MOJOK.CO – Jadi perempuan itu susah. Kalau kamu perempuan, dalam kehidupan sehari-hari kamu akan sering berhadapan dengan ketidakadilan, dan standar ganda yang bikin kamu ngerti kenapa perempuan selalu pengin sambat.
Katanya, jadi perempuan itu enak. Perempuan itu nggak pernah salah, dan kalau bingung mau makan apa tinggal ngomong terserah.
Sebagai seorang perempuan tulen (diakui negara di KTP) ketika mendengar orang ngomong kalau jadi perempuan itu enak, saya cuman pengin misuh “enak ghhundhhulmu, jadi perempuan itu nggak enak tahu!”
FYI aja nichh ya, jadi perempuan itu susah, nggak enak, dan bikin sambat setiap saat. Serius! Ketika kamu jadi perempuan, ada banyak ketidakadilan dan tantangan yang akan sering kamu dapatkan. Laki-laki sih mana ngerti.
Nggak, saya nggak lagi bahas ketidakadilan versi feminist yang masalahnya ruwet dan ndakik-ndakik kayak kesenjangan upah, sulitnya mempromosikan kepemimpinan perempuan, dominasi laki-laki di dalam ilmu pengetahuan, atau peran perempuan dalam situasi konflik dan perdamaian yang kerap diabaikan.
Yang mau saya tunjukan di sini adalah ketidakadilan yang perempuan rasakan di kehidupan sehari-hari. Ketidakadilan yang pasti relatable af sama hampir semua perempuan, khususnya yang lahir di negara berflower kayak Indonesia ini.
Disuruh bangun pagi, beres-beres, dan mandi.
Ketidakadilan yang pertama yang akan kamu rasakan sebagai perempuan adalah kewajiban untuk selalu bangun pagi, beberes rumah, dan harus sudah mandi sebelum jam 10. Dan ketidakadilan jenis ini akan kamu rasakan bahkan sejak usia dini.
Kenapa disebut kewajiban? Yha karena kalau kamu melanggar, itu artinya kamu bakal dosa! Selain diomelin karena dianggap pemalas, kamu juga harus siap dicap anak durhaka yang tidak berbakti pada orang tua, bangsa, dan agama. Iya, perkara bangun pagi dan beberes rumah emang bisa jadi dosa besar dan seserius itu.
Terus kenapa sih harus mandi pagi? Yha karena anak perawan itu pagi-pagi emang harus udah wangi. Bakal jadi aib keluarga kalau kamu ke luar rumah dalam kondisi berantakan atau masih ileran.
Coba bandingkan kalau kamu jadi laki-laki. Laki-laki tuh nggak pernah dituntut untuk bangun pagi. Selain boleh bangun siang, mereka juga boleh terlihat ileran dan pergi-pergi ke luar rumah cuman koloran. Mereka juga nggak pernah dibebankan buat beberes rumah.
Apakah ketidakadilannya berhenti sampai di situ? Ooo tidak semudah itu.
Kalau di hari senin-jumat perempuan cuman punya kewajiban beres-beres aja, di hari sabtu-minggu ada tugas tambahan lain yaitu mencuci. Dan tentu saja ini termasuk mencuci pakaian para lelaki.
Yang bikin perempuan sambat dalam urusan mencuci ini adalah, apakah kalian para laki-laki tahu betapa melelahkan dan menyebalkannya mencuci itu hah??
Kalau kalian tahu, harusnya kalian tidak sering gonta-ganti celana jeans, hoodie atau sweater yang kalau dicuci astagfirulloh beratnya itu!!1!! Hasssh ramashookk!!1!
Dilarang pergi jauh dan pulang malam.
Kalau kamu perempuan, kamu tidak akan punya kebebasan pergi jauh dan pulang malam. Kalau mau pergi jauh tuh pasti susah dapat izin. Sekalinya dapet, pasti disuruh pulang cepat-cepat. Ya wajar sih. Ini terjadi karena kekhawatiran terjadi sesuatu hal yang buruk karena jalanan malam itu memang menyeramkan. Nggak serem gimana kalo tiap ke luar malam, perempuan sering banget digodain jadinya ya ngerasa nggak aman.
