PO Haryanto Sultan Bantul Bikin Perjalanan Cikarang-Jogja Jadi Sangat Menyenangkan

PO Haryanto menjadi salah satu PO yang saya sukai karena sat-set. Ada unsur kesenangan dan kegembiraan menaiki bus ini bagi saya.

PO Haryanto Bikin Perjalanan Cikarang Jogja Jadi Menyenangkan MOJOK.CO

Ilustrasi PO Haryanto Bikin Perjalanan Cikarang Jogja Jadi Menyenangkan. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.CONaik PO Haryanto dari Cikarang sampai Jogja adalah pengalaman yang sangat menyenangkan. Impian lama yang akhirnya terwujud.

Sejak lama saya memendam keinginan untuk menaiki PO Haryanto jarak jauh. Keinginan itu tentu saja dilatarbelakangi sensasi dan karakternya. Sensasi dari bus pelari dan karakter yang sat-set wat-wet

Lantaran belum muncul kesempatan, niat saya hanya menjadi sebatas niat. Seringnya, yang saya naiki adalah PO Haryanto jurusan Jogja-Pati. Itu saja hanya sampai Demak karena saya turun di situ. Tentu saja, karakter dan sensasi menaiki PO Haryanto Jogja-Pati dan PO Haryanto divisi barat, Jakarta, dan sekitarnya sudah pasti berbeda. Beda jalur dan beda “medan perang”.

Namun, akhirnya, kesempatan yang saya tunggu-tunggu sekian lama itu akhirnya tiba. Setelah berangkat ke Cikarang menaiki Unicorn Indorent, langsung saya meniatkan diri pulangnya harus naik PO Haryanto. Harus!

Saya tidak terlalu memikirkan apakah saya sudah kehabisan tiket ke Jogja atau tidak. Ya kalau habis, saya akan naik jurusan mana saja asal tidak jauh dari Jogja. Mau Semarang, Solo, atau Sragen, saya tidak peduli. Turun di mana saja asal keturutan naik PO Haryanto.

Pemesanan tiket

Setelah sampai di Cikarang, selepas Maghrib, saya langsung mengontak agen PO Haryanto melalui WhatsApp. Saya bertanya soal jadwal dan harga untuk rute CIkarang-Jogja (Jombor). Pesan saya dibalas dengan singkat dan padat, “260, jam 18.30.” Mantap! 

Untuk memastikan, saya menanyakan jumlah kursi yang masih kosong. Kembali, pesan saya dijawab dengan singkat dan padat, “Banyak”. Tanpa babibu, saya langsung pesan tiket untuk keberangkatan besoknya (15 Januari 2023) pukul 18.30. 

Kali ini pesan saya dibalas dengan agak panjang, “Maaf, tiketnya mau diambil dulu apa mau transfer?” Saya jawab pembayaran via transfer. 

Setelah diberi nomor rekening, saya membayar tiket dan pesan berlanjut dengan balasan sebuah tangkapan layar peta kursi, dengan caption, “Pilih yang putih yang kosong, agak cepat. 5 AB ke belakang kosong”. Ah, sialan. Hot seat sudah terisi. 

Walaupun hot seat zaman sekarang tidak seperti jaman dulu, di mana bus-bus masih banyak menggunakan single glass, setidaknya double glass masih bisa terlihat pemandangan depan meskipun sedikit. Saya balas pesan itu dengan singkat, “3A”. Saya memilih kursi dekat jendela yang tidak jauh dari kaca depan. Ya karena hanya itu seat yang paling dekat dengan kaca depan. 

Tidak berselang lama, pesan saya dibalas dengan tangkapan layar berupa data pemesanan saya. Tanggal keberangkatan, trayek, rute ke Jogja, harga tiket, nomor kursi, dan semacam kode pemesanan. Namun, tidak ada jam keberangkatannya. Yah, nggak masalah, sih. Sebelumnya agen sudah menyampaikan jam keberangkatan. Saya cukup mengingat-ingat saja. Misi hari itu selesai dan melegakan.

Mungkin ada yang bertanya-tanya, kenapa jawaban agen PO Haryanto singkat dan terasa “ketus”? Nanti saudara saya beri sedikit penjelasan. 

