Pengalaman Horor Korban Begal Payudara dan Penguntitan di Jogja

begal payudara mojok.co

Ilustrasi kejahatan begal payudara (Mojok.co)

[TRIGGER WARNING] Artikel ini bisa memicu trauma korban kekerasan seksual.

MOJOK.COPerempuan seringkali jadi sasaran kejahatan jalanan. Beberapa kasus yang sering terjadi adalah begal payudara dan penguntitan. Mojok berbincang dengan korban kejahatan ini di Kota Jogja. Berikut ini kisahnya. 

Akhir 2022 lalu, DIY dinobatkan sebagai satu-satunya provinsi yang meraih penghargaan Daerah Ramah Perempuan dan Layak Anak (DRPLA) dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

Penghargaan ini merupakan salah satu bentuk apresiasi KemenPPPA kepada daerah yang berkomitmen dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan, pemberdayaan dan perlindungan perempuan, serta perlindungan anak.

Sayangnya, di balik penyematan predikat tersebut ada ironi tersendiri, karena nyatanya masih banyak perempuan yang mengalami kejahatan jalanan di Jogja.

Mojok sendiri menemui Rani, Rina, dan Rini (bukan nama sebenarnya), yang membagikan kisah pilu mereka pernah mengalami kejahatan jalanan di Jogja. Rani dan Rina adalah korban nyamul alias begal payudara. Sementara Rini adalah korban penguntitan.

Namun, yang perlu digarisbawahi, mereka ini “cuma” contoh kecil dari banyaknya kejahatan jalanan yang dialami perempuan di Jogja. Sebab, fenomena ini layaknya gunung es. Meski beberapa kejadian sempat terdokumentasi dan viral di media sosial, masih banyak kasus yang sebenarnya tak terungkap.

Begal payudara di daerah ramai

Rani (24) tak berhenti misuh-misuh. Sambil dongkol, jarinya-jarinya mengetik kata-kata panjang berisi luapan emosi di Story WA tentang kejadian yang baru ia alami. Namun, belum reda amarahnya, kepala Rani dibikin semakin panas karena komentar nyeleneh dari beberapa bestie laki-lakinya.

Kebanyakan menertawakan keapesan Rani. Ada yang nyalahin outfit-nya, ada yang nyeramahin untuk jangan pulang malam, dan tak sedikit juga yang hanya mengirim emoticon ngakak tapi cukup untuk bikin Rani makin mencak-mencak.

Ceritanya, pada pertengahan tahun 2022, Rani baru saja pulang dari temu perdana bersama kelompok KKN-nya. Saat itu Rani masih berstatus sebagai mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Ia masih ingat betul, malam itu waktu menunjukkan pukul 21.30. Mengingat indekosnya terdapat aturan jam malam, ia pun pamit untuk bergegas. Karena rapat sebenarnya masih berlangsung, Rani hanya meminta notulensi rapat nanti dibagikan di grup agar dia bisa menyimak.

Singkat cerita, Rani segera memacu motornya dari kawasan Nologaten tempat ia rapat, menuju indekosnya di daerah Samirono. Tak ada firasat maupun pikiran buruk di kepalanya. Meski saat itu pemberitaan Jogja ramai oleh klitih, toh, malam itu jalanan masih ramai. Selama tinggal di Jogja, dia juga belum pernah berurusan dengan kriminal jalanan.

Nahas, angin kemalangan malam itu mengarah padanya. Ia mengalami pembegalan payudara atau yang oleh masyarakat Jogja disebut “nyamul”. Musibah itu terjadi saat Rani berhenti untuk membeli makanan di wilayah Seturan.

“Kaget. Baru aja motor aku standard-in, tiba-tiba pelaku dari arah belakang,” katanya kepada Mojok, Kamis (26/5/2023).

“Aku spontan saja menjerit. Semua makian aku keluarin,” tambahnya, mendeskripsikan betapa dongkolnya ia saat itu.

Tak ada yang bereaksi

Yang bikin ia lebih kesal adalah, peristiwa itu terjadi di tempat ramai. Beberapa orang di sana, kata Rani, sebenarnya mustahil jika tak mendengar jeritannya. Malahan tak sedikit juga yang melihat kejadian itu persis di depan mereka. Namun, ironisnya, tak satupun yang bereaksi.

“Boro-boro ada ngejar pelaku, nanyain kondisi saya aja enggak. Orang-orang cuman pada liatin,” tandasnya.