Tapi yang paling menyebalkan dan bikin perempuan pengin sambat adalah stigma buruk yang ditempelkan kepada perempuan yang suka keluar malam bahwa mereka bukan perempuan baik-baik. Dan ini sangat tidak adil karena banyak kegiatan berfaedah yang sering dilakukan di malam hari. Mulai dari agenda ngopi-ngopi, sampai ikut acara diskusi.
Coba bandingkan dengan laki-laki. Mereka boleh gentayangan (((hantu kali ah))) jam berapa aja. Selain nggak pernah dikata-katain lelaki jalang, mereka juga cenderung lebih merasa aman ketika di jalanan karena jarang sekali ada yang ngegodain. Ya mungkin ada sih, paling juga kalau lewat lampu merah doang, eh.
Harus selalu baik
Kalau kamu perempuan, kamu akan punya tekanan untuk selalu menjadi orang baik. Kalau ngomong harus baik, harus sopan, jangan misuh, jangan ngerokok, jangan lupa sholat, zakat, puasa, dan naik haji kalau mampu.
Karena apa yang dilakukan seorang perempuan, akan jadi representasi gendernya secara keseluruhan. Misal nih, kamu ngomong kasar, kamu pasti langsung dihujat dengan kata “Perempuan kok kayak gitu.” Dan ini jadi sebuah hukum tidak tertulis yang seakan-akan mengisyaratkan kalau perempuan itu harus baik biar bangsa, negara, dan agama juga baik.
Coba kalau jadi laki-laki. Ngomong kasar, rokokan, misuh nggak ada yang peduli. Bahkan, laki-laki itu boleh bajingan, boleh tidak baik, boleh fuck boi, soft boi, boi boi boi.
Ketika membicarakan moral, tiba-tiba aja standarnya malah jadi kebalik. Laki-laki malah punya nilai lebih kalau kelihatan sedikit bajingan dan fuck boi (tapi kalau cari istri ya mereka tetap pilih perempuan baik-baik dong) Sungguh standar ganda yang hasyuuuu.
Harus selalu mengikuti standar masyarakat
Kalau kamu perempuan, kamu juga harus ngikutin apa kata society. Hidupmu akan dipengaruhi oleh kata-kata dari orang tua, saudara—dan bahkan tetangga. Jadi, kalau society bilang umur 20 tahun harus sudah menikah, maka kamu kemungkinan besar akan terbebani karena disuruh-suruh nikah juga.
Berbeda dengan laki-laki yang cenderung bebas menentukan keputusan sendiri—dan meskipun diatur sama society, laki-laki tetap dapat aturan yang enak karena ketika perempuan sudah mau menginjak umur 30 tahun dianggap perawan tua, laki-laki malah dengan usia yang sama malah disebut usia yang matang. Bahkan menikah di atas 30 tahun juga nggak apa-apa. Hashhh marai sambat meneh.
Sebaik-baik perempuan adalah yang istriable
Level tertinggi dari seorang perempuan bukanlah Pendidikan atau karir atau prestasi tapi seberapa istriable dia. Standar istriable itu sendiri di antaranya adalah bisa memasak, berdandan dan mengurus rumah tangga.
Jadi kalau kamu perempuan yang pintar tapi nggak bisa masak, percuma karena kamu masih belum masuk kategori istriable.
Emang kenapa sih perempuan harus bisa masak? Katanya, kalau nggak bisa masak, peluang si suami bakal selingkuh lebih tinggi. Hal ini tentu saja sangat tidak masuk akal karena MON MAAP NIH, kalau cuman pengin nikah biar dimasakin enak, dari awal seharusnya para laki-laki ini kawinnya sama uni-uni nasi padang, atau mbak-mbak warteg aja.
Dan kenapa sih perempuan harus bisa dandan? Ya karena laki-laki itu sukanya cewek cantik lah, pakai ditanya segala.
Nyatanya laki-laki emang tertarik sama fisik. Makanya kita lebih sering lihat perempuan cantik yang berpasangan sama cowok nggak ganteng ketimbang cowok ganteng yang punya pasangan cewek nggak cantik.
Sungguh omong kosong jika laki-laki berkata dia menyukai perempuan apa adanya. Buktinya, meskipun saya sudah baik, lucu, pintar, dan menyenangkan, mantan saya tetap tergoda dan milih perempuan yang lebih cantik dan bening dari saya. Hasyuuu.