Tahukah kamu bahwa ada mobil yang disesali oleh produsennya padahal tidak ada keluhan/pengembalian dari konsumen? Itulah Mitsubishi Colt T120.
“Colt T”, begitulah panggilan kesayangannya, sebetulnya mobil niaga, tepatnya buat angkut-angkut barang, seperti buat kulakan, ternak, atau palawija, juga orang, bukan kendaraan penumpang biasa macam Xenia/Avanza. Mitsubishi membidani kelahirannya untuk bersaing dengan—salah satunya—Hiace dan Kidoy dari Toyota di awal 1970-an. Khusus yang bule, yang lahir di Jepun, Colt T dipanggil Delica, lebih manislah daripada yang dilahirkan di sini dan dipanggil Bagong.
Dulu Mitsubishi Motors (jelas) amat bahagia karena penjualan Colt T melambung, tapi kini (mungkin) menyesal karena ia terlalu tangguh diciptakan sehingga pemilik Colt yang mestinya sudah “gantung velg” dan berganti ke L300, Xpander, atau Pajero tetaaap saja pakai produk sisa ‘80-an itu. Barangkali ide pembuatan mobil ini bertepatan dengan hari penciptaan Bumi sehingga tahan banting: diobrak-abrik sedemikian rupa, ditambang mineralnya, diracun lautnya, tidak rusak-rusak juga. Begitu pula Colt T ini, serongsok apa pun kendaraannya, dia tetap bisa diajak cari duit, kerja, kerja, kerja ketika yang lainnya sudah pada mogok, mogok, mogok dan jadi besi tua.
Yang paling ngeri dari ciptaan manusia ini adalah bahannya. Platnya plat beneran, bukan kaleng biskuit Khong Guan. Sasisnya? Jangan ditanya, tidak ada cerita sasis Colt itu bengkok hanya karena mengangkut barang yang melebihi aturan KIR Dishub. Tenaga? sudah tahu kan kalau orang kita selalu membebani mobil lebih dari kapasitasnya? Yang bikin senang, ini mobil “culun” sekali. Onderdilnya manual, maka banyak perkakas Colt T yang dapat dengan santainya dicomot dari kendaraan lain, beda merek sekalipun. Bahkan ada yang lebih ekstrem, yaitu onderdil yang terbuat dari batang pohon. Banyak yang menggunakan fiber buat pushrod-nya Colt T ini, yang dibikin dari batang pohon-pohonan.
Pernah saya alami sendiri, per seker sudah patah dan kompresi melorot ke titik terbawah, santai saja si Colt ini dibawa kerja. Mau saja dia. Kalau sudah begini, boleh saja kita lebay sikit dengan berkomentar: Colt T120 adalah satu-satunya keajaiban dunia yang dapat berpindah-pindah tempat.
Pemilik atau pengguna yang sudah lama menggunakan Colt akan manunggaling, menyatu, sehingga terjalin chemistry di antara keduanya, meskipun yang satu mesin dan satunya manusia. Itu kata paman saya lo, yang punya Colt sejak zaman jaya-jayanya film G 30 S PKI. Beliau mengajukan dirinya sendiri sebagai prototipe sosok “manunggaling Colt T” itu.
“Sepanjang saya punya dan menjalankan Colt T120 ini, saya tidak pernah sekali pun dipermalukan di tengah jalan. Semogok-mogoknya Colt, tetap bisa pulang ke kandang, menolak mangkrak di tepi jalan dan bikin malu sang juragan,” ucapnya, sesumbar.
Ucapan si paman ini kalau sampai ketahuan divisi humas atau marketing Mitsubishi Motors, bisa gawat, bisa dipake buat endorsement di buku manual-manual produknya. Entah lebay entah nyata, saya tidak tahu pasti karena kejadian-kejadian yang diceritakan si paman ini berlangsung ketika zaman hansip masih bercelana pendek dan kini celananya sudah molor semata kaki: ya, zaman saya belum masuk SD.
Suatu kali Paman bercerita saat ia kehabisan minyak rem. Dia bilang,
“Saat itu saya cari warung dan membeli segelas teh. Saya minum seteguk dulu. Sisanya saya masukkan ke galon minyak rem yang terletak di sisi kiri batang kemudi. Hasilnya? Rem mobil kembali pakem dan bisa digunakan pulang ke rumah sejauh 300-an kilometer.”