Waktu itu, ia tak sempat menghitung ada berapa orang di lokasi kejadian. Tapi ia sadar bahwa seluruh mata tertuju padanya. Menurut penglihatannya: ada tukang nasi goreng yang sempat meninggalkan wajannya untuk menengok jalanan, tukang sate yang berhenti ngipas karena dengar teriakannya, atau ada juga bapak-bapak yang menghadapkan kamera gawai ke arahnya—mungkin ia sedang merekam.

“Tapi tak ada satupun yang nanyain kondisi saya. Marah, sekaligus jijik,” kata Rani, yang saat itu langsung mengurungkan niatnya membeli makanan dan langsung pulang ke indekosnya.

Sesampainya di indekos, Rani membagikan ceritanya di Story WA—dengan harapan mendapat dukungan, empati, ataupun ditenangkan oleh teman-temannya.

Kanca-kanca kaya taek kabeh [teman-teman seperti tai semua],” ujarnya dongkol.

“Apalagi yang cowok-cowok, satupun enggak ada yang empati. Sibuk nertawain dan nyeramahin.”

Kisah serupa

Kejadian serupa juga dialami Rina (25). Perempuan yang kini aktif sebagai salah satu pegiat di komunitas pemberdayaan perempuan Jogja itu, mengalami pembegalan payudara pada pertengahan 2022. Rina mengaku terkena nyamul tepat pada malam Hari Raya Idul Adha tahun lalu.

“Jadi bisa dibayangkan, di sudut lain Jogja orang-orang mengumandangkan takbir, berlomba mencari kebaikan. Tapi masih ada aja yang jahat banget, nyari mangsa [begal payudara] di jalanan,” akunya kepada Mojok.

Rina mengalami kejadian tersebut di sekitar Perumahan Casa Grande. Ia tak ingat betul malam itu ada kegiatan apa. Tapi yang jelas, saat itu dirinya tengah menunggu seorang teman yang tinggal di sekitar daerah tersebut. Posisinya, Rina sedang duduk di atas motor dalam keadaan mesin mati.

Tak lama berselang ada pengendar motor dengan helm full-face dan berjaket yang tiba-tiba berjalan pelan menghampiri, dan tiba-tiba membegalnya. Rina pun merasa shock; seketika badannya serasa beku, dan hanya bisa menyaksikan pengendara itu kabur dengan bebas.

Sambil menangis, ia menelpon teman yang ditunggunya untuk segera bergegas ke lokasi. Akhirnya, malam itu pun mereka membatalkan acara dan Rina memilih menginap di indekos temannya tersebut karena masih ketakutan.

Lapor polisi, malah disuruh cari bukti sendiri

Pagi harinya, bersama sang teman, Rina melaporkan kejadian itu ke kantor polisi terdekat. Namun, sesampainya di sanai, ia harus kecewa, marah, dan tak habis pikir lagi. Kata dia, polisi malah memintanya untuk mencari bukti agar kasus bisa ditangani dengan cepat.

“Aku sama temenku cuman saling menatap bingung. Kalau aku yang cari bukti, mereka kerjanya ngapain?,” tuturnya kesal.

Cukup lama Rina dan temannya itu berdebat dengan polisi. Akhirnya, polisi yang menerima laporannya pun menyuruh Rani menaruh formulir pelaporan dan meninggalkan kontak untuk dihubungi. Kata Polisi yang menerima laporan, tiru Rani: “kami akan informasikan secepatnya”.

Sayangnya, dua minggu berlalu dan tak ada perkembangan laporan. Padahal, ia sangat yakin di dekat perumahan tersebut harusnya ada CCTV yang bisa diakses polisi untuk menelusuri kasus.

“Masa sekadar laporin perkembangan aja enggak?,” kata dia.

Merasa di-ghosting, akhirnya Rina dan temannya kembali untuk mem-follow-up laporannya lagi. Lagi-lagi, ia merasa dimainkan. Ia ditanya ke petugas yang mana dirinya dulu melapor. Ia juga disuruh mengisi ulang formulir laporan, menceritakan kronologi dari awal, dan yang pasti: suruh menunjukkan bukti.

“Sekarang jadi paham kenapa banyak orang bilang ‘Percuma Lapor Polisi’,” pungkasnya.

Diuntit tiap pulang kerja

Selain nyamul, kejahatan jalanan lain yang kerap dialami perempuan adalah penguntitan. Perilaku ini meresahkan, tapi jarang dibicarakan. Salah satu perempuan yang mengalaminya adalah Rini (26), yang saat itu masih berstatus sebagai pekerja start up terkemuka.

Kejadian itu juga terjadi tahun lalu. Bedanya, tak hanya sekali atau dua kali Rini diuntit, tapi mungkin belasan kali. Karena ketakutan, akhirnya dia memutuskan pindah indekos ke daerah lain. Meski harus mengeluarkan duit tambahan buat ongkos ojol, paling tidak ia merasa aman.

