Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Memahami Ferdinand Hutahean yang Semprot Susi Pudjiastuti karena Kritik Presiden

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
9 Februari 2021
A A
Susi Pudjiastuti Minta Harga Tes PCR Tak Lebih dari Rp275 Ribu mojok.co
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Ferdinand Hutahean terlibat pada perdebatan seru dengan Susi Pudjiastuti di media sosial. Yang satu bela Jokowi, yang satu kritik Jokowi.

Belum ada 48 jam Presiden Jokowi meminta masyarakat untuk memberi kritik, kita sudah disuguhkan bagaimana seorang Susi Pudjiastuti bisa kena semprot oleh eks politisi Demokrat, Ferdinand Hutahean, ketika memberi masukan ke Presiden.

Drama ini bermula ketika Susi Pudjiastuti membalas kicauan Presiden Jokowi melalui akun Twitternya.

Mohon dibantu dengan himbauan dari Bapak Presiden untuk menghentikan Hate speech .. ujaran kebencian yg baik yang mengatasnamakan agama, Ras/Suku, Relawan dll … Pandemic sudah cukup membuat depress ekonomi sosial juga kesehatan jiwa masyarakat semua.

— Susi Pudjiastuti (@susipudjiastuti) February 7, 2021

Selang tak berapa lama, Ferdinand malah membalas cukup ngegas.

“Sebagai mantan menteri, tak sepatutnya Ibu Susi mencuit hal seperti ini kepada Presiden, apalagi cuitan Pak Jokowi tentang vaksin Covid-19. Seolah Ibu secara tidak langsung menuduh hate speech itu terkait dengan Presiden. Ibu salah…! Presiden tak ada hubungannya dengan itu, dan ibu bisa komunikasi dengan Presiden lewat ajudan.”

Tentu saja, Susi Pudjiastuti cukup bingung dengan balasan abang jago satu ini, “What is your problem, Pak?????”

Lalu gantian dibalas Ferdinand Hutahean, “My problem is, kecewa melihat mantan menteri tak punya etika kepada presidennya.”

Masalahnya, kicauan Ferdinand Hutahean ini diduga sudah dihapus begitu Susi Pudjiastuti memberi link berita soal permintaan Presiden Jokowi ke masyarakat agar terbuka memberi masukan atau kritik. Waduh, skakmat-nya kecepetan ini, Bu Susiiii!

Apa yang disampaikan Ferdinand Hutahean ini sebenarnya sudah jadi cermin bagaimana pembela pemerintah (atau orang-orang di dalamnya) itu memang sebaiknya jangan sampai terlihat salah di mata rakyatnya. Itu berbahaya. Kepercayaan publik soalnya jadi modal utama.

Sebagai seorang politisi berpengalaman, Ferdinand Hutahean cukup paham akan hal itu. Pantas kiranya ketika Ferdinand merasa gemas kenapa sekelas Susi Pudjiastuti harus memberi masukan ke Presiden di area terbuka yang bisa dilihat publik begitu?

Kan sebagai mantan menteri, Susi ini jelas punya akses buat bisikin Pak Presiden langsung. Jangankan lewat ajudan seperti usul Ferdinand Hutahean, Susi Pudjiastuti bahkan bisa langsung WhatsApp atau telepon Presiden kan?

Orang-orang barangkali akan langsung menyerang Ferdinand Hutahean karena perilaku ngegasnya itu. Tapi kalau boleh menganalisis sedikit, sebenarnya apa yang diperdebatkan keduanya merupakan cermin perbedaan, mana yang politisi tulen dan mana yang profesional tulen.

Sebagai seorang profesional, kemampuan Susi Pudjiastuti menangani persoalan memang sudah tidak perlu ditanyakan lagi. Ada banyak gebrakannya ketika menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan cukup bikin geleng-geleng kepala banyak politisi.

Iklan

Maklum, visi seorang profesional seperti Susi Pudjiastuti adalah kinerja yang baik, bukan citra yang baik (terutama di mata ketum-ketum partai atau politikus). Baginya, yang terpenting adalah indeks pekerjaannya bisa naik dan cukup memberi manfaat.

Pola semacam ini wajar belaka, karena Susi Pudjiastuti memang terlahir dari seseorang yang melejit sukses dari nol (bahkan minus kalau melihat bagaimana kisah blio dikeluarkan dari SMA karena gemar mengkritik), bahkan sampai menembus jajaran pejabat sekelas menteri.

Kemampuan profesional inilah yang kemudian ditangkap Jokowi pada periode pertama. Sangat berbanding terbalik dengan keputusan Jokowi pada periode kedua yang lebih memilih memasukkan politisi ke posisi menteri yang sama. Politisi yang akhirnya kena OTT KPK itu lho.

Dari kacamata profesional, wajar kalau Susi Pudjiastuti peduli setan dengan citra dan pencintraan. Setiap kebijakan dan keputusan pemerintah baginya harus ditelisik dari indeks keberhasilan, bukan indeks kepopuleran. Itulah kenapa, tanpa tedeng aling-aling Susi Pudjiastuti santai aja mengkritik Presiden di muka publik seperti itu.

Sebaliknya, Ferdinand Hutahean merupakan politisi tulen. Keberpihakannya selalu berubah sesuai dengan kemungkinan terbaik dalam karier politiknya. Sangat berbeda dengan penilaian profesional layaknya seorang Susi Pudjiastuti.

