Honda CRF 150L, Motor Mahal yang Menyalahi Kodrat Alami Motor Honda

Honda CRF 150L, Motor Mahal yang Menyalahi Kodrat Alami Motor Honda MOJOK.CO

Ilustrasi Honda CRF 150L, Motor Mahal yang Menyalahi Kodrat Alami Motor Honda. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COSetelah saya mencobanya sendiri, ternyata Honda CRF 150L enak juga. Ini adalah motor mahal yang justru menyalahi kodrat alami motor Honda.

Belakangan ini, produsen sepeda motor memiliki kecenderungan aneh untuk menggabungkan semua kebaikan motor matik dengan arco tukang. Mereka berkompetisi sengit dalam menyediakan bagasi seluas mungkin. 

Seolah-olah motor yang tak mampu memuat 2 helm di bagasinya adalah sebuah aib. Mereka lalu mencantumkan volume bagasi itu pada brosur dengan huruf tebal penuh kebanggaan: Motor Kami Punya Bagasi Sampai 25 Liter!

Itu adalah fitur yang bagus dan berguna. Namun, dampaknya adalah hampir tidak ada lagi motor matik berdesain ramping selain motor di kelas bawah. Aerox, N-Max, PCX, Vario 160. Semuanya memiliki lebar bodi yang kelewat menyiksa untuk ukuran rata-rata wanita Indonesia.

Oleh sebab itulah saya, pada suatu senja yang berhujan, menggenggam jemari Mas Bojo dan menatap matanya dalam-dalam dan berkata. Bahwa demi kemaslahatan bersama, alangkah baiknya bila Mas Bojo menjual PCX kami. 

Saya juga mengutarakan keinginan untuk menunggangi motor yang ramping, lincah, enak dikendarai sekaligus memberi rasa bangga untuk dimiliki. Suzuki Satria injeksi, contohnya. Meski pada akhirnya nanti, Honda CRF 150L yang sampai di rumah.

”Kamu pengen jadi joki drag?” Tanya Mas Bojo dengan raut wajah keheranan, yang saya sanggah karena setahu saya menjadi joki balap drag tak mensyaratkan kepemilikan Satria injeksi. 

Mas Bojo terdiam selama beberapa menit sebelum mengangguk dan tersenyum. “Tapi idemu boleh juga. Aku setuju.”

Matik bongsor itu kami jual seminggu kemudian. Pada pekan berikutnya, sebuah Honda CRF 150L terparkir manis di garasi rumah.

Sulit membayangkan Honda CRF 150L adalah motor mahal

Tiga hari penuh saya habiskan untuk memahami alasan Mas Bojo memboyong CRF 150, bukannya Satria seperti yang saya minta. Dan 3 hari selanjutnya saya gunakan untuk memahami alasan Honda menciptakan motor ini.

Honda CRF 150L yang dibeli seken oleh Mas Bojo adalah produk 2017, dan lihatlah dengan teliti semua bagiannya! Ada beberapa komponennya yang berbagi dengan Honda Verza. Mulai dari mesin, speedometer, spion, hingga lampu sein. Kuncinya mungkin mencomot dari Supra Fit, atau Astrea Impresa, sebab jangankan pakai sistem keyless, kunci CRF bahkan tidak punya penutup magnetik. Parah!

Dari cerita pengguna Honda CRF 150L lain yang bertebaran di internet, saya jadi tahu bahwa motor ini cuma punya 5 percepatan dengan kecepatan puncak mencapai, hmm, 100 kilometer per jam. Janganlah diperbandingkan dengan Verza, CRF 150L bahkan lebih pelan ketimbang Supra batok getar.

Pertanyaan terakhir yang menggelayut tinggallah ini: Dengan semua kekurangan yang dimilikinya, apa yang membuat Astra cukup edan membanderol Honda CRF 150L belasan juta lebih mahal ketimbang Verza yang menjadi basisnya?

Menjajal untuk kali pertama

Tepat di hari ke-7 sejak kedatangannya, demi menghadiri pengajian rutin di kecamatan sebelah. Saya memberanikan diri untuk menjajal motor tersebut. Honda CRF 150L adalah motor paling tinggi yang pernah saya jajal, dan saya kesulitan untuk mendaratkan pantat dengan nyaman di joknya yang kecil dan keras. Ini satu lagi kekurangan yang saya temukan!

Namun, ternyata kaki saya bisa menapak dengan nyaman di motor setinggi ini. Proporsi bodi motor ini yang terbilang cungkring membuat saya tak perlu mengangkang seperti gorila. Dan ketika motor ini sudah melaju, saya jadi mengerti mengapa orang-orang menggandrungi Honda CRF 150L ketimbang Verza yang lebih murah.

Pertama, tentu saja faktor posisi berkendaranya. Setang Honda CRF 150L, sebagaimana lumrahnya motor trail, didesain lebih tinggi dan lebar ketimbang setang motor di kategori lain. Hal ini memberi 2 keuntungan, yaitu posisi berkendara yang lebih rileks dan pengendalian yang luar biasa. CRF 150L punya handling juara yang membuatnya benar-benar nurut untuk diajak bermanuver macam apa aja.

Kini saya mengerti alasan kepolisian punya unit Honda CRF 150L sebagai motor dinas di tiap polsek. Meskipun letaknya jauh dari hutan.

