Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Cinta dan Kesetiaan di Kursi Belakang Bis Antarkota

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
26 Februari 2019
A A
maju lancar
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Dalam perjalanan pulang dari Semarang ke Jogja beberapa waktu yang lalu, saya lagi-lagi naik bis. Sudah beberapa kali saya harus bepergian Jogja-Magelang-Semarang karena memang sering mengisi kelas penulisan di Semarang. Terakhir, saya diundang komunitas blogger Gandjel Rel untuk mengisi materi penulisan di acara ulang tahun mereka.

Panitia sudah menyediakan travel untuk saya, namun saya lebih memilih bis.

Bagi saya, untuk perjalanan kota Joglo Semar (Jogja Solo Semarang), bis memang menjadi pilihan utama, sebab entah kenapa, setiap kali saya naik bis, selalu ada pengalaman menyenangkan yang layak untuk diceritakan, utamanya kalau di kursi deretan belakang.

Perjalanan dari Semarang-Magelang menggunakan “Maju Lancar” kemarin, misalnya.

Bis yang saya tumpangi sudah sampai terminal Magelang setelah menempuh perjalanan yang cukup lama sebab macet dan hujan. Pemberhentian saya masih sekitar dua kilo lagi dari terminal.

“Maju Lancar” berhenti untuk ngetem cukup lama di terminal. Saking lamanya, beberapa penumpang saya dengar sampai ngedumel. Sudah lebih dari setengah jam.

Saya yang tujuan pemberhentiannya hanya tinggal dua kilo lagi tentu saja juga ikut ngedumel.

“Namanya thok yang Maju Lancar, tapi ngetemnya lama setengah modar,” batin saya agak jengkel.

Di tengah-tengah perasaan jengkel saya, dari pintu samping dekat dengan kursi saya, mendadak muncul seorang bapak-bapak memboncengkan seorang perempuan. Belakangan baru saya tahu kalau  si perempuan adalah anaknya. Keduanya sama-sama memakai mantol, sebab cuaca memang masih hujan.

Si bapak sengaja menghentikan motor tepat di samping pintu belakang bis agar anak perempuannya bisa langsung mencopot mantol dan langsung naik ke bis tanpa perlu kehujanan.

“Naik saja dulu, nanti dilepas di pintu,” kata si Bapak.

Si anak perempuan menuruti apa kata bapaknya. Ia naik ke pintu bis, kemudian mulai mencopot helm dan mantolnya. Setelah itu, ia sodorkan kepada ayahnya yang masih menunggu di bawah.

“Ya wis, sana, hati-hati, ya…” pesan si Bapak pada anak perempuannya.

“Iya, Pak…”

Iklan

Si perempuan kemudian duduk persis di depan saya. Wajahnya tampak lelah. Jilbabnya basah sebagian.

Saya menengok ke luar, si bapak masih menunggu walaupun anaknya sudah naik ke bis. Saya yakin, si bapak sengaja menunggu sampai bis yang ditumpangi anak kesayangannya benar-benar berangkat.

Seperempat jam berlalu, dan bis masih belum juga berangkat.

Si anak kemudian menengok ke luar dan terperanjat karena ternyata bapaknya masih menunggu. Ia kemudian meletakkan tasnya di kursi kemudian berjalan ke arah pintu belakang.

“Pak..!!!” teriaknya. “Bapak pulang saja dulu, nggak usah nunggu aku…”

Si Bapak menjawab iya, tapi ia bergeming. Ia tetap menunggu. Si anak menyerah. Ia kemudian kembali ke tempat duduknya.

Tak berselang lama, bis kemudian benar-benar berangkat setelah penuh dengan penumpang.

Saya berdiri dan melihat ke kaca belakang. Si bapak masih di tempatnya. Melihat bis yang semakin menjauh membawa anak kesayangannya.

Bis melaju pelan. Setelah sepuluh menit, saya kemudian turun karena sudah sampai tujuan.

Esok paginya, saya harus kembali ke Jogja. Bis kembali menjadi pilihan saya.

Perjalanan Magelang-Jogja sepi sejak saya naik. Para penumpang baru mulai berdatangan setelah sampai Muntilan.

Sampai di daerah Tempel, dua pengamen naik. Satu pegang kencrung, satu lagi pegang kendang. Mereka memainkan dua-tiga nomor yang cukup menyenangkan untuk didengarkan.

Setelah mengumpulkan uang, mereka kemudian duduk di belakang dekat saya sambil ngobrol dengan sang kernet.

“Jo, Kowe ndak yo nduwe kepinginan meh ganti bojo?” kata kernet pada salah satu pengamen.

“Wa yo ora, nduwe bojo siji we le nggolek direwangi mobat-mabit…” jawab si pengamen.

Saya tersenyum. Cinta dan kesetiaan mudah ditemukan di mana-mana. Termasuk di kursi belakang.

Terakhir diperbarui pada 26 Februari 2019 oleh

Tags: biskursi belakangmaju lancar
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

Coffe On The Bus upaya Rejeki Transport bertahan di masa pandemi
Liputan

Ngopi di Bus Sampai Jualan Sei Sapi, Usaha Jasa Pariwisata Bertahan di Tengah Pandemi

4 April 2021
Pak Lorek, sopir bis Jogja-Kaliurang di atas kendaraannya
Liputan

Kisah Sopir Jogja-Kaliurang yang Tak Lagi Punya Penumpang

14 Maret 2021
ibu dan anak
Pojokan

Menjadi Manusia Lemah di Dalam Bis Antarkota

20 Juni 2019
kursi paling belakang
Pojokan

Perjalanan Menjengkelkan Jogja-Ambarawa

26 Mei 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.