Selepas liputan pencurian oleh dua remaja tanggung yang ingin mempunyai smartphone varian terbaru, saya singgah di tempat peluncuran perdana video klip lagu pertama Young Lex X AwKarin yang berjudul BAD.
Di sebuah gedung yang dindingnya dipenuhi dengan grafiti. Kawasan Blok M di Jakarta Selatan, memang baru memulai hidupnya jelang malam.
Saya bukanlah fans AwKarin ataupun Young Lex. Hanya ingin singgah, menyapa seorang teman yang tengah ditugasi meliput di sana.
Sebelum lagu AwKarin yang cengeng dan cuma curhat, soal betapa mereka membenci orang-orang yang selalu memandang mereka lemah itu ditayangkan, saya sudah menghabiskan lima batang rokok.
Saya menjadi satu dari puluhan generasi Z yang keranjingan AwKarin, dan menurut mereka saya adalah orang yang beruntung. Ya, jelas, sebelum video itu diunggah ke YouTube kami sudah menontonnya.
Usai menonton, ada sesi tanya jawab dan juga kesempatan berfoto bersama dengan AwKarin yang punya ribuan followers di Instagram. Sayangnya, saya sungguh enggan untuk berfoto bersama AwKarin. Bukan apa-apa, hanya saja ia terlalu kontroversial dan itu bisa membawa sial bagi hubungan saya dengan pacar.
“Oh jadi, AwKarin itu lebih cantik dari aku? Followers IG nya lebih banyak? Ooo… ini yang liputan itu?” Begitulah kira-kira tanggapan pacar jika saya ketahuan sempat berfoto dengan AwKarin.
Sudah, tak usah sok jantan pada pasangan Anda. Seolah sanggup hidup tanpa mereka. Toh, nanti minta dikelonin juga.
Nah, saat AwKarin menyanyi berdua dengan Young Lex tak ada yang terlalu istimewa. Hanya puluhan orang menontonnya, tak lebih.
Mereka kebanyakan adalah sekumpulan remaja tanggung, dengan dandanan kekinian yang menggandeng tangan pasangannya masing-masing. Saya dan dua orang kawan lainnya merasa asing di tengah-tengah remaja yang kebanyakan lututnya mulus, bibirnya merah, dan membuat celana kami sempit itu.
Setiap pertanyaan dari fans AwKarin terdengar lucu-lucu. Salah seorang bocah yang saya yakin belum punya KTP, bertanya soal langkah AwKarin selanjutnya untuk menapaki dunia entertainment.
Sungguh pertanyaan yang luar biasa! Merekalah penerus bangsa ini, berfikiran maju dan terbuka.
Saya dan dua kawan lain yang juga berprofesi sebagai jurnalis mengejek mereka. Seolah kami paling hebat dan benar. Tapi, saya penasaran. Berapa sih followers-nya AwKarin dan berapa sih yang nonton videonya di YouTube?
Iseng-iseng, saya coba cek di akun YouTube Young Lex. Dan, astaga! Hanya dalam hitungan 3 menit, video klip lagu mereka sudah di tonton 14 ribu kali!
Keisengan saya menjadi-jadi, mulailah saya kepoin semua akun IG yang mencantumkan kata “AwKarin”. Oh, Tuhan. Ribuan dedek-dedek emesh jadi pengikutnya. Dan mereka yang jadi followers-nya memiliki gaya yang sama dengan AwKarin.
Sebetulnya saya tidaklah cakap untuk membahas fenomena AwKarin yang katanya sangat menguntungkan banyak pihak. Ya, wajar saja jika provider telekomunikasi mau habis-habisan mendukung AwKarin. Tetapi, sudahlah, saya tak ingin membahasnya lagi.
Sekian waktu berselang, tiba-tiba kami didatangi kawan yang ditugasi meliput AwKarin tadi. Wajahnya tampak jengah, seperti hendak menumpahkan kesal. Rupanya ia gagal mewawancarai AwKarin.
“Sial! Artis bukan, pejabat bukan, susahnya minta ampun. Ribet banget, padahal cuma mau wawancara doang!”
Benar saja, omelannya tumpah dalam sepersekian detik. Sementara itu, video AwKarin sudah mencapai 100.000 viewers.
Akhirnya kami pun pulang sambil mencari tempat karaoke di sekitar Blok M. Di sana, kami sempat menyanyikan lagu milik Sheila On 7 yang berjudul Sebuah Kisah Klasik. Mendadak, saya merasa terpisah zaman dengan AwKarin.
Entah kenapa, saya yang hanya berjarak beberapa tahun dengan Generasi AwKarin ini merasa menjadi barang antik saat menyanyikan lagu Sheila On 7 ini.
Tetiba, di dalam kepala, lirik-lirik lagu AwKarin menghentak. Saya mulai membenci orang-orang yang pura-pura mendukung dan memuji, lalu saya tak mau lagi bersabar dengan nasib.
Loe semua lah yang paling benar
Loe semua nilai kita dari luar
Tatoan tapi tak pakai narkoba
Jangan nilai kami dari covernya
I’m bad girl
Bila kau tak pernah buat dosa
Silakan hina ku sepuasnya
Kalian semua suci aku penuh dosa
I’m bad boy
Kau benci ku yang apa adanya
Dan silakan sukai mereka
Yang berlaga baik di depan kamera
Begitulah liriknya. Dan lewat lirik tersebut, saya jadi ingat semua narasumber yang dari pemerintahan. Mau itu aparat, politikus, ataupun eksekutif di beberapa daerah Indonesia.
Ya, mereka belaga baik di depan kamera. Padahal, keteknya bau, saat wawancara juga sering bikin recorder dan mic basah oleh air liur karena bualannya soal rakyat.
Para narasumber saya rata-rata mengaku peduli dengan generasi penerus. Namun, entah kenapa para begal, maling, pemabuk, tukang tawuran, dan pemerkosa yang saya temui kebanyakan adalah anak-anak muda.
Dan parahnya, mereka juga ingin seperti Young Lex. Sementara para remaja perempuan, rela menemani pria-pria dengan rekening tebal di kamar sewaan. Semua demi harapan dangkal: asal bisa meniru AwKarin yang terus update baju, sepatu, make up, dan tas terbarunya.
Cukup lama saya melamun di ruang karaoke, sementara kawan-kawan terus memilih lagu. Hingga kemudian di sebuah lagu, mata saya menangkap wajah seorang gadis. Dian Sastro. Ia, ketika itu, masih jadi model video klip di lagu J.A.P-nya Sheila On 7.
Dian Sastro, memakai baju yang tertutup, tanpa memperlihatkan belahan dada. Rambutnya tergerai, senyumnya manis, hanya wajahnya dengan kerlingan mata yang aduhai, membuat lutut lemas.
Saya jadi lupa bagaimana rupa AwKarin, lupa bagaimana sintal dadanya, atau bagaimana desahannya setiap bicara. Mendadak, imaji saya terbang liar: semua lady-companion (LC) dalam ruangan karaoke yang kami minta untuk menemani hingga dini hari nanti hanyalah tiruan AwKarin lainnya.
Lalu, Dian Sastro menjadi dewi. Dewi yang sempurna, seolah dedek-dedek emesh yang meniru AwKarin tak ada seujung tai dengan dirinya.