu untuk move on. Yang ada malah begini:
…si Taurus menjadi sangat sedih karena putus sampai-sampai dia menolak mengurus dirinya sendiri, termasuk mencuci pakaiannya, sampai-sampai ia harus memakai baju yang itu-itu saja.
[!!!11!!!!!111!!!!]
Jadi, ya, boro-boro mau ganti pacar seperti ganti baju—lah wong buat ganti baju aja nggak bisa!
Bantahan saya tadi kemudian membuat saya tersadar sendiri: lah ini kenapa saya beneran bersikap keras kepala dan ngeyel, seperti anggapan orang-orang tentang Taurus??? Jangan-jangan zodiac shaming yang baru saja saya terima itu beneran???
Eh—apa? Kamu Taurus dan kamu nggak sejorok itu? Oh, ya nggak apa-apa, ini justru menjadi bukti bahwa seseorang yang punya zodiak sama tak melulu bisa di-judge dengan kelakuan yang sama pula, kan?
Jadi, terlepas dari misteri apakah keras kepala yang saya miliki itu lahir gara-gara saya seorang Taurus atau karena bentukan dari pola parenting orang tua, zodiac shaming adalah perilaku yang semestinya nggak terlalu kita seriusi.
Maksud saya, apakah kamu yakin kamu menolak berteman dengan seorang Sagitarius hanya karena menganggap mereka orang yang nggak bisa diajak berkomitmen dalam tim? Padahal, seorang kawan saya yang Sagitarius justru menunjukkan kualitasnya sebagai pribadi yang bebas dan menyenangkan—kamu nggak akan merasa bosan dengan kejutan yang dia berikan.
Contoh lain, apakah kamu benar-benar akan membenci Pisces begitu besar hanya karena kamu yakin bahwa mereka cuma sekumpulan manusia yang kelewat sensitif? Padahal, dua orang kawan dekat saya semuanya berzodiak Pisces dan mereka justru bisa membantu saya menghadapi masalah dengan jauh lebih tenang dan tidak tersulut emosi.
Astrologi nyatanya bukanlah alasan yang cukup kuat untukmu menolak seseorang hanya berdasarkan pengalaman. Kamu juga harus berhenti mengambinghitamkan zodiak hanya karena kamu memiliki masalah yang berat di masa lalu. Toh, manusia yang sempurna itu cuma ada di dongeng.
Ingat, kita semua—harus disadari—tidaklah sempurna dan akan selamanya begitu.
Yah, kita (((semua))) sih harusnya ngerti, tapi nggak tahu deh itu yang zodiaknya Virgo gimana. Soalnya, mereka itu perfeksionis parah, suka ngatur, dan standarnya kadang suka ketinggian tanpa ngelihat situasi dan kondisi. Hadeh, ngeselin banget!!!
Eh, maaf, maaf, saya malah zodiac shaming lagi. Hehe.