Tiba di agen PO Haryanto Cikarang

Bus yang akan saya naiki nanti dijadwalkan berangkat pukul 18.30. Nah, pukul 17.00 saya sudah tiba di lokasi agen PO Haryanto Cikarang. Lokasinya berada di bawah fly over Cikarang CIbarusah. Di deretan itu banyak agen-agen segala jenis PO. 

Lokasi agen PO Haryanto sendiri berada paling menjorok ke dalam di antara komplek agen-agen yang ber-letter U, seperti sebuah teluk. Tidak sulit menemukannya.

Yang disebut kantor PO Haryanto Cikarang. (Dok: M. Mujib)

“Mas, tiket atas nama Mujib tujuan Jogja. Jombor.” Saya berbicara kepada orang yang ada di meja agen PO Haryanto. Beliau lalu mengambil salah satu tiket dari tumpukan tiket yang berada di meja dan menyerahkan kepada saya. “Bise nomor 068.” Ucapnya dengan singkat, padat, jelas, dan pakai Bahasa Jawa

Setelah itu, beliau melanjutkan pekerjaannya membubuhkan cap ke lembar-lembar tiket. Terakhir, dia mengisi formulir, semacam manifes pada sebuah lembar buku besar.

Baca halaman selanjutnya….

Agen yang ketus

Nah, soal agen PO Haryanto yang terkesan ketus, saya kasih paham. Kalau buat saya, itu jawaban yang biasa saja dan wajar. Saya mengirim pesan serta datang di saat jam-jam keberangkatan bus, dan itu merupakan jam-jam sibuk petugas agen melayani calon penumpang, termasuk pemesanan dan penjualan tiket secara offline

Sebab, kebanyakan calon penumpang lebih banyak yang datang langsung ke lokasi agen. Selain itu, petugas agen juga harus melakukan kerja administrasi kepada kru bus yang datang ke agen untuk menaikkan penumpang.

Akhirnya, tiket di tangan. (Dok: M. Mujib)

Saat saya tiba, suasana kantor agen tampak sepi. Hanya ada satu petugas namanya Mas Tio, kalau saya tidak salah ingat namanya, dan saya seorang diri. Ada beberapa bangku panjang yang bisa digunakan calon penumpang untuk menunggu busnya datang. Dinding berisi banner dengan rute-rute yang dilayani PO Haryanto, satu kipas besar di langit-langit yang mengembuskan udara panas.

Suasana yang sepi

Meski tampak sepi, nyatanya banyak orang datang dan pergi untuk mengambil dan membayar tiket di agen PO Haryanto. Selama beberapa saat saya baru datang, Mas Tio tampak sibuk bolak-balik ke tepi jalan menaikkan penumpang bus PO Haryanto yang tiba di lokasi agen untuk menaikkan penumpang, lalu melayani calon penumpang lain saat dia kembali ke meja kerjanya. Dia masih melakukan panggilan telepon menanyakan posisi sudah sampai mana kepada kru bus yang akan singgah di kantor agennya. Sibuk sekali. 

Sore itu suasana sekitaran fly over Cibarusah memang ramai. Bus-bus malam melaju bergantian setelah menaikkan penumpang. Tidak terkecuali PO Haryanto berbagai rute dan tujuan yang berangkat dari barat. 

Tiba-tiba, mas Tio memberi tahu saya, “Turu-turuo sek. Bismu ning Jogja isih ngko jam pitu,” ucapnya dengan logat Kudus yang kental. 

Lha kui bis seka ndi, Mas?”

Bus seka Kotabumi. Bise mampir nyolar sek barang.”

Okupansi penumpang PO Haryanto

Obrolan berlanjut soal okupansi penumpang PO Haryanto yang biasa terjadi saat ini. 

Nek sing arah Jogja, Jawa Tengah, ki yo kadang sepi kadang rame. Ora mesti. Sing ra tau sepi ki nek arah Madura”, ucap mas Tio setelah mengembuskan asap rokoknya, dan tangan kirinya memegang hape. Dia sedang menelepon orang di seberang sana. “Wis tekan ndi?”

Pukul 19.00, bus nomor lambung 068 seperti yang dikatakan belum juga datang. Agen masih disinggahi PO Haryanto-PO Haryanto lain namun yang bukan trayek saya. Jaraknya rapat sekali. Luar biasa. Saya sudah mafhum kalau keberangkatan dari barat kerap molor dari jadwal yang tertera di tiket. 

