MOJOK.CO – Tak aku sangka, Vario 125 dan Suzuki Spin 125 lawas bisa buat si bujang lebih sabar. Sungguh bonus yang menyenangkan.
Anak keduaku kuliah di Palembang. Sementara aku, ayahnya, dan ibunya merantau ke Pulau Lombok, Provinsi NTB.
Di semester-semester akhir kuliahnya, dia menghadapi masalah dalam menyelesaikan seminar karena gagal dalam magang pertamanya. Maka kuminta dia menyusul ke Lombok, dan syukurnya bisa dapat tempat magang di kantor Telkom Kota Mataram. Pertimbangannya adalah, selaku orang tuanya, kami bisa memantau masa magang putra kami di sini.
Masalah selanjutnya: mobilitas. Di Palembang, dia biasa pakai Honda Vario 125 tahun 2012. Sebenarnya itu motor bagus, meskipun sudah senior.
Tapi dasar anak bujangku nggak telaten urusan servis dan perawatan, Vario 125 yang seharusnya awet malah jadi langganan bengkel bahkan pernah turun mesin. Dari situ aku tahu. Mencari motor buat dia bukan cuma soal sekadar beli, tapi juga harus disesuaikan dengan tingkat kepedulian pemiliknya. Alias cari motor yang tahan cuek.
Maka kuputuskan mencarikan dia motor seken. Yah, yang murah tapi layak dan tangguhlah.
Berburu motor bekas untuk menggantikan Vario 125
Aku sendiri cukup akrab dengan beberapa motor. Misalnya, Yamaha Crypton jadul, Jupiter MX, lalu Vario 125 KZR, hingga Yamaha Xeon karbu. Maka, mulailah perburuan motor bekas di Lombok lewat marketplace.
Satu per satu aku datangi. Dari Honda Spacy, Beat, sampai Suzuki Spin. Terutama paling banyak Beat yang kujajal. Tapi hasilnya nihil. Rata-rata brebet, agak loyo, banyak hasil renovasi, yang akhirnya bikin hati kurang sreg.
Sebagai pembeli motor bekas, aku termasuk yang cukup cerewet. Mungkin karena pengalaman, atau mungkin karena budget terbatas, jadi ekspektasi malah membumbung.
Aku sempat heran, kenapa di marketplace kelihatan mulus, tapi pas dicek langsung, kayak habis ikut offroad. Beberapa penjual malah kelihatan terpana saja saat kutanya hal-hal sepele seperti “Kapan terakhir ganti oli?” atau “Karbu masih orisinil nggak?”
Mungkin pertanyaan ini bagi mereka terlalu ribet buat motor lima jutaan. Maklum, orang tua cari motor seken buat gantiin Vario 125.
Akhirnya, aku menyeberang ke Denpasar demi perburuan motor. Di sana, kujelajahi kembali pasar Beat, Mio J, Scoopy karbu, sampai Suzuki Spin 125.
Motor terakhir yang aku coba adalah Suzuki Spin 125 tahun 2010. Ini motor langka di jalanan. Tapi, saat aku coba, wah, ini baru enak kayak Vario 125. Mungkin kebetulan pas dapat yang berkondisi baik. Karburatornya pun ori dan sehat. Akhirnya deal, kubawa pulang menyebrang selat.
Suzuki Spin 125 menggantikan Vario 125
Belum sampai pelabuhan penyeberangan Padang Bai, Suzuki Spin 125 yang baru aku beli mogok di perjalanan. Di-starter hidup, tapi begitu digas, mati lagi. Buka Google Maps, nemu bengkel 200 meter. Dorong sedikit sampai ke bengkel.
Di sana, mekanik asal Lamongan buka aki. Aku sempat ngotot kalau akinya baik-baik saja karena klakson dan starter menyala. Ternyata, kabel massa sudah rapuh. Setelah diganti, langsung greeng! Motor hidup normal. Ongkos? Cuma Rp25 ribu rupiah. Lega hatiku, nggak kena getok ongkos reparasi yang mahal.
Sambil nunggu Suzuki Spin 125 diperbaiki, aku ngobrol dengan mekaniknya. Ternyata dia dulunya kerja di Surabaya, lalu pindah ke Bali buat buka bengkel kecil.
“Motor tua itu bukan masalah, Pak. Yang penting tahu cara nyentuh hatinya,” katanya sambil ketawa. Kalimat itu lucu juga sih, tapi kok ada benarnya aku teringat Vario 125 yang dipakai si bujang. Kadang motor seken itu seperti manusia juga, kalau salah perlakuan ya bisa ngambek.
Servis dulu
Sampai di Lombok, anakku jajal Suzuki Spin 125 itu. Keluhannya adalah tarikan awal lambat, kayak malas gerak. Agak lemot gitu, nggak banter-banter sih, tapi tarikan atasnya enteng.
Ya sudah, masuk bengkel lagi sekalian untuk servis dan ganti oli, dicek, ternyata roller dan pulley nggak standar. Diganti. Masih terasa jeda pas gas awal.
Kata si mekanik, itu memang karakter si Suzuki Spin 125. Motor si pemilik bengkel pun ternyata Suzuki juga, tipe Skywave. Aku jajal untuk membandingkan. Eh, ternyata emang 11-12. Sama saja. Ya sudahlah, mungkin motor ini memang cocok untuk jarak jauh.
Tapi overall, nggak brebet, suspensi empuk, bodi masih kinclong, dan performa lumayan. Joknya pun ternyata nyaman untuk perjalanan lama. Harganya ramah di kantong.
Belajar sabar dari Vario 125 dan Suzuki Spin 125
Beberapa hari setelah anakku pakai, dia cerita kalau Suzuki Spin 125 itu bikin dia jadi lebih sabar.
“Kayak ngajarin Adek biar nggak gas terus, tapi belajar nunggu timing yang pas,” katanya sambil bercanda. Aku senyum-senyum sendiri dengarnya. Siapa sangka, dari motor seken murahan bisa muncul filosofi hidup.
Sekarang, anakku bisa wara-wiri magang tanpa drama. Suzuki Spin 125 ini mungkin bukan motor impian, tapi jadi jodoh paling masuk akal saat ini. Mungkin benar kata pepatah Jawa lama: “Sing penting ora ndodok, nek kudu ndorong ya cedhak bengkel.”
Sekali lagi, ini pengalaman subjektif sebagai ayah yang ingin anaknya punya kendaraan murah tapi nggak gampang ngambek. Kalau Vario 125, lalu Suzuki Spin 125 lawas bisa bikin dia lebih sabar, ya itu bonus.
Penulis: Yunior Asmanu
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Honda Vario 125 Pilihan Orang Waras, Warisan Rangka Tua yang Nggak Menyedihkan Seperti Warisan Rangka ESAF Honda dan catatan menarik lainnya di rubrik OTOMOJOK.