Betapa murah biaya penyelamatan itu? Masih diteguk pula itu tehnya. Sadis dah!
Kalau sudah manunggaling, inspirasi datang sendiri. Roma memang jauh, tapi selalu ada banyak jalan menuju pulang, ibarat kata begitulah kata Paman. Kalau menurut saya—yang baru tahun-tahun belakangan mulai mengenal dan mengemudikan mobil kuli ini—saat kita di belakang kemudi Colt, bahkan GPS pun kita tak perlu. Ia ngerti dan paham jalannya sendiri. Kalau mau mogok, ia pun sudah kasih aba-aba sebelumnya, tidak langsung mandek macam mobil-mobil yang penuh panel digital di dasbornya itu.
Contohnya begini. Misal pompa bensinnya mau rusak, ia kasih tanda-tanda lebih dulu, misalnya mulai tidak bekerja maksimal di saat stok BBM mulai menipis. Ia masih normal di jalan datar dan mulai kumat di tanjakan. Jika kita menghadapinya, berjalanlah secara mundur, niscaya kamu aman sampai ke atas. Kalau pakai pompa elektrik (rotax), mana ada acara begituan: rusak ya rusak, nunggu besok siang sampai tokonya buka dan kamu harus nginap di jalan.
Di awal ‘80-an, seingat saya, mobil ini identik dengan kendaraan kecamatan, berwarna oranye. Yang built-up dibangun dan dirangkai di Jepun, biasanya dipakai BKKBN. Spesiesnya tinggal beberapa saja di Indonesia, jadi buruan banyak orang. Tandemnya adalah VW Safari. Nah, Safari-nya sudah nyaris hilang dari muka bumi, Colt-nya masih gentayangan di mana-mana. Mestinya, yang lebih dulu habis dan jadi hantu itu Colt karena kita tahulah bagaimana orang Jerman bikin mobil, kuat minta ampun, semboyan sombongnya bisa dikata, “Baru tamat esoknya kiamat.”
Nyatanya, semboyan itu lebih cocok buat Colt. Setiap saya pergi-pergi, saya selalu lihat mobil ini, bahkan di tahun 2017 ini. Di Kwanyar, Madura, di Kediri, Madiun, Temanggung, wah, di mana-mana selalu ada Colt. Makanya, ia sampai menginspirasi pabrik pembuat kaca film untuk bikin semboyan “I’am V-Colt” sebagai tandingan pepatah “ringan sama-sama dijinjing, berat sama-sama dipe’ Colt” .
Cuma, terus terang saja ya, yang tidak menarik dari mobil ini ada juga sih. Kita harus sebut itu supaya nyanjungnya tidak kebablasan karena saya juga bukan jubir bayaran Mitsubishi. Saya hanya jadi jubir kenyataan: bahwa tampang mobil ini memang membawa unsur iba, bahkan seperti muka orang yang sedang kecele. Yang muncul di awal ‘70-an bermata dua, bulet, kayak burung hantu. Sebagian orang menyebutnya Bagong.
Beda dengan Cadilac atau Holden atau Mercy yang ganteng nan macho sejak lahir, tampang Colt malah kayak coni. Apa itu coni? Itu lo, seperti wajah orang yang yang semisal manggil-manggil teman atau bahkan sudah telanjur menepuk bahunya dari belakang, nggak tahunya bukan orang yang dimaksud, malah orang lain. Naaah, kayak gitu tampangnya, coni kecele. Kasarnya, tampangnya nggak berwibawa sama sekali.
Maka dari itu kalau kamu naik Colt yang masih sehat dan bisa berjalan normal di hari ini, itu bukan peristiwa istimewa, itu biasa saja. Banyak Colt yang masih begituan di muka bumi ini. Dan kalau kamu masuk ke kabinnya, ingatanmu akan terbawa ke masa 35 hingga 40 tahun yang lalu. Dasbornya, busa tempat duduk atau plafonnya, semuanya menyimpan aroma “apek-apek mesra”, suatu aroma nostalgia yang tidak dapat diciptakan oleh Kenzo atau Isei Miyake. Sungguh, aroma “apek-apek mesra” itu hanya khas milik dan dibuat oleh Mitsubishi. APV atau Gran Max tak akan mampu mengawetkan cadangan nostalgia untuk dilepaskan kembali kepada para penggunanya 40 tahun yang akan datang, seperti yang ada pada Colt ini.