Pengalaman Pahit Membeli Motor Bekas Rekomendasi Mertua

Banyak hikmah yang bisa saya petik dari pengalaman pahit ini. Salah satunya adalah jangan memelihara rasa tidak enakan jika itu tidak baik buat kita.

Pengalaman Pahit Membeli Motor Bekas Rekomendasi Mertua MOJOK.CO

Ilustrasi Pengalaman Pahit Membeli Motor Bekas. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COSebelum membeli motor bekas, sebaiknya kita mempunyai sedikit ilmu soal otomotif atau mengajak orang yang paham, deh.

Membeli motor bekas merupakan salah satu pilihan bijak ketika kamu tidak mempunyai spare money. Sementara itu, kebutuhan akan kendaraan sedang mendesak. Namun, keputusan ini bisa menjadi masalah ketika kamu tidak jeli atau gegabah. 

Pasalnya, terkadang, kita tidak tahu “masa lalu” dari motor tersebut. Misalnya, motor tersebut sudah pernah menjadi korban banjir, kecelakaan, sampai sangat jarang diservis. Jangan sampai kamu ikut merasakan pengalaman pahit saya.

Ketika saya membutuhkan motor bekas

Saya pernah sangat membutuhkan kendaraan pada 2017 tapi belum bisa membeli motor baru. Setelah menggali informasi, saya mendapatkan saran dari mertua untuk menengok motor bekas di sebuah dealer di pinggiran kota. Yah, disebut dealer sih sebenarnya nggak tepat juga.

Saat itu saya sangat awam mengenai motor dan tidak pernah membelinya secara pribadi. Oleh sebab itu, saya minta suami untuk melihat motor di dealer yang disarankan oleh orang tuanya.

Namun, kebetulan, suami saya juga awam soal motor bekas dan dia sedang sangat sibuk. Makanya, suami saya meminta tolong mencarikan informasi motor yang dimaksud oleh mertua saya. Tak seberapa lama, mertua saya datang ke rumah dan mengatakan sudah memberikan rekomendasi satu unit motor keluaran 2013. 

Mencoba motor bekas yang akan kami beli

Hari itu tepat hari Sabtu, di mana saya dan suami sama-sama libur kerja. Tanpa pikir panjang, kami pergi ke dealer tersebut. Sesampainya di sana, kami langsung bertemu dengan pemilik, sebut saja namanya Pak R. 

Saat itu, Pak R mengatakan bahwa dia sudah tahu bahwa kami yang akan membeli motor keluaran 2013. Sebelumnya, Pak R dan mertua saya sudah mencapai kesepakatan. Oleh sebab itu, kami bisa langsung mencoba motor yang dimaksud sebelum membayar maharnya.

Kami mencoba untuk mengendarainya di lapangan dekat dealer. Suami saya mencoba terlebih dahulu dengan berkeliling lapangan. Setelah itu, dia bilang, “Ya motornya sudah pas. Coba sekarang kamu pakai, Dek.” Saya, yang saat itu sedang menggendong bayi berusia enam bulan sebetulnya ragu.

Namun, suami meyakinkan saya untuk mau mencoba motor itu. Katanya, motor ini akan saya pakai mengantar anak ke daycare, sekaligus menuju ke tempat kerja.

Keraguan yang menjadi kenyataan

Penjelasan suami memang masuk akal dan saya memberanikan diri mencoba. Sebetulnya saya belum sangat fasih mengendarai motor. Oleh sebab itu, saya agak oleng ketika mencobanya, apalagi sambil menggendong bayi. Sebuah aksi yang sungguh jauh dari kata aman.

Saya merasakan bahwa rem motor bekas itu sangat tidak maksimal. Saya bahkan harus menghentikan laju motor dengan bantuan kaki. Suami saya lantas bertanya:

“Bagaimana? Cocok?” 

Saya, yang waktu itu masih polos, menjawab, “Manut mawon.” 

Saat itu, saya bingung bagaimana cara menjelaskan kondisi motor itu ke suami. Namun, saya sudah feeling kalau motor ini berbahaya. Hanya, saya tidak enak hati kepada suami dan mertua. 

Selesai mencoba motor bekas itu, suami langsung membayar maharnya, tanpa melihat keadaan ban, rem, mesin, dan lain sebagainya. Pemilik dealer juga tidak menjelaskan keadaan motor bekas yang dia jual. Baginya, yang penting motor bekas dia laku terjual.

