MOJOK.CO – Jonatan Christie akan melawan Chou Tien Chen di babak final bulutangkis Asian Games 2018. Punya tiga modal, Jojo bakal sabet emas di final tunggal putra ini.
Memang disayangkan ketika Anthony Ginting gagal nenembus final tunggal putra setelah kalah dari wakil China Taipei Chou Tien Chen lewat rubber game. Kekalahan ginting membuat Indonesia hanya punya Jonatan Christie untuk tunggal putra final bulutangkis Asian Games 2018. Mampukah Jojo membalas kekalahan Ginting di laga puncak?
Chou Tien Chen adalah pebulutangkis yang tangguh. Ginting, yang bermain agresif dan sempat mengalahkan Kento Momota dan Chen Long, dua unggulan untuk melaju ke babak final bulutangkis Asian Games 2018, pun bisa diredam oleh Chou. Jonatan Christie patut waspada, bermain dengan konsentrasi penuh, dan tidak membuang momentum seperti Ginting.
Mojok Institute sendiri memperkirakan bahwa Jonatan Christie seharusya bisa mengalahkan Chou Tien Chen dan mempersembahkan emas untuk Indonesia. Inilah tiga alasannya.
1. Mengepel lantai di final bulutangkis Asian Games 2018.
Aksi mengepel lantai di babak semifinal bukan hanya wujud kemandirian saja. Jonatan Christie sudah mengukur dengan baik aksinya ini. Meski tahu risikonya mendapatkan peringatan dari umpire, aksi mengepel lantai menggunakan handuk sendiri adalah aksi yang cerdik.
Aksi ini menggambarkan dua aspek positif dalam diri Jonatan Christie. Pertama, kecerdikan Jojo untuk memanipulasi emosi lawan lewat aksi “mengulur waktu”. Seorang pemain bisa saja dan bahkan harus meminta bantuan petugas pengepel lantai untuk membersihkan lantai yang basah oleh keringat. Namun, untuk mengulur waktu dan merusak konsentrasi lawan, Jojo melakukannya sendiri.
Jojo sempat mendapatkan kartu kuning dari umpire. Namun, Jojo juga sadar aksinya sukses merusak ketenangan lawan. Lawan, yang terbawa emosi melihat aksi Jojo bakal kehilangan konsentrasi. Untuk final bulutangkis Asian Games 2018, bisa saja Jojo sekalian membetulkan net yang miring atau menyeka keringat lawan. Semakin ekstrem, semakin baik.
Aspek positif kedua adalah sebagai bentuk kepercayaan diri Jojo. Bermain di depan ratusan pasang mata tentu butuh mental baja. Untuk melakukan aksi teatrikal mengelep lantai dibutuhkan kepercayaan diri. Ini modal yang baik untuk menyelesaikan final bulutangkis Asian Games 2018.
2. Aksi Jojo membuka kaos ketika selebrasi.
Dulu, di sepak bola, membuka kaos ketika selebrasi menggambarkan kegembiraan yang nyata ketika berhasil mencetak gol atau memenangi pertandingan. Namun, karena dianggap sebagai aksi mengulur waktu dan tidak sopan, aksi membuka kaos dilarang. Pemain yang ngeyel akan mendapatkan kartu kuning.
Nah, mumpung di bulutangkis belum dilarang, kebiasaan Jonatan Christie membuka kaos harus dilakukan. Mengapa? Karena aksi membuka kaos adalah bentuk beramal, sodaqoh. Bisa disimak kehebohan netizen ketika Jojo membuka kaos. Heboh karena bahagia melihat perut kotak-kotak Jojo. Terutama ibu-ibu yang mengidamkan menantu perfek.
Bahkan Jojo terkadang melemparkan kaosnya ke tengah penonton. Dan kaos yang kuyup oleh keringat itu menjadi rebutan. Sudah seperti buket bunga yang dilemparkan di sebuah pernikahan saja. Jadi rebutan. Menjadi berkah bagi siapa saja yang berhasil menangkap kaos bau keringat itu. Jojo ini selalu ingat ajaran agama, yaitu perbanyak beramal untuk meraih kesuksesan. Memberi kebahagiaan kan juga beramal.
3. Jago reli dan punya variasi permainan.
Jonatan Christie adalah pebulutangkis jago reli. Ketenangannya menghadapai segala bentuk pukulan lawan adalah sebuah kelebihan. Ketika mampu menahan diri dan memainkan tempo, pebulutangkis punya keuntungan tidak mudah melakukan kesalahan sendiri. Ketika lawan lengah di tengah reli panjang, Jojo tinggal mengirim pukulan mematikan.
Selain jago reli, permainan Jojo juga semakin bervariasi. Pada dasarnya, Jojo adalah pebulutangkis yang defensif. Namun, seiring waktu, ia mampu menambah variasi ke dalam permainannya menjadi lebih agresif. Kecerdikan mengubah corak permainan di tengah laga adalah modal untuk memenangi final bulutangkis Asian Games 2018.