Kedua, Honda CRF 150L punya suspensi paling mumpuni di kelas motor 30 jutaan. Pemakaian suspensi depan upside-down memang selalu tampak keren, apalagi suspensi depan CRF 150L dipasok oleh Showa.

Baca halaman selanjutnya: Motor yang menyalahi kodrat alami Honda.

Jatuh cinta kepada suspensi Honda CRF 150L

Tapi, bukan jenis dan merek suspensinya yang membikin motor ini nyaman banget untuk menghajar jalanan keriting khas Indonesia. Yang oke adalah karena diameter dan jarak mainnya yang lebih besar ketimbang kepunyaan motor lain.

Suspensi depan berdiameter 37 milimeter. Itu gede banget, serius. Bandingkanlah dengan kepunyaan Verza yang cuma berdiameter 31 milimeter, atau kepunyaan KLX 150 yang ukurannya 2 milimeter lebih kecil. Belum lagi bila kita memperhitungkan jarak main shockbreaker depan CRF 150L yang mencapai 225 milimeter.

Kalau angka-angka di atas gagal memberi impresi, maka bayangkanlah sebuah motor yang ketika dipakai untuk menerjang kubangan kecil di jalan raya, Anda tak merasakan apa pun selain gumun tak berkesudahan terhadap pemerintah yang tak kunjung becus untuk sekadar bikin jalan yang layak.

Faktor suspensi sebenarnya sudah cukup menjadi alasan bagi Astra untuk membanderol Honda CRF 150L belasan juta lebih mahal ketimbang Verza. Yah, sebiji shockbreaker depannya saja sudah seharga Rp4,5 juta! Tapi, ada keistimewaan lain yang seolah menyalahi DNA bawaan produk-produk Astra Honda: kualitas material bodi.

Kualitas material

Begini, kita sama-sama tahu bahwa sejak era yang sudah tidak bisa diingat, kualitas material plastik bodi motor Honda tidak lebih baik daripada plastik gayung cinta. batok bergetar, panel cover body lepas sendiri, dan bodi retak adalah ragam penyakit khas motor Honda tipe apa saja. Makanya orang-orang menganggapnya sebagai suatu kodrat alamiah belaka.

Tapi, Honda CRF 150L menyalahi kelumrahan itu. Sekalipun kualitas catnya masih bapuk, material plastik yang dipakainya jempolan. Ia tebal, lentur, sambungannya presisi, dan hanya kecelakaan serius yang melibatkan setumpuk dokumen yang bisa meremukkannya.

Pemakaian material plastik bodi yang di luar kebiasaan ini tentu ada alasannya. Bagaimanapun, CRF 150L adalah motor trail yang diperuntukkan di medan off-road, dan kita tahu bahwa ada banyak hal—bebatuan, pepohonan, hewan liar—yang bisa membikin bodi motor biasa hancur pada medan semacam itu.

Pada akhirnya, saya harus mengakui bahwa semua prasangka saya sebelumnya itu salah. Honda CRF 150L adalah motor yang sepadan dengan harganya, asal kita tidak membandingkannya dengan motor yang berada di segmen lain.

Oh, Anda benar kalau mengatakan Honda Verza, yang menjadi basis CRF 150L, dibanderol lebih murah. Anda juga benar bila menyebut motor naked-sport seperti CB150R, Suzuki GSX-S, dan Yamaha Vixion bisa melaju lebih cepat ketimbang CRF 150L. Dan Anda juga tidak salah kalau berkata bahwa N-Max dan PCX lebih nyaman dikendarai.

Tapi, ingatlah bahwa Honda Verza tidak punya suspensi yahud seperti milik CRF 150L. Alih-alih memberikan prestise, menunggangi Honda Verza dengan outfit tertentu malah membikin Anda tampak seperti juru tagih koperasi.

Pada akhirnya merasakan nyaman

Honda CRF 150L jelas lebih pelan ketimbang semua motor di kelas sport-naked, tapi motor trail memang dirancang bukan untuk kebut-kebutan di jalan raya. Mengganti ban pacul CRF 150L dengan ban tapak lebar memang akan membikin tampangnya mirip motor supermoto, tapi itu tidak serta merta bikin kecepatan puncaknya meningkat.

Dan soal kenyamanan, yah, saya tahu kalau jok Honda CRF 150L bakal membuat pantat penumpangnya kebas setelah duduk selama setengah jam saja. Tapi, entah kenapa, saya lebih senang pantat saya mati rasa ketimbang harus mengangkang sepanjang jalan seperti yang selalu saya alami kala menunggangi motor matik. Kenyamanan, bagaimanapun, selalu subjektif.

Setibanya di tempat pengajian, demi mengucapkan terima kasih kepada Mas Bojo yang telah memboyong CRF 150L untuk istrinya yang imut ini, saya berdoa dengan ketulusan yang tak dibuat-buat agar dia senantiasa sehat dan sukses dan segera mendapat petunjuk bahwa saya kepingin Suzuki Satria injeksi dan bukannya produk Honda lagi.

Penulis: Mita Idhatul Khumaidah

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Honda Verza, Produk Gagal yang Justru Meningkatkan Kesombongan Saya dan pengalaman menarik lainnya di rubrik OTOMOJOK.

Exit mobile version