Baca halaman selanjutnya

Membeli seharga motor baru…

Membeli motor bekas seharga motor baru

Hari Senin, saya memberanikan diri mengendarai motor itu ke tempat kerja. Saya berusaha mengendarai motor itu sepelan mungkin karena saya tahu remnya tidak berfungsi dengan baik. 

Sepulang dari tempat kerja, saya masih mengendarainya dengan kewaspadaan penuh. Namun, meski sudah pelan-pelan, saya tetap panik ketika motor yang saya kendarai hampir menabrak mobil yang tiba-tiba berjalan pelan. 

Saya sudah mengerem sekuat tenaga, tapi motor bekas itu tidak mau langsung berhenti. Akhirnya, saya harus sampai menyeretkan kaki ke aspal supaya motor itu mau berhenti. Maka niat saya sudah bulat untuk segera membawa motor itu ke bengkel.

Keesokan harinya, saya langsung membawa motor itu ke bengkel resmi sesuai merk motor. Setelah memeriksa motor bekas itu, para montir di bengkel malah terheran-heran. 

Salah satu dari mereka berujar, “Untung sampean nggak kecelakaan di jalan, Mbak! Motor sampean parah sekali. Rem tidak berfungsi, roda ban luar ditambal asal-asalan dan itu bisa membuat pengendara kepleset!”  

Saya hanya bisa menanggapi dengan, “Itu motor bekas yang baru saya beli, Pak.” 

Setelah motor bekas itu selesai diservis, tagihan biayanya membuat saya kaget. Tidak sampai di situ, hampir setiap minggu, motor saya perlu masuk bengkel. Kalau menjumlahkan biaya membeli dan semua servis, ditambah biaya balik nama serta pajak, saya bisa membeli motor baru. Sedih.

Memberanikan diri membeli motor bekas untuk kedua kalinya

Setelah mendapat pengalaman pahit itu, saya dan suami sepakat untuk tidak membeli motor bekas lagi. Namun, lima tahun kemudian, kondisi keuangan membuat kami harus berani mengambil risiko.

Namun, kali ini saya bisa lebih hati-hati dalam memilih motor bekas. Khususnya adalah lebih giat mencari alternatif sendiri sesuai kebutuhan. Tidak boleh hanya “percaya” dengan satu informasi meski berasal dari orang dekat. Untungnya, suami mendukung sikap saya.

Oleh sebab itu, saya mulai mencari informasi tentang motor bekas di berbagai platform iklan, dari Facebook Marketplace sampai OLX. Saya bertanya-tanya tentang spek motor, menawar harga, pajak motor, mesin dan lain-lain. Sampai akhirnya saya menemukan penjual yang saya yakini cocok. 

Saat melihat motor bekas pilihan saya, saya mengajak adik yang berpengalaman jual beli motor. Tujuannya supaya dia bisa memberi masukan dan tidak salah pilih motor lagi.

Harus punya ilmunya

Sesampai di rumah si penjual motor bekas, saya aktif bertanya, mencoba, dan mempertimbangkan motor-motor yang ada. Saya juga sangat apresiasi kepada bapak dealernya karena beliau tidak hanya mengambil keuntungan semata. Baginya tidak masalah kalau batal membeli karena tidak cocok. Beliau mengutamakan kepuasan pembeli. 

Beliau bahkan siap menerima motor bekas yang sudah dibeli. Bahkan ketika sudah dipakai selama satu atau dua bulan. Si pembeli tinggal mengganti biaya perawatan dan bensin. 

Singkat kata, disertai masukan dari adik, saya membeli satu unit motor bekas dari dealer itu. Alhamdulillah, sampai sekarang, motor itu masih saya pakai dan tidak ada kendala. 

Banyak hikmah yang bisa saya petik dari pengalaman pahit ini. Salah satunya adalah jangan memelihara rasa tidak enakan jika itu tidak baik buat kita. Membeli motor bekas harus punya ilmunya atau mengajak seseorang yang sudah pengalaman dalam bidang otomotif.

BACA JUGA 5 Motor Bekas yang Paling Diburu dan kisah menarik lainnya di rubrik OTOMOJOK.

Penulis: Balkis Aminallah Nurul Mivtakh

Editor: Yamadipati Seno

Exit mobile version