Bus PO Haryanto berdatangan ke agen. Rapat sekali. (Dok: M. Mujib)

Pukul 19.09, bus dengan nomor lambung 068 yang saya tunggu akhirnya tiba. Saya berpikiran kalau bus yang akan saya tumpangi adalah Mercedes-Benz OH 1626 seperti yang sudah menjadi “standar” PO Haryanto. Namun, ternyata saya keliru. Bus yang bertitel “Sultan Bantul” ini ternyata menggunakan sasis Hino RK8 yang sudah menggunakan suspensi udara. Dari mana saya tahu? Ya ngintip-ngintip sedikitlah. 

Bodi bus yang “ramai”

Sebelum naik, saya menyempatkan untuk mengabadikan bus yang akan segera saya tumpangi. Bukan PO Haryanto namanya kalau busnya tidak meriah dengan aksesori. Bus berwarna dominan hitam dengan livery warna biru, dengan tokoh wayang yang membuat saya merasa menjadi orang berkebangsaan Indonesia yang tidak tahu diri sebab saya tidak mengenal tokoh wayang yang terpajang besar di badan bus.

Bus ini berbodi Jetbus 3 SHD buatan karoseri Adiputro, dengan ikon menara Kudus dan tulisan “Menara Kudus” yang terletak di belakang pintu depan dan di atas roda depan. Ikon yang sangat lekat dengan PO Haryanto selain lafaz salawat “Salla Allahu ‘ala Muhammad”. 

Muka bus ini menggunakan double glass yang pada masanya sangat populer dan menjadi tren. Titel “Sultan Bantul” berada di bando antara kaca bawah dan atas. Bantul itu ada di Jogja. Sementara di kaca atas terdapat titel “Ande Ande Lumut”. Sebenarnya titelnya yang mana, ya? Saya menyebutnya “Ande Ande Lumut Sultan Bantul” saja.

Saya melangkah masuk dan langsung mencari kursi 3A sisi jendela. Sampai di lokasi, kursi saya ternyata diduduki penumpang lain dan saya bilang “Maaf, Mas. Kursi saya sebelah situ.” Masnya langsung paham dan bergeser karena dia sadar itu bukan kursi miliknya.

Baru juga duduk sebentar dan belum sempat memperhatikan situasi dan kondisi kabin sekitar, pukul 19.11, bus bergerak meninggalkan agen Cikarang. Masih melaju agak santai menuju gerbang tol Cikarang Barat. 

Sambil membenarkan sandaran kursi mencari posisi paling nyaman, kondektur menghampiri saya dan bertanya.

“Mas yang naik dari Cikarang, Jogja turun mana, Mas?” 

“Jombor, Mas.” Saya jawab dengan singkat. Beliau langsung kembali ke depan setelah menanyai saya. 

Interior

Kursi bus PO Haryanto ini besar dan nyaman. Pas dengan lekukan punggung dan bagian yang jadi sandaran kepala. Bentuknya melengkung sehingga meminimalisir kepala menggelinding ke penumpang sebelah atau jendela saat bus sedang bermanuver. 

Tersedia bantal untuk menambah kenyamanan jika tidak ada lagi yang bisa dijadikan sandaran selain jendela bus di hidupmu. Bantal juga bisa kamu peluk kalau kamu merasa kesepian. Ada selimut tebal kalau kamu kedinginan. Kalau tidurmu ingin lebih paripurna, di bawah kursi terdapat legrest

Setelah sedikit celingak-celinguk sekitar kabin, ada satu hal yang membuat saya tersenyum simpul, namun tidak sampai ngakak karena masih mampu saya tahan. Bus “Sultan Bantul” sesangar ini, ada sisi cuteness yang membuat heartwarming

Hal itu adalah penutup bagasi kabinnya berdekorasi Doraemon, full dari depan hingga belakang! Tapi saya tidak tahu apa di “kandang macan” juga bergambar Doraemon supaya pengemudi yang beristirahat bisa berbahagia. Sayangnya, saya tidak bisa mengetahui itu karena tertutup tirai. Saya langsung berpikir jangan-jangan ini adalah mesin waktunya Doraemon yang berkedok bus, dan bukan laci meja belajar. 

