Xpander lebih baik ketimbang Nissan Livina
Di beberapa pasar, mereka berbagi jaringan logistik, distribusi, dan after sales service. Tujuannya demi mencapai efisiensi dalam rantai pasokan dan suku cadang global.
Meski terbilang sama dan saling kerja sama, kalau boleh jujur, bila harus memilih, saya lebih memilih menjadi Xpander. Tapi, hidup bukan hanya soal pilihan, kadang jalan hidup memaksa kita menjadi Nissan Livina.
Jadi, posisi Livina saat ini, sama persis dengan saya. Intinya sedang tidak baik-baik saja karena prestasi.
Gambarannya begini. Kakak saya punya prestasi gemilang di kantor. Sementara saya, status karyawan masih kontrak dan nggak punya rumah. Pokoknya, kalau membandingkan nasib, prestasi kami berdua terpaut jauh. Seperti langit dan bumi.
Sebenarnya, perbedaan tersebut masih bisa saya toleransi. Terlebih lagi saya dan kakak tidak pernah ada konflik dan justru saling mendukung.
Tapi, dunia kerap membanding-bandingkan saya dan kakak saya. Sama persis dengan orang yang membandingkan penjualan Xpander yang hampir menyentuh 20.000 unit di 2024, sementara Nissan Livina 200 unit saja nggak sampai.
Dunia ini memang kejam
Laporan penjualan di atas sebetulnya masih biasa saja. Faktanya, dunia ini memang lebih kejam. Ada yang menebar isu bahwa Nissan akan bangkrut. Makanya, mereka kesulitan untuk menjual produk-produk barunya. Konsumen bahkan mengaku khawatir akan kesulitan mendapatkan onderdil. Padahal tidak begitu.
Rumor atau informasi yang tidak lengkap memang bisa memengaruhi persepsi publik. Tapi, jelas tidak benar bila Nissan akan bangkrut. Kita realistis saja, Nissan adalah bosnya.
Hingga saat ini, Nissan tidak dalam kondisi bangkrut. Memang, ia sempat mengalami penurunan kinerja keuangan dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa hal menjadi sebab. Mulai dari dampak Covid-19, skandal Carlos Ghosn (mantan CEO aliansi), penurunan penjualan global di beberapa pasar utama karena kompetisi ketat di segmen mobil konvensional.
Saat ini, Nissan justru telah melakukan restrukturisasi besar-besaran. Termasuk pemangkasan kapasitas produksi global, fokus pada model dan pasar yang menguntungkan, investasi besar-besaran di mobil listrik dan elektrifikasi (Nissan Ariya). Ia melakukan ini semua demi menyelamatkan keluarga.
Mitsubishi Motors saat ini memang mencatatkan laba, terutama karena kuat di pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Filipina. Produk unggulannya seperti Xpander dan Triton terbilang sangat sukses dan efisiensi produksi dan manajemen rantai pasok yang solid.
Namun, Mitsubishi juga menghadapi tantangan di pasar Jepang dan Eropa. Makanya, pertumbuhannya tidak sepenuhnya stabil.
Nggak enak banget nasib Nissan Livina
Meskipun Mitsubishi Motors mencatat laba dan Nissan sempat merugi, keduanya tetap bekerja dalam satu aliansi. Keduanya masih saling menopang, kok. Misalnya, Mitsubishi fokus di Asia Tenggara, Nissan fokus di Jepang, AS, dan teknologi EV. Sementara itu, Renault fokus di Eropa dan kendaraan listrik juga.
Mereka merancang aliansi ini supaya kinerja yang kuat dari satu merek bisa membantu lainnya melalui berbagi platform, teknologi, dan biaya. Makanya, saya heran kalau ada orang-orang yang suka komentar miring. Bahkan menyebarkan isu.Â
Ayolah, hargai jerih payah keluarga yang sedang bertahan dan saling mendukung ini. Jangan kita pecah belah dengan isu tidak benar. Meskipun memang, kok kayaknya mustahil, ya.
Dunia ini akan tetap kejam. Xpander tetap lebih nyaman daripada Livina. Terbukti dari penjualannya yang terpaut cukup jauh!Â
Belum lagi isu Nissan akan bangkrut masih ada. Belum lagi harga jual kembali mobil Nissan jeblok di pasaran. Nggak ada enaknya sama sekali jadi Livina, Bos!
Penulis: Erwin Setiawan
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA All New Livina, Kembaran Xpander yang Nggak Mirip-Mirip Amat dan catatan menarik lainnya di rubrik OTOMOJOK.












