Sebagai seorang anak yang baik, saya tentu saja merasa senang dan bangga dengan nama yang diberikan oleh orangtua saya. Agus Mulyadi. Tak ada filosofi ndakik-ndakik dari pemberian nama ini. Filosofi yang ada hanyalah filosofi sederhana. Agus berasal dari Agustus yang merupakan bulan kelahiran saya. Sedangkan Mulyadi merupakan akronim maksa dari mulia abadi.
Nama Agus Mulyadi, tentu saja adalah nama yang pasaran. Saking pasarannya, dulu saat penerimaan siswa di SMA, ada siswa lain yang namanya juga Agus Mulyadi, sehingga saat pembagian kelas, kami berdua terpaksa suit untuk menentukan pembagian kelas kami.
Dalam ranah profesional, Agus Mulyadi juga nama yang pasaran. Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi namanya Agus Mulyadi. VP Sales and Marketing Telkomsel Jabotabek-Jabar namanya Agus Mulyadi. Eksekutif Produser (atau Manager Newstainment?) Metro TV namanya Agus Mulyadi.
Wis lah, pokoknya banyak orang yang namanya Agus Mulyadi.
Nama lengkap saja sudah menjadi nama yang begitu pasaran. Apalagi nama panggilan saya, Agus, tentu saja jauh lebih pasaran.
Agus, boleh jadi adalah salah satu nama paling best seller di Indonesia. Dalam segi jumlah, nama Agus mungkin hanya kalah dari nama “Muhammad”. Di Indonesia, rasanya setiap RT minimal pasti ada satu warga yang bernama Agus.
Nama yang pasaran ini sedikit banyak mempengaruhi pergaulan dunia per-sosmed-an saya.
Sudah tak terhitung berapa kali saya dimensen hanya karena nama saya yang Agus itu. Pada titik tertentu, itu cukup menyenangkan, sebab artinya saya cukup dikenal dalam pergaulan dunia maya saya. Namun pada titik yang jauh lebih banyak, itu sangat menyebalkan bagi saya, utamanya jika hal tersebut terjadi berulang-ulang kali.
Saya masih ingat jelas banjir mensen pertama yang saya dapatkan karena saya bernama Agus, momen itu terjadi saat booming pemberitaan soal warung bakso Agus. Warung bakso tersebut diberitakan oleh banyak media karena berpromosi dengan cara menggratiskan baksonya untuk seluruh pengunjung yang punya nama Agus.
Ndilalah, pemberitaan soal bakso Agus itu ternyata sangat meluas. Ia diliput oleh banyak media. Maka, jadilah berita soal bakso itu sampai juga di tangan kawan-kawan saya.
Hasilnya sudah dapat diduga, akun sosmed saya penuh dengan mensenan status soal warung bakso tersebut.
Kali kedua akun media sosial saya banjir mensen adalah waktu muncul komunitas Agus-Agus Bersaudara Indonesia. Itu adalah semacam komunitas untuk orang-orang yang punya nama berunsur Agus.
Nah, bajangkrek setan alas, ternyata pendiri komunitas ini namanya adalah Agus Mulyadi, dan bajangkrek lagi, panggilannya ternyata juga Gus Mul, sama persis seperti panggilan saya.
Maka, ketika informasi soal pemberitaan komunitas ini muncul di berbagai media, saya langsung saja kebanjiran mensen dan pertanyaan dari banyak orang yang bertanya soal komunitas Agus-Agus Bersaudara.
“Mas, apa benar sampeyan yang mendirikan komunitas Agus-Agus bersaudara ini? Bagaimana caranya untuk bergabung, Mas?”
Bedebah.
Kali ketiga adalah saat Denny Siregar memposting sebuah meme bertuliskan “Ngaku aja, kamu pasti pernah punya temen namanya Agus”. Meme tersebut ternyata dibagikan oleh banyak orang. Dan jelas, saya langsug menjadi bulan-bulanan.
Kali keempat adalah saat Agus Harimurti Yudhoyono maju sebagai calon Gubernur DKI. Saat itu, hampir tiap kali ada berita soal dia, akun Twitter saya, @AgusMagelangan selalu saja mendapatkan mensen, entah dari siapa, hanya karena nama kami sama-sama Agus.
Kali kelima, dan selalu berulang setiap tahun adalah tiap kali memasuki masa peringatan hari ulang tahun Indonesia pada bulan Agustus. Pada bulan Agustus, banyak sekali promo-promo rumah makan, tempat cukur, sampai tempat wisata yang menggratiskan produknya untuk siapa saja yang bernama Agus.
Untuk yang satu ini, mensen yang saya dapat ngaudubillah setan buanyaknya.
Nah, yang paling saya ingat, dan paling membuat saya cukup jengkel adalah saat muncul othak-athik gathuk beberapa kasus pembunuhan dan kekerasan yang kebetulan tersangkanya bernama Agus.
Dulu tersangka pembunuh Angeline namanya Agus. Lalu tersangka pembunuh bocah dalam kardus namanya Agus. Tersangka kasus mutilasi Nuri namanya Agus. Kemudian tersangka pembunuhan mahasiswi UGM beberapa waktu yang lalu namanya juga Agus.
Othak-athik tersangka pembunuhan bernama Agus itu kemudian disempurnakan saat pengumuman kepolisian tentang nama tersangka penusukan dua anggota Brimob di masjid Falatehan yang ternyata bernama Mulyadi.
Lengkap sudah.
Ah, kalau sudah begini, tiap kali ada momen atau insiden yang melibatkan nama Agus, ingin sekali rasanya saya berganti nama sejenak, entah jadi Rajaratnam, Samidi, atau Eto’o sekalian.