Apa yang lebih lucu ketimbang 24? Bukan, bukan 25. Betul, saya mengambil referensi dari SpongeBob, tapi jawabannya kali ini bukan 25. Yaitu, menteri menyarankan pengangguran untuk kerja di luar negeri.
Menteri. Menyarankan. Pengangguran. Untuk. Kerja. Di. Luar. Negeri.
Hal tersebut disampaikan Menteri P2MI, Abdul Karding saat menghadiri peresmian Migrant Center di Gedung Prof. Soedarto UNDIP Semarang. Menurut beliau, dilansir dari Kompas, mencari kerja di luar negeri bisa mendorong penurunan pengangguran di Jawa Tengah.
Sepintas, saran tersebut masuk akal. Sepintas. Sebab kalau memang lowongan di dalam negeri sudah jarang, ya mau tak mau, cari di tempat lain. Kerja di luar negeri juga belakangan jadi tren, terlebih muncul gerakan #KaburAjaDulu di medsos.
Nah, tapi itulah salah satu masalahnya.
Apa yang disampaikan Menteri Karding itu jelas berlawanan dengan apa yang disampaikan oleh Bahlil pada Februari lalu. Menurutnya, WNI yang kerja di luar negeri itu diragukan nasionalismenya. Lho, terus gimana ini?
Tentu, kita nggak cuman sekali melihat komunikasi pejabat negeri yang kacau. Itu kayaknya nggak usah kita bahas. Sebab itu perkara kompetensi, itu urusannya presiden. Kita bahas yang lucu aja, nyaranin pengangguran kerja di luar negeri.
Meski sarannya terkesan masuk akal, selain pernyataannya berlawanan dengan Bahlil, ada hal lain yang fatal dari saran tersebut.
Brain drain
Kita jelas tak asing dengan istilah brain drain. Sederhananya, brain drain adalah pindahnya talenta hebat milik satu negara ke negara lain. Alasannya beragam. Ada yang karena keamanan, ada yang merasa bahwa negaranya tidak memberikan kesejahteraan, ada yang menganggap talentanya nggak kepake di negara tersebut. Apa pun alasannya, semua itu bahaya banget buat negara yang ditinggalin.
Makanya, perkara brain drain ini beneran jadi masalah yang diperhatikan serius di negara lain. Cuma, lucunya, di negara kita, kok malah seakan diberi karpet merah ya?
Kerja di luar negeri itu bisa dibilang salah satu gerbang brain drain. Orang memutuskan kerja untuk perusahaan negara lain itu pasti karena alasan kesejahteraan dan skill-nya kepake. Kalau negara sendiri nggak bisa ngasih kesejahteraan yang diharapkan dan memberi peluang kerja, ya artinya negaranya gagal.
Itulah efek paling mengerikan brain drain: pertanda bahwa negara tersebut gagal bahkan dalam hal paling dasar, yaitu kesempatan.
Makanya saya bingung waktu liat berita statement Menteri Karding ini muncul. Ini nggak main-main lho efeknya. Secara tak sadar, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa negara kepayahan dalam memberi lapangan kerja untuk rakyat, di mana itu adalah kewajiban negara.
Lebih-lebih, presiden kita sekarang beneran nggak seneng negara kita dibilang negara gagal. Tapi kalau ditunjukin kek gitu, gimana nggak mau berasumsi, coba?
Saran kerja di luar negeri itu membuka borok sendiri
Selain menunjukkan bahwa negara kepayahan dalam memberi lapangan kerja, apa yang disampaikan Menteri Karding, menurut saya, nggak sejalan sama yang Prabowo selama ini sampaikan.
Prabowo, dalam banyak kesempatan, selalu menyampaikan bahwa negara ini dalam keadaan aman-aman saja. Tidak ada yang perlu ditakutkan, dalam segi apa pun. Sekalipun realitas berkata sebaliknya, Prabowo selalu berusaha memberikan kesan bahwa segalanya under control.
Tapi, dengan saran kerja di luar negeri tersebut, terlebih untuk mengurangi pengangguran, artinya, justru membuat segala usaha Prabowo memberikan kesan aman ini jadi buyar. Setidaknya, rakyat jadi bertanya-tanya, kenapa Presiden dan Menteri punya dua pendapat yang berbeda tentang masalah pengangguran?
Yah, kita nggak sekali doang dikasih pernyataan unik nan membagongkan. Tapi yang jelas, kerja di luar negeri, mau tak mau, jadi opsi yang kelewat masuk akal untuk sekarang. Saya sih nggak menyarankan, cuman mau bilang, lapangan pekerjaan sekarang memang lagi ngeri banget.
Dan makin ngeri setelah pernyataan ini muncul. Nggak tahu nih efeknya apa. Yang jelas, saatnya kita seduh kopi dan siapkan camilan. Sepertinya, ada drama yang bisa kita nikmati sambil mentertawakan nasib sendiri.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Rp40 Juta Ludes demi Bisa Kerja di Jepang, Sekadar Jadi Tukang Ngecat dan Pasang Genteng dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.