Paling tidak, kita bisa lihat rekam jejak politik seorang Ferdinand Hutahean. Dari Pilkada 2012 sampai Pilpres 2014, Ferdinand adalah sosok yang gemar mengampanyekan Jokowi. Bahkan dirinya pun jadi relawan pada kampanye Pilpres 2014.

Uniknya, begitu Jokowi menang pada Pilpres 2014, Ferdinand balik badan menjadi sosok yang paling getol mengkritik Jokowi. Ferdinand sendiri mengaku ada keraguan akan kepemimpinan seorang Jokowi.

Meski begitu, bagi saya lebih mudah menduga sikap ini karena Ferdinand Hutahean sama sekali tak mendapat “jatah” jabatan di pemerintahan meski sudah berdarah-darah membela Jokowi. Benar-benar tak ada rasa terima kasihnya. Sudah dibela mati-matian nggak dapet apa-apa.

Sikapnya yang berbeda 180 derajat ini lalu semakin terlihat kala Ferdinand masuk ke Demokrat pada Mei 2017. Blio saat itu langsung ditunjuk sebagai Kadiv Hukum dan Advokasi Partai Demokrat. Di partai ini, sikap Ferdinand terhadap Jokowi semakin ngidap-idapi.

Puncaknya adalah pada Pilpres 2019, Ferdinand Hutahean memilih menjadi Jubir Timses Prabowo-Sandi. Kita tahu akhir ceritanya, jagoan Ferdinand kalah, dan untuk kali kedua Ferdinand tuna-jabatan di pemerintahan. Apalagi Ferdinand sendiri kalah di kontestasi Pileg 2019 untuk DPR RI. Makin remok lagi kisahnya.

Makin ke sini, sikap Ferdinand malah semakin berbeda dengan arah Demokrat. Salah satu yang ketara adalah ketika Demokrat menolak UU Omnibus Law, Ferdinand dengan pedenya justru mendukung Omnibus Law. Artinya, secara tersirat Ferdinand balik lagi berada di gerbong politisi-politisi pro-pemerintah, alias politisi pro-Jokowi.

Cerita kemudian berkembang sampai Ferdinand pun cabut dari Demokrat, dan setelah tuna-jabatan pemerintahan selama bertahun-tahun kin Ferdinand pun tuna-bendera partai.

Sampai saat ini belum jelas Ferdinand akan merapat ke partai mana. Ada kemungkinan ke PDIP, NasDem, dan Golkar. Intinya ke partai yang pro-pemerintah dan yang bisa “mendekat” ke Presiden Jokowi lagi.

Itulah kenapa, sikap ngegas Ferdinand Hutahean ke Susi Pudjiastuti bisa dipahami. Dalam rangka mendapat citra yang baik bagi ketum-ketum partai pro-pemerintah, wajar kalau Ferdinand semprot siapapun yang nyentil pemerintah, apalagi kalau sampai nyentil Bapak Presiden Jokowi.

Tak peduli meskipun itu adalah seorang Susi Pudjiastuti yang punya “fans” bejibun di media sosial dan dirinya sendiri berisiko dibuli.

BACA JUGA Susi Pudjiastuti dan Alissa Wahid Bukan Lawan Sepadan bagi Abu Janda dan tulisan soal Ibu Susi lainnya.

Terakhir diperbarui pada 9 Februari 2021 oleh

Tags: Ferdinand HutaheanjokowiSusi Pudjiastuti
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Aktual

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi

7 Maret 2025
3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini MOJOK.CO
Esai

3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini

26 Februari 2025
Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG
Video

Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG

18 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Makin ke sini pulang merantau dari perantauan makin tak ada ada waktu buat nongkrong. Karena rumah terasa amat sentimentil MOJOK.CO

Pulang dari Perantauan: Dulu Habiskan Waktu Nongkrong bareng Teman, Kini Menghindar dan Lebih Banyak di Rumah karena Takut Menyesal

12 Desember 2025
Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025
Dalil Al-Qur'an dan Hadis agar manusia tak merusak alam, jawaban untuk tudingan wahabi lingkungan dari Gus Ulil ke orang-orang yang menjaga alam MOJOK.CO

Dalil Al-Qur’an-Hadis agar Tak Merusak Alam buat Gus Ulil, Menjaga Alam bukan Wahabi Lingkungan tapi Perintah Allah dan Rasulullah

12 Desember 2025
bantul, korupsi politik, budaya korupsi.MOJOK.CO

Raibnya Miliaran Dana Kalurahan di Bantul, Ada Penyelewengan

16 Desember 2025
Warung Jayengan Pak Tris di Solo. MOJOK.CO

Sempat Dihina karena Teruskan Usaha Warung Mie Nyemek Milik Almarhum Bapak, Kini Bisa Hasilkan Cuan 5 Kali Lipat UMK Solo

10 Desember 2025
borobudur.MOJOK.CO

Borobudur Moon Hadirkan Indonesia Keroncong Festival 2025, Rayakan Serenade Nusantara di Candi Borobudur

15 Desember 2025

Video Terbaru

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025
Perjalanan Aswin Menemukan Burung Unta: Dari Hidup Serabutan hingga Membangun Mahaswin Farm

Perjalanan Aswin Menemukan Burung Unta: Dari Hidup Serabutan hingga Membangun Mahaswin Farm

10 Desember 2025
Sirno Ilang Rasaning Rat: Ketika Sengkalan 00 Menjadi Nyata

Sirno Ilang Rasaning Rat: Ketika Sengkalan 00 Menjadi Nyata

6 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.