Sebagai seseorang yang suka makan daging—terutama saat habis gajian—tak ada yang lebih menggoda iman saya selain aroma sate kambing yang mengepul dari warung pinggir jalan. Asap dari arang yang bercampur lemak kambing seolah melambai tiap saya lewat di tanggal muda. Memanggil saya untuk segera berhenti, duduk, dan memesan seporsi sate.
Akan tetapi di balik kenikmatan tusuk demi tusuk sate, tersembunyi sejumlah dosa besar pedagang sate kambing. Dosa-dosa ini tak jarang bikin pembeli seperti saya—mungkin juga kalian—merasa ditipu secara batin dan ekonomi.
#1 Menjual sate daging kambing yang alot
Ini adalah dosa pertama pedagang sate kambing yang kerap bikin saya sebagai pembeli kapok. Jualan sate daging kambing yang alot. Dosa satu ini sulit dimaafkan.
Ada banyak faktor yang membuat daging kambing menjadi alot. Misalnya, salah pilih daging (menggunakan daging kambing tua), kurang marinasi, hingga teknik pemotongan daging yang salah. Hal ini berdampak pada tekstur daging yang sulit dikunyah.
Tak sekali dua kali saya menjumpai sate kambing yang alot. Boro-boro bisa ditelan, dikunyah saja bikin rahang capek. Kalau sudah begini tentu mengurangi kenikmatan makan, kan?
#2 Bakar daging asal-asalan, jadi kurang matang
Selanjutnya, dosa pedagang sate kambing yang sulit dimaafkan adalah membakar sate asal-asalan hingga daging kurang matang. Sate sejatinya dibakar perlahan dengan sepenuh hati agar hasilnya matang sempurna. Tetapi tak sedikit pedagang yang membakarnya sekadarnya tanpa peduli apakah bagian dalam daging sudah matang sempurna.
Hasilnya? Bagian luar gosong, tapi dalamnya mentah. Kalau sudah begini yang rugi tentu saja pembeli. Bukan cuma rugi uang, tapi juga rugi kesehatan. Ingat, mengonsumsi daging mentah meningkatkan risiko infeksi bakteri, parasit, dan virus.
Baca halaman selanjutnya: Jualan dengan harga tak wajar…
#3 Jualan sate kambing dengan harga tak wajar
Jujur saja beberapa kali saya tertipu dengan pedagang sate kambing yang nomor tiga ini. Biasanya ini terjadi ketika saya mencoba membeli sate di tempat baru yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya.
Di Magelang tempat tinggal saya, sate kambing umumnya dihargai Rp30 ribu-Rp40 ribu per porsi. Tergantung tempat makannya. Harga segitu biasanya belum termasuk nasi dan minum kalau makan di tempat.
Saya kira harga segitu wajar juga dijumpai di daerah lain. Namun saya dan teman saya di Bekasi pernah punya pengalaman buruk soal ini. Kami pernah makan sate kambing yang dihargai Rp60 ribu seporsi. Harga segitu sudah termasuk nasi sih, tapi kami merasa nggak worth it karena potongan dagingnya kecil. Untung saja rasa satenya enak, jadi saya dan teman saya nggak merasa rugi-rugi amat.
Buat para pedagang, saya tahu kalian jualan cari cuan bukan sedekah. Tapi kalau pasang harga tolong sewajarnya juga. Kalau harga mahal tapi potongan daging besar dan padat, misalnya, pembeli tentu tak akan merasa sayang mengeluarkan uang. Tapi kalau sudah pasang harga mahal sementara kualitasnya bikin kecewa, pembeli nggak bakal balik, lho.
#4 Jualan sate kambing tapi lebih banyak lemak daripada dagingnya
Satu lagi dosa pedagang sate kambing yang sulit dimaafkan pembeli. Apa lagi kalau bukan jualan sate tapi lebih banyak potongan lemak daripada daging dalam tiap tusukan.
Memang harus saya akui, lemak adalah bagian tak terpisahkan dari sate kambing. Tapi ketika satu tusuk isinya 80% lemak dan 20% daging, itu mah namanya bukan sate, tapi sabotase gizi! Pembeli datang untuk makan daging, cari protein, bukan kolesterol level dewa.
#5 Tidak sedia lalapan dan irisan bawang merah sebagai pelengkap sajian
Dosa terakhir pedagang yang merugikan pembeli lahir dan batin adalah nggak menyediakan lalapan dan irisan bawang merah. Lalapan di sini bukan lalapan kayak di pecel lele yang ada daun kemanginya, ya. Biasanya lalapan untuk sate kambing terdiri dari irisan kol, tomat, dan (kadang) timun. Jangan lupakan juga irisan bawang merah yang menjadi pelengkap utama.
Lalapan dan irisan bawang merah ini hadir bukan tanpa sebab. Selain melengkapi sajian sate, keduanya ternyata diam-diam bermanfaat.
Arie Parikesit, seorang pengamat kuliner, sebagaimana dikutip dari Times Indonesia mengungkapkan bahwa menyantap hidangan kambing akan jadi lebih sehat jika dibarengi bersama lalapan maupun acar. Lalapan dan irisan bawang merah ini konon dapat membantu menetralisir kolesterol setelah makan sate.
Itulah beberapa dosa pedagang sate kambing yang merugikan pembeli dan sulit dimaafkan. Buat para pedagang, bertobatlah. Bakarlah sate dengan jujur dan sajikan dengan sepenuh hati.
Sate kambing seharusnya menjadi makanan yang membahagiakan, bukan membuat pembeli kecewa. Soalnya dalam tiap tusukan sate, ada harapan bisa makan enak dari orang-orang kayak saya yang kelaparan dan baru gajian.
Penulis: Intan Ekapratiwi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Ragam Sate Kambing Tegal: Batibul, Balibul, Semuanya Enaaak! dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN.
