Bakmi Jawa di Jogja Tidak Semuanya Memuaskan, Wisatawan Sebaiknya Bisa Bedakan yang Enak dan Biasa Saja

Bakmi Jawa di Jogja Tidak Semuanya Memuaskan, Wisatawan Sebaiknya Bisa Bedakan yang Enak dan Biasa Saja Agar Tidak Kecewa Mojok.co

Bakmi Jawa di Jogja Tidak Semuanya Memuaskan, Wisatawan Sebaiknya Bisa Bedakan yang Enak dan Biasa Saja Agar Tidak Kecewa (unsplash.com)

Bakmi Jawa salah satu kuliner yang banyak diburu wisatawan yang mampir ke Jogja. Kuliner yang satu ini memang bisa ditemukan di daerah lain. Bahkan, kalian sudah bisa menemukan bakmi Jawa di kota-kota besar seperti Jakarta. Namun, tetap saja, rasa yang disajikan kurang autentik. 

Melansir berbagai sumber, bakmi Jawa berasal dari Desa Piyaman, Wonosari, Gunungkidul. Perlahan bakmi Jawa menyebar ke berbagai penjuru, ke Jogja dan sekitarnya. Selain rasanya yang nikmat, bakmi Jawa populer karena proses pembuatannya yang sederhana. Penjual menggunakan tungku dan arang dalam proses pembuatannya. Ciri khas ini masih dipertahankan oleh beberapa penjual hingga sekarang. 

Ada beberapa bakmi Jawa yang terkenal enak seperti bakmi Pak Pele, Bakmi Kadin, Bakmi Mbah Hadi Terban, Bakmi Mbah Mo, dan tentu saja Bakmi Mbah Wito. Dan masih banyak bakmi Jawa lain di sudut-sudut Jogja. Namun, berhati-hatilah, tidak semua bakmi Jawa rasanya enak atau mendekati aslinya. Teman saya yang berasal dari Gunungkidul dan lama merantau di kota membagikan beberapa tips mengenali bakmi Jawa yang enak atau tidak. 

#1 Bakmi Jawa yang enak itu dimasak di atas arang

Kata teman saya yang berasal dari Gunungkidul, ciri warung bakmi Jawa enak adalah dimasak dengan tungku dan arang. Ini sudah seperti syarat mutlak. Bakmi Jawa yang dimasak di atas tungku dan arang akan lebih keluar aroma dan rasanya. Bakmi jadi punya rasa smokey. 

Apabila tungku yang digunakan sudah menghitam atau tampak tidak karuan, kemungkinan besar warung tersebut enak. Tungku yang tidak lagi mulus tanda sering digunakan. Dengan kata lain, penjual sering memasak karena punya banyak pelanggan. 

#2 Daging ayam digantung di gerobak

Cara mudah lain untuk mengenali bakmi Jawa enak adalah daging ayam yang digantung di gerobak. Seperti yang kita tahu, salah satu isian bakmi Jawa adalah daging ayam. Nah, daging ayam itu biasanya tidak disuwir-suwir sejak awal. Setiap ada pelanggan, penjual baru menyuwir daging ayam yang tergantung di gerobak itu. 

Entah apa hubungannya antara daging ayam yang digantung dengan rasa bakmi. Hanya saja, teman saya ini menandai, gerobak dengan gantungan daging ayam biasanya lebih enak daripada yang tidak. 

Soal daging ayam, sebenarnya ada cara menandai lainnya. Penjual bakmi Jawa yang enak biasanya menggunakan ayam kampung. Persoalannya, sulit mengenali daging ayam kampung hanya dari pengamatan. Pembeli perlu mencicipinya dahulu atau bertanya langsung ke penjualnya.  

Baca halaman selanjutnya: #3 Bakmi Jawa yang …

#3 Bakmi Jawa yang buka sampai malam

Umumnya bakmi Jawa buka dari sore hari hingga malam hari. Itu mengapa, bakmi Jawa kerap menjadi andalan bagi orang-orang yang lapar di malam hari. Nah, Bakmi Jawa yang enak itu tanda-tandanya buka hingga tengah malam atau bahkan dini hari. Kalau semakin malam semakin banyak pengunjungnya, kemungkinan besar bakmi Jawa di warung itu enak. 

Selain itu, teman saya memberi sedikit saran. Berdasar pengalaman pribadinya, biasanya penjual bakmi Jawa enak itu jualannya di pinggir jalan. Misal di trotoar atau emperan ruko dan lesehan. Mereka tidak menyewa warung atau ruko.  

#4 Menunya tidak beragam

Semakin sederhana menu yang ditawarkan warung bakmi Jawa, biasanya malah semakin enak rasanya. Misal, warung yang hanya menjual dua macam menu saja yakni bakmi godog dan bakmi goreng, mentok-mentok nasi goreng. Kalau ada warung mulai menjual beragam menu seperti magelangan, rica-rica, capcay, biasanya rasa bakmi jawanya kurang “nendang”.  

Di atas beberapa cara mengenali bakmi Jawa enak berdasar orang Gunungkidul. Tentu ini pendapat pribadi teman saya ya. Kalau menurut kalian, bakmi Jawa Jogja seperti apa yang biasanya punya rasa enak? 

Penulis: Kenia Intan
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Alasan Orang Jogja Malas Kulineran ke Sate Ratu dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN.

Exit mobile version