MOJOK.CO – Penyebar hoaks ambulans bawa batu seperti Denny Siregar tidur nyenyak, sementara Dandhy Laksono dan Ananda Badudu ditangkap polisi.
Nalar.
Nggak perlu logika sundul langit untuk mengambil sebuah kesimpulan bahwa pembuat dan penyebar hoaks perlu diadili. Akibat dari hoaks sudah kamu rasakan betul di ontran-ontran Pilpres 2014 dan 2019. Ketika hoaks diresonansikan oleh buzzer dengan pengaruh besar dan diamini begitu saja, perlahan, kebohongan itu yang menggantikan fakta.
Negara ini konon memerangi hoaks. Undang-undang disusun dengan nalar itu. Namun, yang kita saksikan dalam beberapa hari ini justru peristiwa tanpa nalar. Peristiwa tanpa nalar ketika mereka yang membuat dan menyebarkan hoaks lolos dari jerat hukum.
Sementara itu, mereka yang menyuarakan kebenaran, berjuang untuk orang banyak, mewakafkan waktu dan tenaga untuk keselamatan orang lain, justru dicokok. Malam-malam yang pendek Dandhy Dwi Laksono dan Ananda Badudu diisi dengan ketidakadilan. Sementara itu, penyebar hoaks, buzzer-buzzer Istana macam Denny Siregar dan Murtadha One bisa tidur nyenyak berbantalkan kebohongan.
Kita ambil satu contoh paling terang. Polda Metro Jaya, lewat akun Twitter dan Instagram resmi mereka, menyebarkan hoaks bahwa ada ambulans milik Pemda DKI Jakarta yang membawa batu dan bensin untuk pendemo. Sementara itu, buzzer–buzzer masuk angin sudah lebih dulu meresonansikan hoaks lewat akun pribadi dengan ribuan follower mereka. Bahkan, buzzer ini lebih cepat update. Jagoan betul jadwal twit mereka. Pastilah berkat bimbingan Kakak Pembina.
Polda Metro Jaya menghapus twit ambulans bawa batu setelah tahu kalau kabar yang mereka sebarkan adalah kabar bohong. Mereka pun sudah mengakui kesalahan itu dan meminta maaf. Sementara itu, buzzer-buzzer Istana masih dengan congkaknya enggan mengakui kesalahan mereka.
Ohh, mereka tidak bisa menghindar dari kesalahan menyebarkan hoaks. Data dan catatan jejak digital menjegal langkah mereka untuk menghindar. Adalah Ismail Fahmi, pendiri Media Kernels Indonesia dan dikenal dengan nama “Drone Emprit” membuat analisis yang berhasil menangkap influencer yang mendengungkan hoaks ambulans bawa batu.
Saya dicolek mas @DamarJuniarto, Gus @syaltout, dan Kang Mas @anjarisme soal mobil ambulans milik Pemprov DKI (Anies Baswedan) yg dituduh membawa batu dan bensin untuk demonstran.
Drone Emprit membuat analisis, karena sas-sus ini menimbulkan keresahan publik yang luas seharian. pic.twitter.com/StD6QKuTRt
— Ismail Fahmi (@ismailfahmi) September 26, 2019
Drone Emprit menangkap beberapa kecenderungan. Ketika demo terjadi dan kebutuhan akan ambulans meningkat, nama Ananda Badudu menjadi influencer paling berpengaruh. Ananda Badudu, awak band Banda Neira, itu memang membuka akun donasi di Kita Bisa untuk mengumpulkan dana.
Dana itu digunakan Ananda Badudu untuk menyediakan logistik penting bagi mereka yang demo, yaitu ketersediaan air minum dan menyediakan ambulans dan suplai medis untuk mereka yang terluka. Oleh sebab itu, pada periode 24 hingga 26 September 2019, ketika mencari dengan kata kunci “ambulans” atau “ambulan”, nama Ananda Badudu yang muncul. Ananda Badudu sangat aktif menangkap dan menyebarkan informasi daerah mana yang butuh air dan ambulans.
Koordinasi kemanusiaan yang Ananda Badudu galang lewat media sosial jelas perbuatan yang mulia. Membuka akun donasi, menyalurkan bantuan secara intens, dan mengontrol keuangan secara terbuka bukan pekerjaan voluntary yang bisa dikerjakan semua orang.
Malam 25 September 2019, kata kunci ambulan/ambulans menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Inilah saat-saat ketika hoaks ambulans bawa batu mulai dibikin ramai. Menengok peta SNA yang dianalisis Drone Emprit, top influencer yang tertangkap adalah akun Polda Metro Jaya, @OneMurtadha, @P3nj3l4j4h, @digembok, dan @DennySiregar7.
Buzzer-buzzer Istana ini memobilisasi teman-teman influencer lainnya. Isi pesan dan videonya juga senada. Orkestrasi hoaks pun dimulai.
Pukul 04.00 pagi pada 26 September 2019, isu ambulans bawa batu mulai ramai. Buzzer-buzzer mulai menyerang dan menuduh. Semakin gaduh ketika media-media online dan teve ikut memberitakan. Kontra narasi akan hoaks itu pun, untungnya, jauh lebih kuat. Dandhy Laksono dan Tirto ID merupakan salah satu kekuatan yang mencoba melawan atau menjernihkan.
Yang ingin saya katakan adalah: dari analisis Drone Emprit, kita bisa melihat siapa saja meresonansikan hoaks. Polisi menjadi salah satunya dan hingga sampai saat ini tidak ada kabar yang menyebutkan polisi menghukum dirinya sendiri karena menyebarkan hoaks. Bagaimana dengan Denny Siregar dan buzzer lainnya? Kopi lancar, tidur nyenyak pastinya.
Nalar.
Nalar apa yang ada di sana? ketika mereka yang menyebarkan hoaks aman-aman saja, sementara Dandhy Laksono yang mengungkap kebenaran malah dijadikan tersangka. Nalar apa yang ada di sana ketika Ananda Badudu ditangkap dan dituduh membiayai demo mahasiswa?
Terkadang, atau mungkin sering, rakyat diposisikan sebagai sekumpulan orang bodoh, buta informasi, dan penurut. Disodori ketidakadilan rakyat akan diam. Disuapi sampah, rakyat tidak akan melawan. Langkah menersangkakan Dandhy Laksono dan menangkap Ananda Badudu sangat menggambarkan paradigma pemerintah dan petugas hukum itu.
Jokowi tidak mau kita meragukan niatnya menegakkan demokrasi. Jokowi memang tidak bisa mengintervensi hukum. Namun, sebagai Presiden negara besar, Jokowi punya kekuatan untuk mencegah kriminalisasi Dandhy Laksono dan Ananda Badudu.
Protes mahasiswa dan rakyat tidak ingin melengserkan Jokowi. Protes ini ingin “menjawil” Jokowi untuk bergerak berdasarkan aspirasi rakyat, bukan “titipan” dari generasi tua dan cukong-cukong peraturan di DPR sana.
BACA JUGA Bukan Cuma Opini, Kini Fakta Sejarah Juga Bisa Mencemarkan Nama Baik atau artikel Yamadipati Seno lainnya.