Mimbar Gereja Berbentuk Bekicot Ini Maksudnya Apa Coba?

mimbar gereja MOJOK.CO

MOJOK.COTebak-tebakan: Kenapa mimbar gereja yang suci ini dibikin berbentuk rumah bekicot? Soalnya kalau dibikin berbentuk nanas, nanti dikira rumah SpongeBob.

Sering banget lah kita dengar orang ngeluh, ngapain sih bahas agama, bikin panas aja. Tapi, entah kenapa begitu masuk ke semesta bercandaannya orang Kristen, bahas agama bisa jadi lucu banget. Seperti meme di Twitter satu ini, yang jelas bukan pemandangan lazim.

Kamu bisa lihat kan di foto ini, yang nggak tahu deh gerejanya ada di mana, seekor bekicot raksasa nongol di mimbar. Dari dalam bekicotnya terus muncul  pendeta berjubah hitam.

Ini cara keluarnya gimana? Di-hah-hah-in kayak keong? Atau ngeluarinnya harus mengikuti tips di Injil Matius 7 ayat 7-8, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima, dan setiap orang yang mencari mendapat dan setiap orang yang mengetuk, baginya akan dibukakan pintu.”

Buat umat Kristen, dan Katolik, foto ini asli lucu. Bayangkan, pendeta atau romo galak akan khotbah di sana membahas topik favorit mereka, “kita yang berdosa”.

“Kalian adalah domba-domba yang tersesat! Kalian adalah orang-orang berdosa! Bertobatlah kawan-kawan muda, karena kerajaan Tuhan sudah dekat!”

Topik ini dibahas tiap akhir pekan, dan akibatnya tiap akhir pekan juga umat Kristen dan Katolik autoberdosa dan harus mengaku dosa. Disemprot. Dimarahi. Darah Yesus! Bayangkan penderitaan kami ini yang jadi orang berdosa tiap minggu!

Dan kemudian bayangkan pula, umat Kristen atau Katolik yang nelangsa itu disemprot oleh pendeta atau romo galak yang tegak berdiri dalam bekicot raksasa. Yang awalnya rendah diri karena merasa jadi orang berdosa tiap akhir minggu, hatinya langsung berubah lebih enteng setelah memandangi wajah pendeta memerah dalam bekicot raksasa.

Umat Kristen dan Katolik memang dikenal luwes ketika beribadah. Terutama saudara-saudara Kristen, yang bisa membuat segala lagu pujian menjadi lebih ngepop. Dinyanyikan sesering mungkin ketika ibadah sambil berdiri dan melambai-lambaikan tangan. Ibadah menjadi lebih meriah. Duduk, berdiri, duduk, berdiri, nyanyi, mengaku dosa. Ini ibadah yang mens sana in corpore sano.

Agak sedikit berbeda dengan umat Katolik. Boleh sih bikin variasi di tata cara ibadah, misalnya lagu-lagu pujian dibawakan pakai gamelan, orkestra, maupun akapela karena yang biasa main organ lagi masuk angin dan nggak ke gereja. Namun, variasi itu tetap nggak boleh ngutak-atik tata cara liturgi.

Mau pakai tari-tarian, mau pakai drama untuk menggambarkan bacaan Injil juga boleh. Bahkan dulu ada gereja yang bikin visualisasi nyeleneh ketika perayaan Paskah. Ketika sebuah tirai terbuka, boneka Yesus tiba-tiba terbang. Karena itu cuma boneka, gravitasi berbicara, bonekanya jatuh deh. Kejadian ini meme material sekali manakala ditambah caption ala headline koran Lampu Hijau: “Tuhan mau naik ke surga, eh sampai tengah jalan turun lagi, ingat domba tersesat belum ketemu.”

Ibadah Kristen dan Katolik memang luwes. Saya rasa, keluwesan cara beribadah ini adalah gambaran umatnya: luwes ketika menghadapi “masalah”. Mau nisan salib dipotong, keluarganya nrimo ing pandum. Mau gereja nggak dapat IMB selama 40 tahun lebih, ya ibadah di tempat lain.

Walau memang sih, antara takut dan menerima itu bedanya tipis. Hehehe.

Exit mobile version