MOJOK.CO – Subtitle buat orang Indonesia adalah sebuah nyawa saat menonton film-film epik internasional. Sayangnya pengguna bahasa Inggris justru nggak terbiasa dan merasa tersiksa baca subtitle. Pantesan yang menang Oscar kebanyakan produk Hollywood terus. Hilih!
Untuk pertama kalinya dalam sejarah Oscar, kategori Best Picture dimenangkan oleh film berbahasa asing yaiutu Parasite dari Korea Selatan. Film ini bahkan nggak ada versi bahasa Inggrisnya, alias semua pengguna bahasa Inggris yang nggak ngerti bahasa Korea harus nonton sambil baca subtitle.
Bagi kita, penghuni negara berkembang di Asia yang bahasanya nggak populer-populer amat, adalah wajar membaca subtitle saat nonton film. Nggak ada perasaan terganggu sama sekali. Bahkan kita menaruh hormat buat Lebah Ganteng dan Pein Akatsuki karena dedikasinya yang luar biasa dalam menerjemahkan film.
Sementara buat pengguna bahasa Inggris, mereka justru punya bibit kebencian terhadap subtitle. Alasannya macam-macam. Mulai dari karena subtitle bakal mendistraksi mereka dari shot film, beberapa orang nggak bisa baca cepat, sampai karena saking takutnya kena spoiler spontan sebelum adegannya ditampilkan. Mereka beneran tersiksa baca subtitle.
Kevin Drum, penulis Mother Jones sempat bikin statemen ngalor ngidul soal subtitle dan betapa orang-orang nggak ada yang suka baca subtitle saat nonton film. Alasannya klasik, dia nggak mau merusak sense teatrikal film dengan distraksi baca subtitle. Bahkan si bule ini secara langsung ngomongin film Parasite. Boo hoo~
The white man logged onto the Bong’s Internet this morning and thought “What’s the dumbest thing I can say?” pic.twitter.com/aVGmbls9gP
— shania twink (@onphileek) February 10, 2020
Yth. Kevin Drum akhirnya menulis sebuah klarifikasi yang sebenarnya malah bikin tambah ruwet meski dia mengakui beberapa statemennya nggak tepat. Ehem, tipikal netizen yang kalau sudah kepepet minta maaf gitu ya?
Pengguna bahasa Inggris yang mengaku tersiksa baca subtitle sebenarnya rugi bandar. Mereka seolah menutup mata sama kejeniusan film-film dari Jepang, Korea, bahkan Indonesia. Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak sebenarnya juga layak bersaing sama The Shape of Water dkk dalam nominasi Oscar ke-90, andai saya jadi jurinya. Soalnya saya memahami konteks bahasa Indonesia sekaligus nontonin film-film Hollywood dengan pemahaman konteks internasional.
Dukung saya jadi juri Oscar tahun depan, yok!
Orang-orang berbahasa Inggris mungkin merasa superior karena bahasanya jadi bahasa internasional. Tapi mereka nggak akan pernah tahu betapa epiknya hidup andai mereka mau belajar bahasa lain dan lebih permisif pada penggunaan bahasa asing. Soal sense teatrikal yang menimbulkan jarak antara subtitle, konteks bahasa, dan filmnya, sebenarnya bisa teratasi berkat penerjemah yang jago. Jalan keluar selalu ada.
Seorang rapper dari Kanada, bbno$ pernah sekali waktu berkunjung ke China untuk berkolaborasi bareng JelloRio. JelloRio sebagai orang China yang nggak jago amat bahasa Inggris meminta maaf pada bbno$, “Sorry, Dude, my English is bad.”
Sebagai orang Kanada yang terkenal baik, bbno$ justru menjawab, “No, Bro, my Chinese is also bad, I’m sorry.”
Beginilah mental bule berbahasa Inggris yang kita harapkan. Jangan melulu kita yang belajar bahasa mereka dong, kadang mereka juga perlu latihan ngomong pakai bahasa asing dan saling menghargai. Minimal menyadari bahwa gap bahasa bukan tanggung jawab pengguna bahasa non-Inggris.
Bagi kalian bule-bule berbahasa Inggris yang selalu tersiksa baca subtitle, kalian benar-benar dalam kerugian. Wajar kalau banyak yang bilang kalian hidup kayak katak dalam tempurung, film berbahasa asing aja sulit kalian pahami. Sementara kita mungkin sudah belajar nonton film pakai subtitle sejak SD. Walau ribet, tapi lama-lama terbiasa dan menyenangkan.
BACA JUGA Tiga Review Terbaik Parasite yang Menegaskan Film Ini Layak Dapat Oscar atau artikel AJENG RIZKA lainnya.