Interior yang cute banget. (Dok: M. Mujib)

Yang merintangi dan menghantui

Pukul 19.13, bus trayek Cikarang-Jogja masuk gerbang tol Cikarang Barat. Selepas gerbang tol, bus PO Haryanto ini sudah mulai bermain di RPM tinggi yang menghasilkan kecepatan 100 kilometer per jam berdasarkan aplikasi speedometer di gawai Android milik saya. Lumayan untuk stimulus pengantar tidur.

Langit-langit kabin bergambar Doraemon itu bergetar saat bus melewati jalan aspal keriting. Meskipun sudah menggunakan suspensi udara, getaran yang muncul pada bagian langit-langit karena faktor usia tidak bisa dihindari. 

Hino RK8 mungkin dianggap underrated di antara kerumunan sasis-sasis bus premium pada saat ini. Namun, di tangan mekanik yang tepat dan pengemudi andal, bus ini tetap bisa bersaing dan bertarung di sengitnya jalur tol Trans Jawa.

Di jalan tol Jakarta-Cikampek yang terdiri empat lajur itu, bus trayek Cikarang-Jogja ini berlari zig-zag dari kanan ke kiri menghindari lane hogger yang bergerak lambat di jalur kanan. Lajur kanan digunakan tidak sebagaimana mestinya. Jalur kanan justru menjadi jalur yang padat dan kadang tidak secepat pergerakan di jalur sebelah kiri. Bahkan, jalur kiri menjadi jalur yang kerap kosong. 

Seset kiwa

Saya jadi tidak heran kalau bus-bus pelari seperti PO Haryanto ini kerap mendahului dari kiri, zig-zag di jalan tol mencari jalur kosong sebab jalur kanan diisi para lane hogger yang merepotkan. Bahkan, tidak jarang bus menggunakan bahu jalan untuk mendahului karena tidak adanya jalur kosong di sisi kanan. Atau, biasa disebut “seset kiwa (kiri)”.

Saat melakukan seset kiri, bus trayek Cikarang-Jogja ini kerap membuat saya ketar-ketir dan deg-degan. Sebab, jika tidak presisi benar, pengemudi kan tidak memiliki “indra keenam”, dampaknya sangat fatal. 

Pengemudi melakukan seset kiri bukan tanpa alasan. Alasannya jelas. Jalur mendahului digunakan pemuja lane hogger seperti yang sudah saya utarakan. Hal-hal seperti ini sudah pasti hanya pengemudi dengan tingkat presisi dan jam terbang tinggi yang mampu melakukannya. 

Pukul 19.42, Ande Ande Lumut keluar tol Cikampek Utama. Hanya itu yang saya sadar. Setelahnya saya ketiduran hingga pukul 20.57 ketika bus agak melambat di lalu lintas yang tersendat di Cipali KM 184 karena ada laka. Setelah serong kiri serong kanan, bus kembali melaju dengan dengan berlari. Penggemar bus pasti mafhum kalau saya menyebut “berlari”. Hehe.

Yang saya tahu, PO Haryanto, dan para krunya adalah kru yang pantang menyerah. 

Kru yang cekatan

Pukul 21.18, bus keluar tol Kanci. Masuk jalur Pantura yang dulu masih menjadi jalur utama dan saya kembali merasakan atmosfer Pantura zaman dulu sebelum ada tol. Bus sering klakson motor yang tidak jelas mengarah ke mana, lalu Zig-zag meliuk mendahului truk-truk gandeng yang masih setia dengan jalur itu, melibas aspal-aspal keriting khas Pantura. Namun, sayang, sekarang jalur itu tidak seramai dahulu di mana skill pengemudi dimainkan. 

Pukul 21.31, bus masuk rumah makan Menara Kudus Gebang, Cirebon, untuk istirahat dan makan malam. Saat penumpang turun dan masuk rumah makan, tidak ada pengecekan seperti saya naik Sinar Jaya waktu itu. Masuk, ambil makan, minum, selesai. Tidak ada pengecekan. 

Parkir di depan Rumah Makan Menara Kudus. (Dok: M. Mujib)

Makanan disediakan prasmanan, tapi lauknya dibagikan. Saya memilih menu soto kudus, yang menurut saya, rasanya lumayan enak. Suasana rumah makan semakin ramai seiring datangnya bus-bus PO Haryanto yang masuk dan beristirahat. Musik tarling Cirebonan terdengar lantang menemani penumpang yang melahap makan malam.

