Betapa Menyebalkan Dikatain ‘Tumben’ Saat Mencoba Rajin Ibadah

ilustrasi Betapa Menyebalkan Dikatain 'Tumben' Saat Mencoba Rajin Ibadah mojok.co

ilustrasi Betapa Menyebalkan Dikatain 'Tumben' Saat Mencoba Rajin Ibadah mojok.co

MOJOK.CO Perjalanan menuju pertobatan memang terjal. Begitu mencoba rajin ibadah, ada saja kaum-kaum banyak mulut yang memperkeruh suasana.

Bulan puasa adalah sebuah momentum saat orang-orang mulai berusaha mendekatkan diri pada Tuhan. Bahkan yang tidak berusaha “mendekatkan” pun secara tidak sengaja bisa tersentuh oleh suasana yang memang sedang sangat kondusif buat rajin ibadah.

Jangankan orang biasa, mereka yang sehari-hari hobinya melakukan maksiat juga punya kesempatan buat dapat hidayah di bulan puasa kok. Lha gimana nggak terbawa suasana, bulan Ramadan selalu dipromosikan sebagai ladang pahala, bulan penuh ampunan, dan bulan saat orang-orang baik bermunculan. 

Membulatkan tekad untuk jadi manusia yang lebih rajin ibadah di bulan puasa itu hal yang wajar dilakukan. Sayangnya, hidup jadi orang Indonesia yang lagi pengin tobat juga harus punya muka tebal. Sebab, nyinyiran tetangga dan teman sebaya itu nyata.

Mereka yang cenderung dicap “nggak religius” adalah yang paling sengsara

Branding diri di pergaulan ternyata punya pengaruh yang besar terhadap bacotan masyarakat yang bakal kita terima saat mencoba rajin ibadah. Jika kita adalah kaum-kaum pendosa yang sering mabuk, hobi cinta-cintaan dengan bumbu maksiat, apalagi nggak pernah salat, branding “nggak religius” seolah melekat di kening.

Ketika mereka yang “nggak religius” berniat rajin ibadah dan mengubah diri, mereka harus berhadapan dengan pertanyaan konyol dan rundungan dari orang-orang. Minimal dikatain “Ciyeee, tumben rajin!” atau ditanyain “Loh, kamu salat subuh, masa sih?”

Parahnya, orang-orang yang ngatain dan merasa ibadahnya lebih baik ini kadang-kadang ngajak maksiat lagi. Minimal ngajakin batal puasa siang-siang, duh. Ada yang berdalih ngetest, ada yang memang sengaja pengin ngajakin bikin dosa. Kuatkan imanmu, Kawan.

Sebenarnya, meski terdengar seperti sebuah candaan, perkataan dan komentar “ciyeee” dan “tumben” kadang menimbulkan pergolakan batin bagi kaum “nggak religius” tadi. Mereka yang tadinya bertekad rajin ibadah, kalau mentalnya udah kena, ya mundur alus. Pertobatan pun gagal maning, Son.

Kedengarannya sih ngasih semangat, tapi aslinya cuma penghakiman

Beberapa orang mungkin berniat mengapresiasi kawannya yang tiba-tiba rajin ibadah dan otw tobat. Misalnya dengan ngasih semangat dan memuji usahanya. Tapi, Mylov, mengapresiasi sama toxic positivity itu beda tipis. Makanya perlu ekstra hati-hati karena orang yang barusan dapat hidayah itu hatinya mudah tersentuh. Nggak usah inisiatif berkomentar aneh-aneh daripada menggagalkan pertobatan seseorang. Apalagi asal ceplos dengan ngatain, “Lah tumben ke mesjid!” Pergi ke masjid di bulan puasa ya sudah sewajarnya, gitu aja kok heran.

Mereka yang beriman cuma di bulan Ramadan nggak usah dikatain

Lingkungan pergaulan sudah sewajarnya memiliki banyak tipe-tipe orang begini. Mereka bisa jadi punya mulut dan kelakuan yang berantakan sepanjang tahun, tapi tidak di bulan puasa. Ada yang benar-benar langsung berubah 180 derajat jadi orang alim. Ada yang mendadak rajin salat lima waktu dan rajin sedekah, ada juga yang puasa rajin meski salat tetap ditinggalkan. Orang itu macam-macam. Dan seharusnya kita sepakat untuk tidak membuat penghakiman saat siapa pun mulai rajin ibadah. Justru mereka harus dirangkul dan disambut dengan perilaku yang tepat biar pertobatannya makin mantap.

Mereka yang kelakuannya kayak Dajjal saat tahun baru juga berhak sujud di bulan Ramadan. Mereka yang malamnya minum alkohol, paginya salat subuh juga nggak dilarang salatnya. Lho, masih benar dia ingat kewajiban walaupun habis bikin dosa, ketimbang yang dilakukan dosa-dosa-dosa terooos dan merasa hina untuk sekadar minta ampun sama Tuhan. Perkara apakah ibadahnya diterima yan jelas tidak ditentukan manusia, apalagi ditentukan nyinyiran netizen. Kita kadang terlalu sibuk menimbang amal orang sampai terdengar begitu bodoh.

Sebagai orang yang juga nggak sempurna ibadahnya, saya sih nggak menyarankan kalian untuk meremehkan teman yang sedang rajin ibadah. Apalagi ngatain “tumben” dengan dalih bercandaan, tapi damage-nya bisa bikin pertobatan gagal. Kadang ada juga kan yang ngatain, “Hadeeeh, salat kok cuma di bulan puasa doang.”

Cuy, masih mending dia mau salat di bulan puasa. Orang yang begitu itu dirangkul dong, minimal kalian cari cara biar salatnya bisa lebih sustainable kayak sumber daya alam.

BACA JUGA Menyambut Generasi Cadar Garis Lucu dan tulisan AJENG RIZKA lainnya.

Exit mobile version