Perlu diketahui, 2022 adalah tahun pertama Rini tinggal di Jogja. Ia merupakan orang asli Solo, dan masa kuliahnya pun dihabiskan di kota kelahirannya itu. Ia juga terkesan jarang ke Jogja meski hanya sekadar liburan sekalipun. Namun, yang ia tahu—setidaknya dari pengamatannya di Instagram—Jogja itu “ramah dan ngangenin”.

Sayangnya, ekspektasi itu buyar bahkan di hari pertama ia ngekos. Saat pertama ngekos di Jogja, Rini sendiri memilih tinggal di daerah Babarsari. Alasannya dekat dengan tempat kerja karena bisa dicapai hanya dengan jalan kaki kurang dari 10 menit. Setiap harinya, Rini berangkat kerja siang atau sore dan pulang pukul 22.00 WIB.

Kronologi penguntitan

Pada malam kejadian, saat itu Rini berjalan sendirian ke arah indekosnya. Belum lama ia berjalan, Rini merasa ada laki-laki berkaos oblong dan bercelana jins yang tadi ia lewati kini mengikutinya dari arah belakang.

Awalnya, ia tak begitu yakin laki-laki itu mengikutinya. Namun, saat ia mencoba mempercepat langkahnya, laki-laki itu juga menambah kecepatan berjalannya.

“Aku setengah berlari, untungnya aku berhasil sampai di kos dengan selamat. Tapi pas aku perhatikan, laki-laki itu masih melihat ke arah kosku untuk beberapa saat dan pergi,” kata Rini mengisahkannya kepada Mojok.

Saat itu, ia masih berusaha menenangkan diri. Ia berusaha berpikir sepositif mungkin.

“Awalnya berpikir ‘jangan-jangan kebetulan searah’, ‘paling orang iseng’, ‘besok juga dah pergi,” katanya.

Sayangnya, pikiran positif itu buyar seketika. Di malam berikutnya ia kembali diuntit. Rini tidak bisa memastikan apakah yang mengintitnya adalah orang yang sama, mengingat ia tak berani menoleh.

“Bahkan kalaupun yang menguntit itu ODGJ, tetap aku merasa tidak aman,” sambung Rini.

Penguntitan pun terjadi begitu sering, meski tidak setiap hari. Walau takut, ia masih merasa beruntung karena jarak tempuh antara kantor dan indekosnya tak terlalu jauh. Meski demikian, jalan yang ia lewati itu begitu sepi. Sehingga, jika terjadi apa-apa ia takut tak ada yang bisa menolong.

“Amit-amitnya terjadi apa-apa denganku, pasti tidak ada yang lihat sih,” ujarnya.

Diancam diperkosa

Sebisa mungkin Rini bersikap kuat. Kejadian-kejadian tersebut juga ia pendam rapat-rapat. Namun, karena penguntitan terjadi begitu sering, ia pun menceritakan kepada salah seorang temannya.

Betapa terkejutnya dia setelah temannya itu menceritakan hal serupa. Sebagai informasi, di bulan-bulan pertama bekerja di Jogja, teman Rini juga ngekos di sekitaran Babarsari. Sama halnya dengan Rini, ia kerap mengalami kejahatan jalanan—bahkan lebih ekstrim.

“Dia mengaku sering dicegat beberapa orang yang sedang mabuk. Ditanya-tanya ‘kos di mana?’, ‘boleh minta nomor WA-nya’, dan kerap di-catcalling,” kata Rini, menceritakan ulang pengalaman temannya.

“Yang paling ekstrim, ia pernah diikuti tiga orang, diajak menemani minum ke kos mereka. Jika tidak mau diancam diperkosa,” sambungnya.

Untungnya, lanjut Rini, entah bagaimana temannya tersebut masih bisa selamat. Entah karena ada orang yang berhenti untuk menolong, atau kebetulan ada temannya yang lewat dan menawari tumpangan. Hingga akhirnya, temannya itu pindah kos ke daerah lain.

Setelah mendengar kisah itu, tak perlu waktu lama bagi Rini untuk memutuskan pindah kost. Meski baru sekitar dua minggu ia tinggal di sana, tekadnya untuk pindah sudah sangat bulat. Demi keselamatannya.

“Saya pindah sebelum hal-hal yang lebih buruk terjadi. Puji Tuhan, semenjak pindah tidak menemui lagi hal-hal seperti itu.”

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Pelecehan Seksual Begal Payudara Adalah Kejahatan Serius dan Tak Pantas Dianggap Enteng

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Exit mobile version