Selepas makan malam

Pukul 22.13, bus bergerak meninggalkan RM Menara Kudus. Di sini terjadi pergantian pengemudi. Untuk jarak tempuh sejauh 600 kilometer lebih, memang sudah seharusnya menggunakan dua pengemudi. Mengemudi sebagai sebuah pekerjaan profesional, bukan suatu hal yang mudah tapi juga tidak sulit. Semua orang bisa mengemudi, tapi tidak semua orang bisa menjadi pengemudi. Itu teori yang saya punya sampai saat ini. 

Bus bergerak santai di 60 kilometer per jam di bawah curahan gerimis. Di menit ke-10 sejak meninggalkan rumah makan, bus mulai melaju agak berlari melintasi Pantura yang sekarang lengang tidak seramai dulu. Setelah menit ke-10, saya sudah tidak menyadarkan diri dan tertidur pulas hingga di pukul 00.27. Saya terbangun dan bus sudah keluar gerbang tol Kalikangkung, Kendal. Secepat itu sudah masuk Semarang. 

Pukul 00.33, bus PO Haryanto ini keluar tol Krapyak, Semarang, menurunkan penumpang. Setelah itu masuk kembali ke gerbang tol menuju kota berikutnya. 

Pukul 01.38, bus masuk terminal Tingkir, Salatiga. Sebelum kembali masuk ke gerbang tol, hampir terjadi sedikit tragedi. Bus berhenti sebelum menuju gerbang tol, semua penumpang dibangunkan dan ditanyai satu per satu, termasuk saya. 

Hampir terjadi tragedi

Kondektur memastikan tidak ada penumpang yang seharusnya turun Salatiga, kebablasan tidur, hingga harus turun di halte/kota berikutnya, 

Salatiga sing mudun telu, tulisane papat,” kata kondektur kepada pengemudi dengan nada sedikit dongkol. Hal yang biasa terjadi jika terjadi kesalahan administrasi. Kondektur sudah menjalankan tugasnya dengan baik, memastikan tidak ada penumpang yang kebablasan karena ketiduran. 

Ketika bus kembali masuk gerbang tol Salatiga, saya kembali tertidur lalu terbangun di pukul 02.00 karena bus berhenti. Oh, ternyata, bus singgah di garasi PO Haryanto Pengging, Boyolali. 

Setelah kembali bergerak, saya tertidur lagi dan terbangun saat bus sudah masuk Jogja. Kalau tidak salah sudah sampai Kalasan dengan keadaan bus berhenti dan saya mendengar percakapan antara pengemudi dan kondektur. Kalasan itu masuk daerah Sleman, Jogja.

Wis mbok gugah durung?” Tanya pengemudi.

Uwis, yo.” 

Lha, kok durung tekan kene?” Ternyata pengemudi pengganti belum sampai ke ruang kemudi. 

Pergantian pengemudi

Kembali terjadi pergantian pengemudi menjelang akhir perjalanan. Kantuk adalah momok yang menakutkan bagi pengemudi. Kantuk tidak bisa ditahan. Hanya bisa diselesaikan dengan tidur. 

Beberapa saat kemudian, saya baru sadar kalau tinggal saya penumpang yang tersisa. Saya lalu pindah ke kursi baris depan dan sedikit berbincang dengan kru yang bertugas. Hingga tepat pukul 03.53 saya tiba di perempatan Kentungan, Jalan Kaliurang, Sleman, Jogja. What a nice and fun bus ride.

PO Haryanto menjadi salah satu PO yang saya sukai karena sat-set. Ada unsur kesenangan dan kegembiraan menaiki bus ini bagi saya. Terlepas dari isu yang terjadi di internal PO Haryanto antara Mas Rian Mahendra dan Haji Haryanto, bagi saya itu bukan urusan saya. Selama bus-bus PO Haryanto masih melayani trayek sepanjang jalan AKAP di Indonesia, terutama Pulau Jawa, saya akan tetap bahagia. Salam suossssss!!!

BACA JUGA Sinar Jaya Bikin Jatuh Cinta pada Perjalanan Pertama dan pengalaman menikmati perjalanan lainnya di rubrik OTOMOJOK.

Penulis: M. Mujib

Editor: Yamadipati Seno

Exit mobile version