Cimoy Montok dan Kekeyi Nggak Perlu Validasi Netizen untuk Tetap Bikin Konten

Selebgram, Cimoy Montok, dan Kekeyi

ilustrasi Cimoy Montok dan Kekeyi Nggak Perlu Validasi Netizen untuk Tetap Bikin Konten mojok.co

MOJOK.CO Cimoy Montok dan Kekeyi hanya dua dari sekian banyak figur media sosial yang jadi objek hujatan dan puja-puja netizen.

Orang-orang akan menyebut profesi “selebgram” ketika mereka ditanya tentang pekerjaan apa yang mudah dan cuannya banyak. Figur media sosial di Indonesia memang lahan yang menjanjikan, tinggal bikin konten simpel, bayarannya puluhan juta. Padahal bikin konten bagi pengguna medsos itu ya kayak bernapas. Yang lebih sangar, profesi macam selebgram ini bisa diperebutkan siapa pun mulai dari ekonomi kelas bawah, tengah, dan atas. Mau cantik, buluk, atau biasa saja bisa, asal konsisten, ya jadi. Sama kayak yang dilakukan Cimoy Montok dan Kekeyi.

Kita bahas Cimoy Montok dulu. Buat yang nggak tahu, sebutan Cimoy Montok ini terkenal sejak dua sampai tiga tahun belakangan. Kehadiran Cimoy di awal mula kemunculannya, lebih banyak dihujat dan dikatain karena penampilannya yang kurang sedap dipandang. Saya nggak jarang menemui komentar pedas yang secara langsung menghujat fisiknya. Mulai dari sebutan dekil, buluk, bikin nggak selera, dan lain-lain.

Latar belakang Cimoy Montok yang bukan dari keluarga berada juga sempat jadi bahan olok-olok. Konon orang tua Cimoy berprofesi sebagai pemulung dan ia bertempat tinggal di rumah sederhana. Nggak sedikit netizen yang ngatain kalau Cimoy ini jamet versi Ibu Kota. Terlepas dari itu semua, konten si Cimoy memang secara subjektif agak meresahkan. Saya nggak ngerti apa yang berusaha dia sampaikan, kebanyakan seputar pergaulan masa kini, cinta-cintaan, dan lipsync yang nggak pas. Keadaan ini, bikin netizen makin punya bahan buat ngatain Cimoy.

Setelah lama berselang, Cimoy Montok tampak hilang dari peredaran media sosial spesialis kambing hitam hujatan. Dia memang sering mengganti username media sosial atau malah bikin-bikin yang baru. Menemukan mana Cimoy Montok yang asli di Instagram saja sudah merupakan PR besar.

Kini, Cimoy Montok kembali jadi bahan gibah netizen dengan nada yang lebih positif. Banyak yang memuji penampilan Cimoy karena ia tampak lebih cantik, berkulit cerah, dan tentu saja jauh dari tuduhan “buluk”. Hujatan yang dulu pernah menamparnya seolah-olah berubah 180 derajat menjadi pujian-pujian manis. Dan, ngomong-ngomong, konten yang dibikin Cimoy masih sama kayak dulu.

Jujur aja saya kadang nggak ngerti dengan perubahan anggapan netizen yang mudah berbalik. Tentu saja, ada alasan dibalik menghujat atau memuja Cimoy Montok. Namun, melihat peristiwa ini justru seperti menyaksikan ironi bahwa betapa seseorang sebenarnya nggak butuh validasi apa pun dari netizen. Netizen tuh siapa sih, palingan mereka sekumpulan orang yang lagi riding the wave. Ketika ada satu orang menghujat Cimoy, semua ikutan. Ketika ada satu orang memuja Cimoy, semua ikutan juga. Akhhh, nggak punya pendirian kah?

Skenario yang sama sebenarnya menimpa Kekeyi, namun plotnya terbalik. Pada awal kemunculannya, Kekeyi dipuja habis-habisan. Dia dianggap sebagai ikon perempuan yang berani berkarya dengan apa adanya. Konten pertama Kekeyi adalah seputar makeup dengan harga murah. Dia bahkan menggunakan balon air untuk difungsikan sebagai beauty blender. Sebab beauty blender harganya mahal nggak ngotak.

Konten ini viral karena dirasa sangat original, lugu, tidak dibuat-buat. Kekeyi kemudian diundang sejumlah artis untuk ngobrol, diundang ke berbagai acara televisi dan otomatis, dilirik manajemen. Selanjutnya, saya nggak ngerti apa yang orang-orang berduit perbuat sama Kekeyi, ia tampak terlibat skandal pacaran settingan, lalu terjerembab dalam berbagai konten konyol cum tidak original. Kekeyi sekarang lebih banyak menerima hujatan dan jadi bahan meme akibat keluguannya sendiri.

Figur media sosial seperti Cimoy Montok dan Kekeyi mungkin bukanlah figur yang bisa berbaur dengan pergaulan media sosial “pada umumnya”. Mereka berdua memiliki “gelembung” yang berbeda dari kebanyakan orang. Sehingga, nggak heran bahwa konten yang diproduksi memang sesuatu yang sama sekali nggak kita butuhkan, padahal mereka telanjur terkenal sebagai seorang figur. Lain halnya dengan selebgram dan youtuber “biasa” yang akan terus berusaha menyajikan sesuatu yang disuka oleh netizen. Mereka mungkin orang-orang yang berusaha berbaur dengan nilai-nilai di dunia maya.

Ya tapi, Cimoy Montok dan Kekeyi itu sebenarnya nggak butuh validasi apa pun buat bikin konten. Lha wong dari awal mereka ngonten buat senang-senang kok, kebetulan viral aja kali. Siapalah netizen tiba-tiba mengatur citra mereka dari positif jadi negatif maupun sebaliknya.

Mungkin, netizen memang selalu punya banyak waktu buat menilai orang. Tapi, nggak pernah punya waktu untuk… instrospeksi.

BACA JUGA Asal-usul Keterkenalan Kekeyi dan Betrand Peto atau artikel lainnya di POJOKAN.

Exit mobile version