Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Spotify yang Kadang Membosankan dan Rasa Rindu Mendengarkan Radio Geronimo FM

Spotify itu enak, tapi dengerin radio kayak Geronimo FM bikin kangen juga.

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
19 September 2021
A A
Spotify yang Kadang Membosankan dan Rasa Rindu Mendengarkan Radio Geronimo FM MOJOK.CO

Spotify yang Kadang Membosankan dan Rasa Rindu Mendengarkan Radio Geronimo FM MOJOK.CO

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Spotify itu asik, tapi kadang membosankan. Kebosanan itu yang melahirkan rasa kangen dengerin radio Geronimo FM.

Selain laptop dan jaringan internet, barang penting yang harus ada saat saya bekerja adalah headset. Menulis artikel, mau panjang atau pendek, bakal lebih mengalir ketika ada lagu yang menemani kedua telinga saya. Apalagi ketika tema tulisan saya berkaitan dengan musik atau musisi. Vibe-nya jadi lebih enak.

Nggak cuma pas duduk berjam-jam di depan laptop, headset selalu menempel di telinga ketika saya pergi atau pulang kerja. Untuk menuju kantor Mojok di Jalan Kaliurang kilometer 13, saya membutuhkan sekitar 30 hingga 40 menit perjalanan. Tanpa ditemani lagu, saya pasti mengantuk dan Spotify adalah aplikasi yang tiap hari bekerja keras menemani saya bekerja.

Saya tahu, kebiasaan ini sebetulnya berbahaya. Berkendara sambil mendengarkan lagu bisa mengurangi konsentrasi pengendara. Di beberapa momen, bikin pengendara tidak mendengar suara klakson pengendara lain. Buat saya pribadi, suara lagu malah bikin konsentrasi naik dan jadi lebih awas di jalan. Namun, sekali lagi, tolong jangan ditiru, ya.

Sejak Spotify muncul, saya tak perlu lagi repot ke warnet untuk mengunduh lagu ke harddisk. Setelah melakukan sortir di rumah, baru lagu-lagu tersebut dipindah ke hape. Ribet dan kalau bosan, saya harus mengulangi proses yang sama. Spotify memang terbaik… kalau buat saya, ya.

Namun, seiring waktu, rasa bosan itu muncul. Akui saja, lagu yang kita dengerin di Spotify biasanya “itu-itu aja”. Berkutat di antara genre lagu yang dekat dengan generasi dan selera masing-masing pendengar. Sesekali berubah, tapi akhirnya kembali ke circle yang “itu-itu aja”.

Rasa bosan yang muncul itu hampir selalu sukses membuat saya kangen dengerin radio, salah satunya Geronimo FM. Ada banyak radio di Yogyakarta, tapi yang paling akrab dengan telinga saya hanya Geronimo FM. Mungkin karena kantor mereka dekat dengan rumah saya. Kamu tahu, kedekatan seperti itu memang absurd tapi rasanya jujur.

Berkat Spotify, saya hanya mendengarkan radio ketika naik GoCar atau GrabCar. Beberapa kali saya mendengarkan Geronimo FM lagi ketika nebeng di mobil teman. Selebihnya, hanya ada saya dan hubungan satu arah dengan berbagai playlist di Spotify.

Iya, hubungan kami sifatnya satu arah. Bahkan ketika saya mendengarkan podcast di perjalanan pulang dari kantor Mojok. Rekaman suara itu tidak bisa memunculkan rasa “ditemani” seperti ketika mendengarkan radio Geronimo FM. Mungkin, lantaran suara yang muncul dari radio Geronimo FM sifatnya live, jadi saya merasa ditemani di sepanjang perjalanan.

Ocehan, wejangan, suara tertawa, pisuhan yang disamarkan, hingga tangis penyiar radio terasa organik. Orisinal. Bahkan ketika suara penyiar radio terdengar lebih cempreng dan bikin mood saya turun. Tetap saja, rasanya saya sedang ditemani, setelah lelah bekerja dan ingin segera pulang untuk mandi, menyeduh kopi, membakar kretek, lalu menikmati malam dengan tenang.

Saya jadi ingat dengan masa-masa SMA ketika Geronimo FM selalu berkumandang dari radio di rumah. Pagi sebelum berangkat sekolah, siaran pagi menemani keluarga saya memulai aktivitas. Malam harinya, saling berkirim pesan dengan teman satu sekolah, memesan lagu, dan menyampaikan perasaan lewat SMS.

