Kualitas mobil? Yah, apa adanya ….
Nah, di balik segala keunggulan soal fun to drive tadi, kita juga nggak bisa menutup mata. Brio itu kalau dilihat dari kualitas mobil, ya standar LCGC banget. Material interior dominan plastik keras, bagasi kecil, dan kalau kita tinggi badan di atas 175 sentimeter, posisi duduk agak “nanggung” karena jok kurang tebal.
Bahkan kalau dibandingkan dengan city car non-LCGC seperti Jazz (yang sayangnya sudah almarhum di Indonesia), Brio itu terasa banget “mobil ekonominya.”
Tapi di situlah justru letak menariknya. Brio itu jujur apa adanya. Dia nggak sok-sokan ngasih fitur canggih atau interior mewah. Dia hanya kasih yang paling penting: mesin bandel, konsumsi BBM efisien, dan kesenangan nyetir. Jadi orang beli Brio itu bukan karena dapat kemewahan, tapi karena pengalaman.
Kenapa tetap laku meski paling mahal?
Inilah pertanyaan klasik yang sering bikin heran. Kenapa orang rela beli Brio yang harganya lebih tinggi ketimbang LCGC lain?
Pertama, faktor brand Honda. Mau gimana, Honda masih dianggap punya gengsi lebih tinggi ketimbang merek lain. Orang sering ngomong, “Mending beli Honda, meski mahal, tapi kualitas terjamin.”
Kedua, desainnya. Brio punya tampang yang imut tapi sporty, nggak terlihat “mobil murah” meskipun memang murah. Apalagi setelah facelift di 2018, bagian belakangnya nggak lagi kaca lempengan polos kayak aquarium, tapi lebih proporsional. Buat anak muda, tampilannya cukup keren buat mejeng di kafe.
Ketiga, faktor resale value. Brio punya harga bekas yang stabil, bahkan cenderung tinggi. Jadi orang merasa lebih aman ketika beli, karena kalau bosan tinggal jual lagi dan ruginya nggak banyak.
Keempat, tentu saja: fun to drive. Buat sebagian orang, nyetir Brio bikin perjalanan harian terasa lebih menyenangkan.
Brio di jalanan indonesia
Di jalan raya, Brio itu seperti semut kuning yang lincah. Badannya kecil, gampang parkir, gampang nyelip. Nggak heran jadi pilihan favorit buat orang-orang yang tinggal di kota besar.
Saya pernah iseng bawa Brio dari Jakarta ke Bandung via Tol Cipularang. Mesinnya memang nggak gede, tapi di kecepatan 100 km/jam masih terasa stabil. Nggak ada rasa “takut goyang” yang biasanya muncul di mobil kecil lain. Malah, karena dimensinya kompak, nyetirnya jadi lebih santai.
Dan karena mobil ini irit, isi bensin sekali di Jakarta bisa cukup sampai balik lagi dari Bandung. Cocok banget buat mahasiswa yang pengen gaya tapi tetap hemat.
Brio dan filosofi mobil sehari-hari
Kalau dipikir-pikir, Brio ini kayak sahabat yang selalu siap nemenin, meski kadang nyebelin. Bagasinya kecil, kursinya keras, tapi setiap kali kita masuk dan mulai nyetir, semua kekurangan itu entah kenapa jadi nggak terlalu penting.
Itulah kekuatan fun to drive yang jarang dipikirin orang ketika beli mobil. Banyak LCGC lain lebih fokus jualan fitur. Misal, AC digital, head unit layar sentuh, dan kursi empuk. Tapi, nggak ada yang bisa bikin kita tersenyum cuma gara-gara nyetir, kecuali Brio.
Mobil Honda paling jujur
Honda Brio pada akhirnya bukan tentang murah atau mahal, bukan juga soal fitur lengkap atau nggaknya. Mobil Honda ini lebih ke filosofi sederhana: bikin mobil kecil yang menyenangkan dipakai sehari-hari.
Mungkin itulah alasan kenapa Brio jadi mobil LCGC terlaris. Dia berhasil kasih esensi berkendara khas Honda yang fun to drive, meski dibungkus dalam kualitas “apa adanya.” Orang yang beli Brio sadar betul, mereka nggak dapat interior mewah atau teknologi canggih, tapi dapat pengalaman nyetir yang bikin hati senang.
Di tengah dunia otomotif yang makin penuh gimmick, Brio justru jujur dan lugas. Dan kadang, kejujuran itu jauh lebih bernilai ketimbang seribu fitur tambahan.
Penulis: Alan Kurniawan
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Brio, Mobil Honda yang “Gagal”, tapi Pernah Menjadi Mimpi Buruk Toyota Avanza dan catatan menarik lainnya di rubrik OTOMOJOK.












