Hukuman Fisik Bukanlah Gaya Parenting yang Baik, Ini Alasannya

Hukuman Fisik Bukanlah Gaya Parenting yang Baik, Ini Alasannya

MOJOK.COHukuman fisik seperti memukul anak bukanlah gaya parenting yang dianjurkan. Anak tak akan belajar apa pun dari pukulan itu, kecuali kebencian.

Saat sedang enak-enak menjelajahi linimasa Twitter saya menemukan postingan yang bikin darah mendidih. Di postingan tersebut, ada anak yang dihajar orang tuanya gara-gara membuat video TikTok yang tak senonoh. Gara-gara melihat video tersebut, muncul ingatan-ingatan di kepala saya. Ingatan-ingatan yang tidak menyenangkan masa kecil, masa di mana orang tua saya berpikir kalau sikat kumbahan dilempar ke kepala itu adalah parenting yang bagus..

Sebesar apapun kesalahan seorang anak, tidak sepatutnya anak itu dihajar. Tidak sedikit kita melihat orang remuk atau kasar itu mengalami masa kecil penuh kekerasan. Contoh paling sahih adalah kasus Ed Gein. Ed Gein adalah pembunuh yang terkenal atas kekejamannya dan menyimpan anggota tubuh korbannya di rumahnya. Ed Gein mengalami masa kecil penuh siksaan dari ayahnya yang alkoholik dan ibunya yang melarang Ed berteman.

Dan yang menjadi masalah adalah, beberapa dari kita ini menganggap bahwa memukul anak adalah gaya parenting yang tepat. Tidak sedikit kita mendengar masa kecil kawan-kawan kita dipenuhi dengan hukuman fisik yang dilakukan oleh orang tua mereka. Ketika kita mendengar banyak cerita serupa seperti yang kita alami, alam bawah sadar kita akan menganggap itu sebuah pemakluman.

Begini. Kita pasti punya pikiran setelah dihajar atau dipukul, anak pasti jera karena takut untuk mengulangi kesalahannya. Tapi bisa saja anak itu hanya takut dihajar, tapi tidak belajar apa-apa. Bisa dibilang, argumen bahwa anak itu nanti akan jera dan tidak mengulangi kesalahan karena sudah dihajar itu lemah.

Bagaimana bisa anak tersebut belajar tentang kesalahannya kalau respon yang diberikan orang tuanya hanya dihajar? Mau menjelaskan kesalahan anakmu sedetil apa pun, kalau sambil dipukuli, anakmu ya mikirnya nahan rasa sakit dan nunggu dia kelar dihajar, bukan mikir kesalahannya.

Anak yang melalui masa kecil dengan penuh kekerasan akan menumpuk rasa sakit dan kecewa itu dalam pikiran mereka. Yang mereka simpan adalah trauma, bukan pelajaran. Banyak yang selamat dari rasa trauma itu, banyak yang tidak selamat dan menjalani sisa hidupnya dengan rasa sakit.

“Tapi itu kan bisa memperkuat mental anak, Bro. Dunia itu keras, jangan dididik dengan lembek”

Ya bener, tapi bukan berarti nerapin parenting gaya SmackDown lah. Anak mungkin jadi nggak gampang nangis kalau kena rasa sakit (karena orang tuanya memberi rasa sakit yang lebih, tentu saja), tapi efek lainnya yang muncul jadi anak itu tidak punya empati. Kamu pikir manga Shonen Jump ceritanya selalu berputar di bagian kekerasan nggak bisa menyelesaikan masalah itu karena apa coba? Ya karena memang seperti itu adanya.

Bukan tak mungkin juga, anak yang tumbuh dari gaya parenting sekasar itu bakal meneruskan gaya parenting yang sama. Lingkaran setan penyiksaan itu tak akan terputus. Einstein berkata, kegilaan adalah melakukan usaha yang sama dan mengharapkan hasil yang berbeda. Berharap anak kita akan menjadi seseorang yang lebih baik dari kita tapi dididik dengan cara yang sama, dalam konteks ini adalah dengan dihajar, adalah kegilaan.

Ini pesen buat kalian yang mau punya anak. Mentang-mentang kalian tumbuh dengan digebuk rotan, bukan berarti nanti anak kalian juga tumbuh dengan sabetan, nggak keputus lah lingkaran setannya.

Parenting dengan memukul, membentak, dan hukuman-hukuman yang membuat trauma itu hanya akan membuat Ed Gein yang baru. Berharap anak akan menjadi seorang yang teguh pendiriannya, tutur katanya baik, dan penuh kasih sayang dari cara mendidik gaya battle royale? Ngimpi.

Ngomong-ngomong soal video di Twitter itu (yang setelah itu akun yang menyebarkan video itu kena suspend), ada argumen seperti ini.

Kita tetap akan menyayangi orang tua meski mereka menghajar kita. Parenting yang buruk sekali pun tidak menghalangi kita mencintai orang tua kita. Saya sendiri mengalami masa kecil penuh siksaan, pun bukan berarti saya membenci mereka. Tapi hanya karena kita mencintai orang tua kita, bukan berarti kesalahan yang dilakukan orang tua kita dimaklumi. Kekerasan tidak boleh dinormalisasi, apapun alasannya.

Memberi hukuman fisik bukanlah satu-satunya cara untuk memberi pelajaran kepada anak. Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk memberi pengertian kepada anak kita. Dan tentu saja, memberi luka kepada anak bukanlah cara terbaik.

BACA JUGA BNPB Tak Punya Akses Data Corona Secara Menyeluruh dari Kemenkes Adalah Humor Paling Jahat dan artikel menarik lainnya dari Rizky Prasetya.

Exit mobile version