Sekarang, aktivitas itu tidak terjadi lagi. Pagi hari, saya sudah suntuk mengerjakan artikel untuk tayang pagi. Kembali, Spotify yang jadi pilihan. Siang harinya, di kantor, sesekali lagu-lagu dari Youtube yang menemani. Rindu kepada radio terlupakan begitu saja.

Ketika menulis artikel ini saja, saya mendengarkan Geronimo FM lewat kanal jogjastreamers.com, bukan lewat radio. Kualitas suaranya bagus, kok. Namun, tetap saja, sensasi dan rasa yang dihadirkan dari kotak persegi panjang bernama radio itu sangat berbeda.

Masalah lain yang saya temui adalah tidak bisa mendengarkan radio secara stream ketika naik motor. Posisi hape yang idle, biasanya bikin stream terhenti. Kayak nonton YouTube yang bukan premium. Posisi hape “harus nyala”. Jadi, mau nggak mau, balik ke Spotify lagi.

Iklan

Saat ini, radio memang kehilangan pamornya di hadapan layanan streaming. Pandemi juga membuat beberapa radio gulung tikar, atau minimal menderita kerugian yang tidak sedikit. Saat ini, saya juga cuma bisa berimajinasi, ketika radio menemukan kembali momennya.

Ketika pendengar bukan sekadar hadir untuk mendengarkan. Ketika pendengar menjadi universe dari radio itu sendiri. Pendengar yang dilibatkan dan merasa ditemani.

Terkadang, dalam hidup ini, perasaan terbaik adalah ketika ada sosok yang mau meluangkan waktu menemani kita di segala perasaan. Penyiar radio punya tone tersendiri yang membuat mereka seperti teman padahal kenal saja tidak. Pada saat itu, Spotify dan layanan streaming lagu lainnya menjadi tidak ada nilainya.

Hubungan terbaik selalu bersifat dua arah. Meski pada kenyataannya hanya virtual, tapi merasa “ada” itu ternyata sangat penting. Terima kasih radio, terima kasih Geronimo FM. Terima kasih Spotify meski kamu terkadang sangat membosankan.

BACA JUGA Kenapa sih Kita Nggak Pernah Bosen Denger Lagu di Radio Meski Ada Spotify dan YouTube? dan artikel lainnya dari Yamadipati Seno.

Terakhir diperbarui pada 19 September 2021 oleh

Tags: Geronimo FMjogjastreamersMojokpenyiar radioradiospotify
Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

Redaktur Mojok. Koki di @arsenalskitchen.

Artikel Terkait

Feast Menuju Realitas Paling Dekat Bersama Nina MOJOK.CO
Esai

Lagu Nina Feast Menjadi Hal Paling Magis dari Brengseknya Masa Depan yang Absurd

8 Juli 2025
Purwokerto Tidak Istimewa, tapi Nyaman Melebihi Jogja MOJOK.CO
Esai

Pandji Benar. Purwokerto Memang Tidak Istimewa, Tapi Lebih Nyaman Ketimbang Jogja

21 Juni 2024
Jejak Angkringan Dari Masa ke Masa, Jadi Andalan Warga Jogja, Solo, hingga Klaten
Video

Jejak Angkringan Dari Masa ke Masa, Jadi Andalan Warga Jogja, Solo, hingga Klaten

16 April 2024
Putcast Edisi Jeda: Kepala Suku Mojok Sedang Bosan Ngomongin Politik…
Video

Putcast Edisi Jeda: Kepala Suku Mojok Sedang Bosan Ngomongin Politik

27 Juli 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Riset dan pengabdian masyarakat perguruan tinggi/universitas di Indonesia masih belum optimal MOJOK.CO

Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan

18 Desember 2025
UAD: Kampus Terbaik untuk “Mahasiswa Buangan” Seperti Saya MOJOK.CO

UNY Mengajarkan Kebebasan yang Gagal Saya Terjemahkan, sementara UAD Menyeret Saya Kembali ke Akal Sehat Menuju Kelulusan

16 Desember 2025
Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur Mojok.co

Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur

17 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025
bantul, korupsi politik, budaya korupsi.MOJOK.CO

Raibnya Miliaran Dana Kalurahan di Bantul, Ada Penyelewengan

16 Desember 2025

Video Terbaru

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025
Perjalanan Aswin Menemukan Burung Unta: Dari Hidup Serabutan hingga Membangun Mahaswin Farm

Perjalanan Aswin Menemukan Burung Unta: Dari Hidup Serabutan hingga Membangun Mahaswin Farm

10 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.