Jadi Petugas Call Center Bukan Sekadar Angkat Telepon dan Bilang, “Ada yang Bisa Saya Bantu?”

costumer service

MOJOK.CO Para petugas call center yang kerjanya “sepele” itu juga bisa capek dan stres. Plis, kalau ngomel dan marah itu yang wajar aja.

“Selamat siang. Bandara XXX. Ada yang bisa saya bantu?”

Seorang senior menatap saya sambil mengucapkan kalimat yang harus saya ulangi setiap kali telepon berbunyi. Tugas saya tampak sepele, tapi menuntut konsentrasi besar: Mengangkat telepon seperti petugas call center, menjawab pertanyaan, dan melakukan langkah solusi .

Suatu hari saya dirundung kesialan: Tenggorokan saya sakit dan saya nggak kuat bicara panjang-panjang.

Telepon berdering dan saya langsung menerimanya. Menjelang telepon berakhir, si penelepon berkata, “Jutek banget, sih, jawabnya singkat!”

Belum sempat saya jawab, telepon diputus. Sejak hari itu, saya baru menyadari satu hal, yaitu…

…orang-orang yang kerjanya bicara di telepon memang “nggak boleh” kena sakit tenggorokan.

Sementara itu, Sani, perempuan 25 tahun, telah menghabiskan waktunya setahun sebagai petugas call center di kantor komunikasi. Tugasnya adalah menerima aduan pelanggan dari luar negeri.

“Enak nggak?”

“Kalau dapet yang marah-marah, pusing aku,” jawabnya.

Ya iyalah, udah dimarah-marahin, harus mikir dua kali pula karena bicara dengan bahasa Inggris yang notabene bukan bahasa ibu kita!

Menurut Sani, call center itu ibarat garda depan perusahaan, alias orang-orang yang dibayar untuk menghadapi kemungkinan dicaci maki.

Kalau dikomparasi sama Mojok, posisi ini mirip sama admin media sosial. Kalau ada artikel yang mengundang pro-kontra, tunggu aja lima menit. Paling-paling, nanti ada yang komen: “DASAR ADMIN GOBLOOOOK!”

Pengalaman Sani masih wajar. Hal yang lebih kelam nyatanya dialami oleh petugas call center lain.

Dikutip dari forum Quora, seseorang menuliskan kisah pribadinya sebagai petugas call center:

CS : “Dengan Bapak siapa saya berbicara, mohon maaf?”

Penelepon : “Panggil saya Mas saja, nama saya X.”

CS : “Baik mas X. Tolong sebutkan apa saja kendala terhadap produk kami.”

Penelepon : “Mbak, kita main sebentar, aku sudah mau sampai.”

Suara penelepon membuat CS bertanya-tanya: “Maksud dari kata ‘sampai’ itu apa? Sampai ke mana?”

CS : Maaf, Pak, maksud Bapak bagaimana?”

Penelepon : “…” (mendesah)

Sampai di sini, jelas kita sama-sama paham bahwa Mas X tadi adalah jenis manusia kurang kerjaan yang merepotkan orang lain hanya demi hasrat seksualnya, atau dengan kata lain: mas-mas mesum.

Hal-hal inilah yang membuat pekerjaan call center dianggap sebagai salah satu pekerjaan ter-stres sedunia. Untuk itu, di Korea, sebuah perusahaan minyak melakukan apresiasi pada para petugas call center.

Pada nada dering yang menghubungkan customer dengan petugas, perusahaan tadi memasang rekaman suara keluarga petugas dengan tujuan mengingatkan customer untuk bertindak sewajarnya. Contoh rekamannya adalah:

“Ibu saya, yang paling saya cintai di dunia ini, akan membantu Anda,” demikian suara seorang anak dari salah satu karyawati call center.

Hasilnya, petugas call center mengalami penurunan tingkat stres hingga 54,2%, lengkap dengan perasaan dihargai, tentu saja dengan respons baik customer yang bertambah hingga 8,3%.

Ah, jadi orang yang bisa saling menghargai itu indah banget, kan?

Exit mobile version