Jangan sampai kalian ikutan pilih jurusan Bahasa Korea karena oppa-oppa ya, Adik-adik.
Dulu, waktu pertama kali saya daftar kuliah, hati ini penuh cinta. Bukan cinta pada ilmu, bukan pula cinta pada masa depan yang cerah. Tetapi cinta pada oppa-oppa yang sering muncul di drama Korea dan juga nyanyi di panggung Kpop.
Serius, waktu itu saya galau di hadapan komputer di salah satu bilik warnet yang ada di Bekasi. Galau karena bingung mau menentukan jurusan kuliah. Pilihan pertama mantap mengambil jurusan Sastra Inggris, pilihan kedua dan ketiga bingung mau diisi apa. Tetapi karena waktu itu saya sedang ngefans sama sosok leader boyband Shinhwa, Eric Mun, saya putuskan memilih jurusan Bahasa Korea UGM.
Saya tahu saya gila. Tetapi waktu itu saya bener-bener nggak mikir panjang. Saya hanya merasa “kayaknya asyik juga belajar bahasa Korea”. Siapa tahu bisa ketemu Shinhwa terus ngobrol bareng personelnya. Siapa tahu…
Masuk jurusan Bahasa Korea mengubah hidup saya
Siapa sangka saya malah lolos di jurusan Bahasa Korea yang kemudian mengubah hidup saya. Saya yang nggak bisa membaca hangeul sebelumnya, tahu-tahu harus belajar huruf bulet-bulet lurus itu. Saya yang biasanya mendengarkan musik Kpop, tahu-tahu sekarang harus dengerin dosen native ngomong di depan kelas.
Harus saya akui, menjalani kuliah di jurusan Bahasa Korea nggak mudah. Awalnya sih gampang ya karena masih dasar. Eh, lama-lama begitu mulai mendapat mata kuliah Tata Bahasa, Kesusasteraan, bahkan Politik Ekonomi Korea, saya mulai kesulitan.
Njir, mumet banget ternyata! Jurusan bahasa nggak semudah yang orang-orang bilang. Nilai C bahkan nongol di transkrip nilai saya. Wqwqwq.
Beberapa teman seangkatan saya bahkan ada yang menyerah. Memutuskan untuk keluar dan pindah ke jurusan lain, mengulang tes masuk perguruan tinggi.
Tetapi saya nggak punya pilihan lain. Lulus segera dari jurusan Bahasa Korea adalah satu-satunya tujuan saya waktu itu. Supaya saya nggak perlu lama-lama belajar bahasa yang lama-lama bikin mumet tersebut.
Selesai wisuda, bingung mau kerja apa
Setelah menuntaskan kuliah 4 tahun—yang tentu saja saya paksakan biar lulus tepat waktu—saya akhirnya wisuda. Tetapi kemudian muncul kegalauan lain. Ini ijazah bisa dipakai buat ngelamar kerja di mana, ya?
Saya kembali dilema. Mau kerja sesuai jurusan, tapi nggak sesuai passion saya. Mau kerja sesuai passion, kebanyakan lowongan nggak nerima jurusan saya.
Memilih ikutan seleksi CPNS juga bukan hal yang mudah. Masalahnya, sekitar 13 tahunan lalu, lulusan jurusan Bahasa Korea masih belum banyak. Dulu, hanya ada tiga universitas di Indonesia yang punya jurusan ini. Sementara seleksi CPNS kebanyakan nggak nerima jurusan bahasa kayak saya ini. Ya ada sih beberapa, tapi sayangnya kurang cocok sama saya waktu itu.
Akhirnya saya banting setir. Mencoba ikutan MT dan ngerasain kerja di retail, jadi editor komik Korea di penerbit buku, dan berakhir jadi redaktur di Mojok sampai hampir 5 tahun lamanya.
Oppa boleh di hati, urusan masa depan tetap pakai logika
Saya pun menyadari bahwa memilih jurusan kuliah hanya karena cinta pada oppa-oppa itu serupa kayak pacaran sama cowok ganteng tapi nganggur: indah di awal, sengsara di akhir. Eh.
Tentu saja ini bukan berarti lulusan jurusan Bahasa Korea itu nggak punya masa depan. Banyak juga teman saya yang sukses. Ada yang lanjut kuliah S2 dan jadi dosen. Ada yang kerja di perusahaan Korea. Bahkan ada juga yang lolos jadi PNS. Tapi ya itu tadi, mereka punya modal lebih: entah relasi, pengalaman magang, atau mental baja.
Sementara saya? Modalnya cuma cinta buta dan koleksi album Shinhwa. Wqwqwq.
Yang jelas, buat adik-adik di luar sana, pesan saya cuma satu. Oppa boleh tetap di hati, tapi urusan masa depan tetap harus pakai logika, ya.
Penulis: Intan Ekapratiwi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 3 Pertanyaan yang Sering Ditanyakan kepada Mahasiswa Jurusan Bahasa Korea dan Bikin Geleng-geleng dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN.












