3 Dosa Penjual Gudeg yang Merusak Rasa dan Bikin Wisatawan Kapok Kulineran di Jogja

3 Dosa Penjual Gudeg yang Merusak Rasa dan Bikin Wisatawan Kapok Kulineran di Jogja Mojok.co

3 Dosa Penjual Gudeg yang Merusak Rasa dan Bikin Wisatawan Kapok Kulineran di Jogja (visitingjogja.jogjaprov.go.id)

Gudeg Jogja salah satu kuliner yang paling banyak dicari wisatawan. Mereka ingin menyantap makanan khas Jogja langsung di daerah asalnya agar mendapat rasa yang lebih autentik. Sebab, banyak yang bilang, gudeg-gudeg yang dijual di luar Jogja tidak seenak di daerah asalnya. 

Bagi yang belum tahu, gudeg adalah kuliner dari nangka muda (gori) yang dimasak dengan santan selama berjam-jam. Makanan khas Jogja ini biasanya disajikan bersama nasi, kuah santan kental atau areh, telur, ayam, tahu, tempe, dan sambal krecek. 

Di Jogja kalian bisa menemukan dua varian gudeg, yakni gudeg kering dan gudeg basah. Sebenarnya ada banyak perbedaan antara 2 varian itu. Namun, yang paling kentara adalah kuah santan yang lebih banyak pada gudeg basah. Sementara, gudeg kering tidak demikian.  

Gudeg kering maupun basah dapat dengan mudah kalian temukan di Jogja. Mau gudeg yang bermerek hingga pedagang kaki lima semua ada. Harga yang merakyat hingga bikin kantong jebol juga ada. Saking banyaknya pilihan, itu mengapa, banyak wisatawan “berburu” gudeg di Jogja. 

Sayangnya, tidak semua penjual gudeg amanah. Ada beberapa dari mereka yang tidak sesuai pakem. Entah karena disengaja demi mendapat cuan sebesar-besarnya atau sekadar tidak tahu saja. Itu mengapa, buat kalian para pemburu kuliner gudeg Jogja, sebaiknya kenali “sisi gelap” para penjual gudeg agar mendapatkan pengalaman kuliner terbaik di Kota Gudeg. 

#1 Terlalu manis

Soal rasa itu memang selera. Apa yang enak di lidah satu orang belum tentu nikmat di lidah orang lain. Namun, untuk hal yang satu ini, rasanya sulit untuk mengabaikannya: gudeg Jogja itu terlalu manis. Komentar serupa begitu sering saya jumpai di media sosial maupun teman-teman luar kota yang mampir. Apalagi, teman-teman luar kota ini mencicipi gudeg kering di merek-merek ternama di Jogja. 

Sebagai orang asli Jogja yang menyukai rasa manis, jelas saya tidak bermasalah dengan rasa gudeg. Walau memang, beberapa penjual terkadang membuatnya terlalu manis. Untung saja, sebagai orang lokal, saya punya segudang referensi gudeg lain yang bisa dicicipi selain yang terlalu manis itu.

Persoalannya, hal itu tidak dimiliki oleh wisatawan yang tidak memiliki banyak waktu untuk menjelajahi kuliner Jogja. Itu mengapa, saya sangat sarankan untuk melakukan riset kecil-kecilan sebelum mencicipi gudeg Jogja. Selain riset soal perbedaan antara gudeg kering dan gudeg basah, perlu juga mengetahui tone rasa gudeg di penjual satu dengan penjual lain. Semua itu demi pengalaman kulineran di Jogja  yang paripurna. 

Baca halaman selanjutnya: #2 Tidak …

#2 Tidak mencantumkan harga, bikin kantong jebol

Sebenarnya faktor ini tidak secara langsung memengaruhi rasa gudeg. Tapi, saya yakin, pengalaman kuliner terhadap gudeg akan berbeda setelah kalian disodori harga yang melebihi ekspektasi atau perkiraan. Memori akan kuliner yang baru saja disantap tidak akan berubah, tak seindah sebelum bon menghampiri. 

Itulah yang banyak dikeluhkan teman-teman saya dari luar kota yang baru pertama kali menyantap gudeg. Dikira semua kuliner Jogja itu murah-meriah. Nyatanya, itu tidak berlaku pada gudeg, apalagi gudeg-gudeg yang sudah punya nama. 

Lebih apesnya lagi, kebanyakan penjual gudeg tidak mencantumkan harga dagangannya. Apabila pembeli kalap memilih banyak lauk, bukan tidak mungkin harganya semakin menguras kantong. Sayangnya lagi, trik upselling banyak diterapkan oleh para penjual. Dengan lihainya penjual menawarkan lauk ini-itu. Tanpa keterangan harga yang jelas terpampang, pembeli pun tergoda memilih banyak lauk. 

#3 Penjual gudeg tidak menggunakan nangka muda berkualitas

Kunci keunikan dari gudeg Jogja adalah nangka yang digunakan. Ingat, nangka yang digunakan harus nangka muda atau gori ya. Tidak bisa tidak. Berdasar berbagai sumber, pemilihan gori yang pas akan berpengaruh pada rasa dan tekstur gudeg. Apabila menggunakan buah nangka yang terlalu matang, rasa gudeg terasa seperti manis buah-buahan pada umumnya. Teksturnya pun jadi aneh.

Ngomong-ngomong soal nangka muda, ternyata ada “sisi gelap” di balik pasokan nangka muda di Jogja. Sebagian besar gudeg di Jogja itu menggunakan nangka muda atau gori dari luar daerah. Salah satu tulisan Mojok pernah membahasnya dengan judul Ironi Jogja, Kota Gudeg yang Kekurangan Bahan Baku Gudeg

Asal tahu saja, berdasarkan catatan 2022, permintaan akan nangka muda mencapai 10 ton tiap harinya. Permintaan itu datang dari setidaknya 146 UMKM gudeg yang tersebar di Jogja. Bahkan, saking tingginya permintaan akan nangka muda di Jogja, bahan baku ini sempat menjadi salah satu penyebab inflasi Jogja

Entahlah, apakah memang ada hubungan antara kelangkaan nangka muda dengan penjual gudeg yang menurunkan kualitas bahan dasarnya. Apabila memang seperti itu adanya, sebaiknya pemerintah segera turun tangan supaya tingginya permintaan nangka muda bisa terpenuhi tiap harinya. Mengingat, gudeg Jogja tidak sekadar ujung tombak pariwisata, tapi juga identitas. Akan panjang ceritanya kalau kuliner satu ini kehilangan pamor. 

Di atas beberapa kesalahan atau “dosa” penjual gudeg Jogja. Kesalahan-kesalahan yang sebaiknya diperbaiki agar kuliner khas Jogja ini tidak kehilangan pamornya. 

Penulis: Kenia Intan
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 8 Tips Aman Menikmati Menu Rumah Makan Padang yang Katanya Red Flag dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN.

Exit mobile version