Honda Super Cub C125, Buat Kamu yang Ingin Tampil Retro dan Indie

MOJOK.CO Tahu motor lawas yang disebut Honda Pitung? Nah, Honda Super Cub C125 ini, Honda Pitung versi premiumnya.

Honda lagi-lagi mengeluarkan produk baru dalam kurun waktu singkat menuju akhir tahun. Dari Honda Forza, PCX, lalu terkuaknya facelift baru buat Honda CBR 150R, dan yang terbaru adalah Super Cub C125. Honda memang gerak cepat untuk menenggelamkan kompetitor lain yang berusaha bertahan di jagat motor Indonesia.

Kita pasti tahu, bahwa Super Cub yang lama adalah motor retro yang aduhai bentuknya. Motor ini memang legenda, nggak percaya? Coba tanya orang tua kalian, haqqul yaqin, pasti tahu motor ini. Atau mungkin, justru pernah memiliki dan menjadi saksi bapak kalian ngapelin ibu kalian~

Bapak saya, pernah punya motor ini dahulu kala. Sebuah motor yang dulunya lebih dikenal dengan nama Honda Pitung. Sayangnya, si Pitung ini dijual pada tahun 2000-an saat sedang booming-nya motor Supra. Sebenarnya, jatuh bangun merintis karier membuat si Honda Pitung itu punya banyak cerita sejarah. Jadi, ketika Honda Super Cub C125 ini rilis, Bapak langsung nyuruh beli. Untuk nostalgia masa perjuangan katanya.

Hadeh. Ya jelas saya tolak lah. Lha wong gaji mung UMR, kok wani-wanine kredit motor. Meski belum berani beli, tapi nggak ada salahnya motor ini direview dan dilihat detailnya. Walau UMR Jogja yang di-update, belum memberi pembaharuan apapun untuk keamanan ekonomi saya.

Ironi memang, motormu lebih aman dibanding gajimu. Eh.

Super Cub C125 yang baru ini, menurut saya memang terlihat menggaet masyarakat yang punya ketertarikan pada motor lama. Seakan-akan, Honda sedang berusaha menangkap kegelisahan masyarakat yang pengin tampil retro nan indie, namun budget modif motor tipis. Lagian, sekalipun dimodif nggak semuanya bisa dapat mesin yang mumpuni.

Nah, Honda lalu datang untuk menawarkan, “Iki loh, ora usah modif, tinggal tuku wae. Mung siapne KTP dingo kredit. Wis beres!”

Motor ini hadir dan lebih menawarkan sisi elegan dibandingkan power. Dilihat dari rpm yang dihasilkakan pun tidak tinggi. Ya masak, motor klasikan mau ngebut-ngebut, lak ya kurang indie, toh! Selain itu, kalau dulu terkenal bising, pihak AHM sudah mengkonfirmasi bahwa mesin motor ini sudah diminimalkan suaranya. Seperti motor Honda yang lain, teknologi PGM-FI yang tersemat pada motor ini, tentu menjadikannya irit dalam konsumsi bahan bakar.

Rpm memang cuma di kisaran 7500, namun mengingat motor ini memang menjual kesan nostalgianya, sehingga kekuatan mesin yang minim tidak perlu dilihat sebagai kekurangan. Lagian nih, kalau kamu mau kenceng, yaudah beli Ninja aja—meski Mas Edi yang beli Ninja itu, nyatanya gagal jadi pembalap.

Fitur lain yang tersemat benar-benar premium. Semacam Smart Key System dan lampu LED yang membuat motor ini aduhai betul untuk dipandang. Sayangnya nih, pendinginnya masih pakai udara bukan DOHC seperti motor Honda yang lain. Kamu penasaran kenapa Honda kok mbedain motor ini? Hah ya mbuh!

Motor ini juga dilengkapi dengan speedometer yang merupakan perpaduan antara digital dan klasik, seperti Forza. Speedometer ini bagi saya, memberi banyak keunikan. Pasalnya, kita tetap punya motor klasik, namun dengan kemudahan ala motor modern yang tetap tersemat. Semacam hidup di masa lalu dengan teknologi masa kini—yang amat indie. So rhyme.

Meski teknologi mesin berbeda, sepertinya motor Honda yang premium memang punya standar yang sama di bagian fitur. Tapi anehnya, kenapa fitur key system ini cuma ada di motor premium doang? Ini Honda mau aktif menyumbang motor hilang di data BPS ngalahin Vario dan Vixion, po? Atau gimana?!

Jika dilihat dari tampilannya, motor ini memang eye catching dan unik. Desain motornya yang persis dengan desain leluhur, juga meningkatkan nilai jualnya. Kata Presiden AHM, motor ini adalah trendsetter dengan fitur premium dan desain yang timeless—padahal kan nggak ada yang timeless kecuali perihal derita cinta.

Lantas, bagaimana dengan pengalaman berkendara? Pertama, motor ini dilengkapi dengan sistem ABS. Kedua, motor ini juga menggunakan ban tubeless, sehingga bisa dikatakan punya modal untuk kenyamanan berkendara. Meski tidak bisa jadi patokan, namun mengingat mesin yang tidak diberi power kuat dan kencang, jadi bisa memberi jaminan bakal nyaman di putaran tenaga rendah.

Selain itu, berkendara di kala macet pun tidak akan mengalami raungan mesin yang gembos karena terpaksa berjalan lambat. Jadi, bisa kamu bayangkan sedang berkendara pelan-pelan di sore hari tanpa mendengar raungan mesin yang empet-empetan karena diajak main di putaran rendah. Coba bandingkan dengan motor kebanyakan. Tentu saja, sistem pengereman ABS bakal menambah kenyamanan dan keamanan berkendara. Jadi, jangan lagi khawatir, motor ini jelas berkualitas premium.

Lantas, apakah motor ini layak dibeli?

Begini, motor klasik bertenaga rendah ini dijual dengan harga Rp55 juta. Sebuah harga yang cukup mahal—bagi saya. Namun, jika kamu memang seorang penyuka motor klasik dan tidak bermasalah dengan merogoh beberapa kocek, ya nggak apa-apa. Selain itu, fyi aja ya, dengan ditambah Rp15 juta lagi, kamu bisa dapat Honda Forza atau CBR 250 RR yang itu.

Jadi, kalau kamu mau pengin beli motor mahal tapi yang punya peforma mesin kenceng, bodi aduhai dan fitur yang buanyak, skip dulu. Super Cub C125 memang tidak didesain untuk itu.

Oh ya, yang perlu diketahui juga, Super Cub C125 punya finishing yang amat bagus. Detail-detail finishing-nya digarap dengan matang. Sehingga, harga tinggi memang pantas disematkan karena Honda tidak ingin membuat blunder parah dalam merilis motor premiumnya.

Kesimpulannya, motor ini memang pantas digaet jika kamu punya jiwa indie, suka motor klasik dan mau merogoh kocek tanpa harus ribet-ribet ngemodif—meski modif bisa jadi lebih murah, tapi kalau nggak mau ribet, ya mending beli motor ini. Ya, lagi-lagi semuanya memang subjektif. Namun yang jelas motor ini worth to buy lah.

Siapa tahu, jiwa indie kamu bakalan makin berkobar di dada.

Exit mobile version