Selain ledakan kasus buruh Marsinah di Sidoarjo tahun 1993, kasus sengketa pembebasan tanah terjadi di Madura. Pembangunan waduk Nipah di Sampang ini sempat menyita perhatian nasional. Pembangunan waduk yang akhirnya diresmikan Jokowi pada 2016 lalu itu sejatinya melewati proses panjang dan kelam. Episode Jasmerah kali ini mencoba merekam sekaligus merefleksikan kembali peristiwa tersebut.
Pembangunan Waduk Nipah sendiri sebetulnya sudah mulai sejak tahun 1983. Tujuan pembangunan waduk terbesar di Sampang ini tak lain untuk menyediakan air irigasi bagi lahan pertanian di Madura yang tandus. Namun, proyek ini ternyata membutuhkan pembebasan lahan yang luas. Di sinilah konflik bermula.
Bagi masyarakat Madura, tanah bukan hanya sebatas kepemilikan, tetapi juga warisan leluhur dan sumber kehidupan. Rencana pembebasan lahan seluas 1.150 hektar untuk waduk memicu penolakan keras dari para pemilik tanah. Dialog antara pemerintah dan masyarakat menemui jalan buntu. Ketegangan kian memuncak, diwarnai dengan penangkapan aktivis dan bentrokan fisik.
Puncak tragedi terjadi pada tanggal 25 September 1993. Tim pengukur tanah yang dikawal aparat keamanan tiba di Desa Planggran Barat untuk melakukan pengukuran. Penolakan keras dari warga desa berujung pada bentrokan berdarah. Korban berjatuhan, baik dari pihak warga maupun aparat.
Seperti apa kronologi tragedi Nipah Berdarah ini? Benarkah para ulama yang ada di barisan warga turut menjadi faktor penentu ditundanya pembangunan waduk ini? Simak video di atas sampai selesai.