Perilaku penumpang Bus Mataram Magelang Wonosobo yang nggak kalah unik
Beda dari bus Trans yang mayoritas penumpangnya adalah masyarakat perkotaan dan penyangga kota, Bus Mataram Magelang Wonosobo dan sejenisnya lebih banyak melayani masyarakat pedesaan dan kota kabupaten. Hal ini yang menyebabkan penumpang bus ini mempunyai perilaku unik.
Salah satunya adalah keberanian penumpang untuk menawar harga tiket. Misalnya, “Biasanya 5 ribu kok sekarang 7 ribu!” Ada juga begini: “Loh., saya tadi dari pasar, deket itu, kok bayarnya 10 ribu!”. Si kernet biasanya akan melawan sambil senyum-senyum.
Selain menawar ongkos bus, terkadang penumpang membayar dengan uang yang sudah lusuh, kotor, dan lecek. Penumpang mengeluarkan uang tersebut terkadang dari peci hitam, kantong kemeja putih garis-garis yang sudah lusuh, sela-sela buku yasin ibu-ibu sepulang yasinan di desa sebelah, maupun dari kantong kemeja korpri khas guru honorer yang lesu karena gajinya masih nunggak 2 bulan.
Penumpang Bus Mataram Magelang Wonosobo ini saya saksikan berinteraksi dengan sesama penumpang maupun dengan sopir atau kernet. Bahkan penumpang dan sopir atau kernet sudah ada yang saling kenal karena seringnya berinteraksi di dalam bus ini. Lain dengan penumpang di bus Trans yang kebanyakan lebih sibuk dengan hape masing-masing. Bagi saya interaksi antara sopir, kernet, dan penumpang adalah hal yang bikin saya kangen.
Ketika penumpang akan naik atau turun, komando ada di kernet atau penumpang bukan sopir
Kalau bus Trans, mereka sudah punya halte yang pasti. Jadi, sopir pasti akan berhenti secara otomatis untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Walau halte kosong, bus tetap berhenti selama beberapa detik atau paling tidak memelankan laju bis.
Lain dengan Bus Mataram Magelang Wonosobo dan sejenisnya. Kalau penumpang mau turun, komando ada di kernet atau bahkan si penumpang sendiri. Biasanya, ketika akan naik, calon penumpang akan melambaikan tangan ke arah bus, lalu sopir akan berhenti di depannya.
Ada kalanya bis berhenti agak jauh sehingga calon penumpang harus berjalan bahkan berlari. Bila calon penumpang diam saja, bis tidak akan me-notice. Bus Mataram Magelang Wonosobo akan jalan terus.
Bila sudah naik, penumpang memberitahukan lokasi turun kepada kernet. Lalu, kernet akan “teriak” menginfokan supir bahwa ada penumpang yang akan turun. Namun terkadang, penumpang memberitahukannya langsung kepada supir. Misalnya:
“Kantor PLN, Pak!”
“Depan ya, Mas!”
“Mriki mawon, Pak!”
Terkadang penumpang atau kernet menginfokan sopir dengan cara mengetok-ngetok kaca atau tiang di dalam bis menggunakan uang logam. Bunyi yang dihasilkan sangat ngangeni terutama bagi penumpang yang sudah lama tidak naik bus ini.
“Sigandul! Sigandul!”
Teriakan sang kernet membuat Bus Mataram Magelang Wonosobo itu perlahan menepi. Ini tanda saya harus bersiap turun.
“Suwun nggih, Mas”, ucap saya ke sopir dan kernet.
“Nggih!” Balas mereka bersamaan. Saya turun di depan Sigandul View Coffee and Resto sembari memandang Bus Mataram Magelang Wonosobo berbodi hijau perlahan meninggalkan saya. Ah, saya lupa tanya nama kernet dan sopir. Semoga bisa berjumpa lagi!
Penulis: Hanif Ibadurrahman
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Riwayat Bus Mulyo Jogja Purwokerto, Mantan Raja Jalur Selatan Andalan Buruh Gendong Pulang ke Kulon Progo dan pengalaman menarik lainnya di rubrik OTOMOJOK.