MOJOK.CO – Peristiwa uninstall Bukalapak gara-gara kelakuan ‘Lupabapak’ ini memang bikin geleng-geleng kepala. Kenapa, sih, orang-orang ini???
Hari Kasih Sayang tahun 2019 agaknya berubah menjadi Hari Annoying Nasional di media sosial, khususnya Twitter. Lagi-lagi, para pengguna medsos Indonesia menunjukkan ‘kelasnya’ lewat sebuah reaksi terhadap cuitan yang mendadak viral. Kali ini, sasaran utamanya adalah pendiri dan CEO Bukalapak, Achmad Zaky.
Pada twit yang diketahui sudah dihapus, Zaky menuliskan data mengenai industri 4.0 dengan budget riset dan pengembangan negara. Secara bersusun, ia menunjukkan perbandingan dana riset Indonesia dan negara-negara lain: di Amerika sebesar US$511 miliar, Cina US$451 miliar, Jepang US$165 miliar, Jerman US$118 miliar, Korea US$91 miliar, Taiwan US$33 miliar, Australia US$23 miliar, Malaysia US$10 miliar, Singapura US$10 miliar, dan Indonesia US$2 miliar. Sebagai penutup, ia menambahkan:
“Mudah-mudahan presiden baru bisa naikin.”
Sontak, netizen heboh. Yah, namanya juga netizen—kalau namanya kamu mah bukan bikin heboh, tapi bikin sa—
—Ups. Maaf. Mari kita lanjut lagi.
Jadi, netizen heboh. Plesetan nama Bukalapak menjadi ‘Lupabapak’ pun bermunculan. Beberapa orang mengungkit-ungkit betapa Jokowi, Presiden kita saat ini, mengapresiasi keberhasilan Achmad Zaky dan tim dalam membesarkan nama Bukalapak di dunia digital. Apalagi, Bukalapak memang baru saja menjadi startup nomor satu di Indonesia menurut Startupranking.
FYI, Mojok masuk daftar, loh, nomor 10. Hehe~
“Saya terima laporan kalau Pak Zaky tadi menyampaikan (Bukalapak) sudah didirikan 9 tahun lalu modalnya Rp 80 ribu. Kemudian saya dengar di 2011, setahun setelah berdiri, Pak Zaky agak putus asa sudah mau menyerah karena sudah kehabisan uang dan juga calon mertuanya tidak yakin Bukalapak bisa memberikan penghasilan yang stabil atau tidak,” kata Jokowi pada suatu kesempatan, memuji bagaimana Zaky telah berjuang demi penghidupan yang layak melalui Bukalapak.
Tapi, pertanyaannya: memangnya apresiasi ini ditujukan untuk membatasi ruang gerak Zaky dalam berekspresi atau berpendapat apa pun di ranah digital, gitu??? Kenapa hanya dengan kalimat “Mudah-mudahan presiden baru bisa naikin”, Zaky langsung di-bully, bahkan diikuti dengan tagar yang—menurut saya—aneh dan picik sekali: #UninstallBukalapak???
Like—helllaaawwww, kamu nyuruh orang-orang untuk uninstall Bukalapak cuma karena pendirinya (mungkin saja) berbeda pandangan politik denganmu, sekalipun ia baru saja dipuji oleh Pak Jokowi yang merupakan idolamu, gitu???
Peristiwa ini sedikit banyak mengingatkan kita (hah, kita??? Kowe bae, kali, sing nulis!) pada aksi boikot serupa, seperti tagar #UninstallTraveloka dan Boikot Sari Roti. Setiap ada pergerakan ‘berbeda’ dari pemilik usaha, netizen bakal langsung ‘merayakan’ kejadian ini dengan ajakan untuk ‘membenci’ produk yang mereka produksi, bahkan hingga ke titik ‘boikot’.
Namun begitu, sebuah klarifikasi juga segera muncul di tengah konflik. Diutarakan oleh banyak netizen, berikut adalah salah satu sumber pencerahan:
Bantu Retweet ya manteman. Data ini ingin menjelaskan kepada publik kenapa terlahir tagar #UnistallBukaLapak yg begitu cetar. Ternyata masih banyak orang yg kemakan hoaks & tidak mengunakan akal sehat buat melakukan kritik. Stop nyebar hoaks dari sekarang ! #UnistallBukaLapak pic.twitter.com/D9pdL7zF8x
— Anurandha (@AnurandhaJogja) February 15, 2019
Atas data yang salah ini, makin hebohlah gerakan uninstall Bukalapak. Heran, gampang banget ngajak-ngajak boikot—jangan-jangan netizen-netizen ini adalah tipe yang sukanya kabur dari masalah, ya, dalam kehidupan yang fana dan menyebalkan ini??? Hih!!!
Yang netizen ingat dalam keadaan ini adalah emosi yang berlebih: bahwa, di pikiran mereka, Jokowi yang mengapresiasi Zaky adalah pertanda bahwa Zaky akan membalasnya dengan sanjungan-sanjungan tanpa henti kepada sang Presiden. Yang mereka lupa, Zaky adalah manusia biasa yang—disebut Jokowi—cerdas dan kritis. Dengan demikian, wajar-wajar saja, kan, kalau Zaky punya pandangan sendiri?
O, dan tentu saja: ia ternyata hanya manusia biasa yang bisa keliru dan bawa-bawa data yang lama~
Lagi pula—bagi orang-orang yang kesel gara-gara pandangan politiknya berbeda, karena golongan ini jelas ada dan juga nyata—Zaky kan cuma bilang “Mudah-mudahan presiden baru bisa naikin”, kenapa semua orang langsung kebakaran jenggot??? Memangnya nanti kalau Jokowi yang menang Pilpres 2019, ia nggak bisa juga disebut sebagai ‘Presiden baru’??? Kalaupun maksudnya bukan Jokowi, ya urusanmu apa loh ngatur-ngatur pilihan orang lain sampai ngajakin boikot???
Sudahlah, nggak perlu jadi orang yang emosian—dikit-dikit boikot, dikit-dikit uninstall. Nggak perlu juga jadi orang julid yang tiba-tiba banding-bandingin Bukalapak dengan marketplace lainnya. Paling-paling juga, mau marketplace apa pun, kelakuanmu sama saja: milih-milih barang bagus dan ujung-ujungnya mentok di cart, tanpa pernah di-check out karena dompetnya nggak cukup. Iya, kan??? Iya, kan???!!!
Padahal, daripada kebakaran jenggot dan langsung uninstall Bukalapak atau boikot, kita (hah, kita maning???) kan bisa duduk dengan tenang dan berpikir rasional bahwa hal-hal seperti ini wajar terjadi. Kuncinya sudah jelas: deal with it dan saling menghargai. Hadapi.
Bukannya pergi.
Tapi, yaaaah, kalau kamu tetap kekeuh mau uninstall Bukalapak juga nggak papa, kok. Kita-kita, sih, mau ikutan Promo Serbu Seru dulu dengan peluang yang sekarang jauh lebih besar~